Oleh: Dr. Adian Husaini
Hidayatullah.com | ITU saran saya, sebagai guru dan praktisi pendidikan: “Jangan kuliah dulu sebelum beradab dan memahami Islamic Worldview dengan baik!” Mengapa? Jenjang Pendidikan Tinggi adalah pendidikan untuk orang dewasa (sekitar 15 Tahun).
Ketika dewasa, seorang sudah memasuki usia akil-baligh. Ia sudah mukallaf; sudah terkena beban kewajiban syariat. Di Perguruan Tinggi, siswa akan diajar berbagai bidang keilmuan di peringkat tinggi.
Ketika itulah, seorang mahasiswa sudah harus memahami apa itu Tauhid dan syirik, iman dan kufur, halal dan haram, ibadah dan bid’ah, serta akhlaqul karimah dan akhlaqul madzmumah! Maknanya, ia sudah harus beradab. Ia sudah harus tahu letak segala sesuatu dengan betul, sesuai harkat dan martabat yang ditentukan Allah.
Salah satu adab penting yang harus dimiliki seorang pelajar adalah adab terhadap ilmu dan ulama. Sebab, di Perguruan Tinggi ia akan dijejali dengan berbagai macam ilmu – yang sebagian mungkin merupakan Ilmu Nafi’ (ilmu yang bermanfaat) dan sebagian mungkin ilmu yang mudharat. Ia sudah harus tahu dimana posisi Imam al-Ghazali dan dimana posisi Sigmund Freud!
Jika ia tidak tahu adab terhadap ilmu, maka ia tidak akan bisa memahami dan menyikapi ilmu-ilmu dengan betul. Itu sangat berbahaya. Ia tidak tahu, mana ilmu yang fardhu ain dan mana ilmu yang fardhu kifayah. Ia bisa bersikap zalim terhadap dirinya sendiri, karena tidak tahu mana ilmu yang seharusnya diprioritaskan untuk dipelajari dengan serius. Bahkan, sangat berbahaya bagi iman dan akhlaknya, jika ia tidak tahu mana ilmu yang manfaat dan mana ilmu yang mudharat.
Lebih parah lagi, jika tidak tahu makna hadits Nabi ﷺ: “mencari ilmu adalah wajib bagi setiap muslim”. Ilmu apa yang wajib dicari? Kemana dan bagaimana cara mencarinya?
Masalah adab terhadap ilmu merupakan hal besar dalam Islam. Dan menurut Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, tantangan terbesar yang dihadapi umat Islam saat ini adalah “the challenge of knowledge”. Karena itulah, seorang calon mahasiswa harus sudah memahami berbagai paham/ideologi kontemporer yang bisa merusak keimanan, seperti pluralisme agama, sekulerisme, liberalisme, dan berbagai aliran sesat.
***
Di era sekarang, di era dominasi peradaban Barat yang hakikatnya adalah anti-agama (irreligious), untuk menyelamatkan aqidah dan akhlak mulia, bukan hal mudah. Sebab, dominasi pemikiran “anti-agama” ada di semua aspek kehidupan: sosial, politik, pendidikan, ekonomi, hukum, dan lain-lain. Upaya mempertahankan aqidah jangan dianggap kerjaan sambilan.
Ulama besar asal India, Syekh Abul Hasan Ali an-Nadwi, menyebutkan, bahwa tantangan terbesar yang dihadapi oleh umat Islam saat ini adalah tantangan yang serangan pemikiran-pemikiran yang datang dari peradaban Barat. Sebab, ini sudah menyangkut hal yang sangat mendasar dalam Islam, yaitu masalah iman dan kemurtadan. (Lihat, Abul Hasan Ali An-Nadwi, ‘Ancaman Baru dan Pemecahannya’ dalam buku Benturan Barat dengan Islam, (1993). Dalam Kitab Sullamut Tawfiq karya Syaikh Abdullah bin Husain bin Thahir bin Muhammad bin Hasyim – yang biasa dikaji di madrasah Ibtidaiyah dan Pondok-pondok pesantren, disebutkan, bahwa adalah kewajiban setiap Muslim untuk menjaga Islamnya dari hal-hal yang membatalkannya, yakni murtad (riddah).
