SAAT menjelang berbuka puasa, Didi menyiapkan berbagai macam varian makanan yang nantinya akan dikonsumsi waktu berbuka. Kenapa perlu lebih banyak daripada porsi makan malam di luar puasa? Menurutnya, jika makanan yang dikonsumsi untuk berbuka porsinya sama dengan makan malam biasa, maka makan siang yang ia tinggalkan karena berpuasa tidak terganti. Maka, perlu diganti. Sehingga, bagi Didi, berbuka sama dengan merapel antara makan siang dan malam.
Sebenarnya, kebiasaan yang dilakukan Didi saat berbuka ini telah menjadi obyek pembicaraan para ulama. Memang, dalam tinjauan fikih, puasa demikian sah-sah saja, karena bukan termasuk amalan yang bisa membatalkan. Namun, para ulama tidak hanya berbicara menganai sah atau tidak, batal atau tidak, tapi mereka berbicara mana yang paling baik dan utama bagi umat.
Hujjah Al Islam Imam Al Ghazali ketika berbicara menganai adab puasa atau adab ash shiyam dalam kitab Bidayah Al Hidayah memberi nasihat kepada mereka yang berpuasa agar tidak menambah porsi berbuka hingga melebihi porsi makan malam biasanya. Ini sama dengan makan dua kali, namun hanya dilakukan dalam satu waktu.
Al Allamah An Nawawi Al Bantani sendiri menjelaskan bahwa jika hal itu dilakukan, maka tidak ada bedanya, porsi makan saat berpuasa maupun tidak. (Maraqi Al Ubidiyah, hal. 60)
Nah, bagi Imam Al Ghazali, puasa demikian sah, namun fungsi puasa sebagai pelemah hawa nafsu tidak bisa berjalan. Al Bantani menyebutkan bahwa orang yang melakukan hal ini walau puasa, sama dengan mereka yang berbuka. Puasanya tidak bisa melemahkan hawa nafsu, yang bisa mempersempit gerakan aktivitas setan dalam tubuh. Walhasil, antara puasa dan tidak, sama saja dampaknya. (Maraqi Al Ubidiyah, hal. 60)
Jika kebiasaan ini berlanjut, akhirnya Ramadhan bukan lagi bulan lapar, namun berubah menjadi bulan yang mengenyangkan.
Al Qurthubi saat ada yang mengatakan, kenapa bulan Ramadhan syetan dibelanggu namun banyak yang masih melakukan maksiat, menjawab, bahwa itu terjadi pada orang berpuasa yang benar-benar tidak hanya menjaga syarat, namun adab-adabnya juga diperhatikan. (Fath Al Bari, 4/145).