Hidayatullah.com–Ramadhan tahun ini memiliki kesan berbeda bagi sosok Annisa Soraya. Alumni SMA 1 Tambun, Bekasi, ini telah melewati sebuah proses pendewasaan yang cukup berarti dalam hidupnya di enam bulan terakhir ini.
Walau lahir dari keluarga muslim, Annisa sempat meragukan keberadaan agama. Hasil dari keanekaragaman pergaulan yang dilewatinya, telah membuatnya meragukan agama dan tuhan. Namun, kenakalan pemikirannya akhirnya bisa ‘kembali pulang’ setelah Allah swt banyak memberikan tanda-tanda cinta dalam hidupnya.
Cobaan pertama gadis kelahiran Jakarta ini ketika Ibunda tercintanya dipanggil menghadap sang pencipta pada 6 Januari 2012. Karakter manja dan ketidaksiapannya untuk kehilangan sang bunda sempat merontokkan semangat hidupnya. Namun dari situ Allah memperkenalkan dia kepada yang namanya cinta sejati.
Dalam perenungannya kepada kematian sang ibu itulah dia lalu berpikir bagaimana sang ibu di alam sana? Siapa yang menemani? Masih bisakah ia bertemu lagi dengan ibunya kelak?
Agaknya kegetiran dari rasa kehilangannya seketika melahirkan motivasi lain. Annisa pun berazzam untuk menguatkan keislamannya, meninggalkan pergaulan yang sia-sia, dan menjaga diri dengan menutup aurat.
“Hal yang membuat saya memilih untuk menggunakan hijab adalah pertama jelas karena Allah, kewajiban menjaga aurat yang diperintah Allah. Selain itu menurut saya hijab itu menjaga kesucian dan keindahan seorang wanita,” jelas gadis yang lulus SMA pada tahun 2010 ini kepada Hidayatullah.com.
Namun, perjalanan komitmennya untuk menutup aurat tidak selancar yang dipikirnya. Kepergian sang ibu telah membuat posisinya untuk siap dengan kemandirian. Terlebih ia ingin sekali membantu sang Ayah yang menghidupi keluarga dari sebuah usaha percetakan.
Bekerja sebagai pegawai kontrak di sebuah perusahaan swasta ternyata menjadi masalah. Suatu ketika pihak manajemen perusahaan menawarkannya menjadi pegawai tetap dengan gaji berlipat kali lebih besar. Annisa bahagia? Jawabannya adalah tidak.
Pasalnya, perusahaan tersebut hanya mau menjadikannya karyawan tetap jika ia mau membuka jilbab. Annisa bertarung dalam dirinya, sebuah pilihan berat ketika Allah seakan menyuruhnya memilih antara dunia dan syariat. Terlebih saat itu ia sangat membutuhkan gaji bulanan untuk mensupport ekonomi keluarganya.
Setelah melewati proses pertimbangan, istikarah dan konsultasi ke sahabat-sahabat yang membimbingnya dalam agama, Annisa pun walau dengan berat hati melawan ketidaksetujuan ayahnya. Ia memilih mengundurkan diri dari perusahaan tersebut untuk mempertahankan komitmennya menutup aurat.
“Saya pasrah saat itu kepada Rabb, saya yakin Rabb tidak mungkin membiarkan saya tersesat, nominal gaji menjadi nomor sekian. Saya berdoa agar diberikan pekerjaan yg lebih berkah. Gak apa-apa sedikit asal berkah, daripada banyak tapi gak berkah dan gak diridhoi Allah,” tambah perempuan yang punya hobi fotografi ini.
Belum selesai urusan dia mencari jalan keluar dari masalah ekonomi keluarganya, kini ia berhadapan dengan ujian perasaan. Perjalanannya mendalami Islam mempertemukan dia dengan aturan syariat bahwa pacaran adalah suatu yang haram di dalam Islam.
Annisa menghela nafas. Lelaki yang sudah dipacarinya sejak lama itu kini harus ia tinggalkan. Siapa yang biasa membohongi perasaan hati yang terlanjur sudah merasa memiliki. Annisa sadar ia terlalu lemah untuk memutuskan ikatan hatinya itu. Ia terus bertarung meminta petunjuk Allah.
Ia ingin sekali memutuskan tali cinta yang ia sadar belum halal itu. Namun ia juga tak kuasa kepada ‘kekalahan’ dirinya yang sudah terlanjur mencintai lelaki tersebut. Sekali lagi doanya didengar Allah. Dalam situasi ia masih mencintai lelaki tersebut, karena satu dan lain hal ia justru diputus oleh sang pujaan.
Tak seperti wanita lain ketika diputuskan cintanya, Annisa walau tetap menyimpan kesedihan, namun rasa syukurnya kepada Allah tak terelakan. Ia merasa inilah pertolongan Allah untuk memenangkan dia dari bermaksiat kepadaNya.
“Yang membuat saya kuat adalah keikhlasan. Saat ibu meninggal pun saya sudah ikhlas. Saya paham ini adalah takdir ketentuan Allah,” jelas gadis ini memberikan gambaran bahwa ditinggal pacar ternyata cuma urusan sepele dibandingkan keutamaan mempersiapkan amal bagi kematian setiap insan kelak.
Semua hal yang ia lewati secara istikamah akhirnya menemukan jawaban. Tanggal 16 Juli 2012 ia mendapat panggilan kerja di satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang sub-kontraktor minyak di Jakarta. Dengan gaji yang lebih dari cukup, ia begitu merasakan penghiburan Allah setelah ia tahu bahwa perusahaan ini tetap mengizinkannya menggunakan jilbab.
Ramadhan tahun ini adalah Ramadhan pertamanya tanpa sang Ibu. Namun setelah semua rasa kehilangan yang mendalam itu, ia justru semakin mengerti apa artinya cinta yang sesungguhnya.
“Semua yang hidup pasti mati, tinggal bagaimana cara dan waktunya saja. Dan apapun yang kita miliki hakikatnya adalah milik Allah,” tambah gadis yang bercita-cita menjadi salehah agar dia bisa mendoakan kedua orang tuanya di akhirat kelak.
Annisa ingin menjadikan Ramadhan tahun ini sebagai bulan introspeksi. Ia juga ingin mengkhatamkan Al Qur’an untuk pertama kali dalam hidupnya di Ramadhan ini. Layaknya kepompom sebelum menjadi kupu-kupu, begitulah ia ingin memanfaatkan Ramadhan tahun ini sebelum ia mencumbu keindahan fitrah di hari kemenangan nanti.
Tak ada harapan muluk dari cita-cita akhirat hidupnya, selain ia meminta kekuatan dari Allah agar bisa terus istikamah dalam pilihan hijrahnya, terlebih ia ingin berkumpul kembali bersama sang Ibu dan Ayah di surga Allah yang abadi kelak. Itulah cinta sejati menurutnya, karena itu ia tak pernah merasa kehilangan lagi sejak ia tahu kita semua akan dikembalikan kepada Sang Pemilik yang sesungguhnya.*