SALAFUS Shalih telah memberikan contoh terbaik dalam hal bagaimana memanfaatkan waktu untuk mencari dan mendapatkan ilmu syar’i. Marilah kita bersama-sama menelusuri kisah-kisah perjalanan mereka dan memetik berita-berita mereka.
Ibrahim bin Isa Al-Muradi berkata: “Saya belum pernah melihat seseorang yang lebih bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu daripada Al-Hafizh Abdul Azhim Al-Mundziri r.a. Saya menjadi tetangganya di Madrasah di Kairo selama 12 tahun. Rumahku di atas rumahnya. Saya tidak bangun di sebagian waktu di malam hari kecuali saya mendapati lampu rumahnya menyala sementara dia sibuk dengan ilmu atau menulis. Sampai pada waktu makan dan minum dia tetap sibuk dengan buku di sisinya.”
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi rahmat kepada orang yang mengatakan,
“Kemuliaan diperoleh berdasarkan kesungguhan
Dan barangsiapa menginginkan tempat terhormat niscaya dia bangun malam.”
Dengarkanlah Ibnul Jauzi yang menceritakan kepada kita tentang pemanfaatan waktunya untuk mencari ilmu. Dia berkata: “Saya menceritakan keadaan saya. Saya tidak pernah merasa kenyang ketika menelaah buku-buku. Apabila saya mendapatkan satu buku baru, maka seolah-olah saya mendapatkan harta karun. Dan saya telah melihat daftar buku-buku yang diwakafkan di madrasah An-Nizhamiyah. Ternyata ia terdiri dari enam ribu jilid . Seandainya saya berkata: “Saya telah menelaah dua puluh ribu jilid dan itu lebih banyak, sementara saya masih terus dan terus mencari buku-buku baru untuk saya ambil faedahnya dengan membacanya, sambil memperhatikan jalan hidup orang-orang shalih.”
Dari Ishaq bin Ibrahim r.a berkata: “Al-Hafizh Al-Mundziri tidak meninggalkan madrasah tempat ia tinggal dan mengajar, baik untuk takziyah atau mengucapkan selamat (untuk kesempatan yang membahagiakan, seperti nikah dan aqiqah), tidak pula untuk bersantai (di antara pohon-pohon) atau untuk hal-hal lain. Tetapi dia memakai seluruh waktunya untuk ilmu.”
Kesungguhan Imam Al-Mundziri dalam memanfaatkan waktu untuk mencari dan menuntut ilmu sampai pada tingkat seperti yang dijelaskan oleh Tajuddin As-Subki dalam perkataannya: “Dia memiliki seorang putra yang cerdas, ahli hadist, dan mulia. Allah mewafatkannya semasa hidupnya untuk melipatgandakan kebaikan-kebaikannya. Maka Syaikh Al-Mundziri menshalatkannya di dalam madrasah dan mengantarkannya hanya sampai Madrasah. Kemudian dia menangis dan berkata; “Hai anakku aku menitipkan dirimu kepada Allah Ta’ala.” Kemudian meninggalkannya (dia tidak mengantarkan jenazahnya ke kuburnya).
Renungkanlah –semoga Allah memberimu rahmat– semangat yang kuat dalam mencari ilmu yang dimiliki imam Al-Mundziri, sampai-sampai dia tidak mengantarkan jenazah anaknya ke kuburnya dan tidak menghadiri pemakamannya. Semua itu karena kesibukannya mengarang, menulis dan mengajarkan ilmu. Semoga Allah memberi rahmat-Nya kepada Salaf shalih. Ilmu syar’i bagi mereka lebih mahal dan mulia daripada harta, anak, dan istri.
Adz-Dzahabi menyebutkan biografi seorang hamba shalih Imam An-Nawawi: “Muridnya Abul Hasan bin Al-Atthar menyebutkan bahwa Syaikh Muhyiddin An-Nawawi menceritakan kepadanya bahwa dirinya membaca dalam satu hari dua belas pelajaran di depan syaikh-syaikhnya dengan penjelasan dan koreksi dari mereka.
Imam An-Nawawi berkata: “Dan saya mencatat dan menulis semua yang berkait dengannya: penjelasan tentang yang sulit, keterangan tentang kalimat, dan bacaan yang benar menurut bahasa, dan Allah memberi berkah kepada waktu saya.” Kemudian Imam Adz-Dzahabi berkata: “Abul Hasan Al-Atthar berkata: “Syaikh kami (An-Nawawi) menyebutkan kepada kami bahwa dia tidak menggunakan waktu di malam dan siang, kecuali untuk ilmu. Di jalan pun dia mengulang-ulang hafalannya atau membaca buku. Hal itu dilakukannya selama enam tahun.
Dia tidak makan sehari semalam, kecuali satu kali setelah Isya’ (ba’da shalat Isya’) dan minum satu kali pada waktu sahur (karena kesibukan dan perhatian yang besar terhadap ilmu, menulis dan mengarang), dia tidak memakan buah-buahan dan sayuran.
Dia berkata: “Aku takut badanku menjadi segar dan mengundang tidur.” (Imam An-Nawawi menjauhi makanan yang menyebabkan banyak tidur, agar bisa lebih optimal dalam memanfaatkan waktu untuk mencari ilmu).
Dari Abul Abbas Al-Mubarrid berkata: “Saya tidak melihat orang yang bersungguh-sungguh dalam urusan ilmu melebihi tiga orang: Al-Jahidz, Al-Fath bin Khaqan, dan Qadli bin Ishaq.
Al-Jahidz apabila dia memperoleh kitab, dia pasti membacanya sampai selesai. Bahkan dia menyewa toko buku (perpustakaan), menginap di sana untuk membaca buku.
Al-Fath bin Khaqan selalu membawa buku di saku bajunya. Apabila dia meninggalkan majelis khalifah untuk shalat atau kencing, dia mengeluarkan buku dan membacanya sambil berjalan sampai dia sampai di tempat yang dia inginkan. Kemudian dia melakukan hal yang sama pada saat kembali ke majelisnya.
Qadli Ismail bin Ishaq selalu memegang buku dan membacanya setiap aku menemuinya, atau sedang memilih buku yang akan dibaca atau membersihkan buku dari debu.”*/Abu Qa’qa Muhammad bin Shalih, dalam bukunya Produktif 24 Jam. [Tulisan berikutnya]