Soal ‘murtad’ (batalnya keimanan), bukan hal sepele. Jika iman batal, maka hilanglah pondasi keislamannya, dan amal ibadahnya tidak ada nilainya di hadapan Allah. Banyak ayat al-Quran yang menyebutkan bahaya dan resiko pemurtadan bagi seorang Muslim. (QS 2:217, 24:39).
Karena pemikiran-pemikiran destruktif ini sudah merasuk ke jantung-jantung kehidupan kaum Muslim (baik rumah tangga maupun institusi pendidikan), maka di tengah zaman seperti ini, mau tidak mau, setiap Muslim wajib membentengi dirinya dengan keilmuan Islam yang benar dan memahami pemikiran batil yang dapat merusak keimanannya.
Untuk itulah, setiap Muslim wajib memiliki pandangan hidup Islam (Islamic Worldview). Ia harus memiliki pandangan Islam yang kokoh tentang Tuhan, agama, manusia, ilmu, wahyu, kenabian, kebenaran, dan konsep-konsep pokok dalam Islam. Dengan itu, Insyaallah, dia akan mampu menghadapi tantangan pemikiran modern yang dapat merusak keimanannya, dan sekaligus dia dapat hidup dalam keimanan, dalam keyakinan tentang Islam, dan ujung-ujungnya dia dapat menikmati hidup yang penuh dengan kebahagiaan, karena dia hidup dalam keyakinan.
Untuk memiliki worldview yang benar – di zaman sekarang — bukan kerja sambilan atau asal-asalan. Ini harus menjadi prioritas utama pendidikan Islam. Berdasarkan pengalaman, mata kuliah Islamic Worldview memang sangat penting untuk memandu pemahaman terhadap mata kuliah atau pelajaran lainnya.
Tahun 2005-2010 saya mengajar Islamic Worldview di Program Pasca Sarjana PSTTI-Universitas Indonesia. Juga, di UMS Solo. Tahun 2006 sampai sekarang masih mengajar mata kuliah ini di Sekolah Pasca Sarjana UIKA Bogor. Dan sejak tiga tahun lalu, saya mulai mengajar mata kuliah Islamic Worldview di PRISTAC dan Attaqwa College Pesantren Attaqwa Depok.
Jadi, bagi para siswa SMA muslim, patut diingat, bahwa pintar matematika, fisika, biologi, bahasa Inggris, dan lain-lain, itu penting. Tapi, beradab dan memahami Islamic Worldview, jauh lebih penting. Dengan worldview yang benar, siswa akan bersemangat berburu ilmu, hormat orang tua dan guru, serta mampu meletakkan ilmu-ilmu itu pada tempat yang semestinya.
Siswa beradab akan memahami potensi dirinya dan memahami jalan untuk mengembangkan potensi dirinya! Untuk itulah, At-Taqwa College didirikan. Di era pembelajaran online saat ini, peluang untuk mendidik siswa agar menjadi insan beradab dan memiliki Islamic Worldview semakin kecil.
Bahkan, sebelum era Covid-19 ini pun, adab dan Islamic Worldview tidak menjadi syarat untuk masuk ke Perguruan Tinggi. Ini sangat berbahaya. Sebab, berpotensi melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang rusak akhlaknya.
Mungkin, ia nanti sukses menjadi ilmuwan di bidang tertentu dan meraih penghasilan yang memadai. Tapi, ilmu dan hartanya bisa merusak diri, keluarga, dan masyarakatnya. Wallahu A’lam bish-shawab! (Depok, 1 Agustus 2020).*
Penulis pengasuh At-Taqwa College. www.adianhusaini.id