”Mohon Doa Restu Pembangunan Masjid di Kampung Kami Skalekan. Ini Satu-satunya Masjid yang Baru Kami Miliki Setelah 68 Tahun Indonesia Merdeka”. Inilah kalimat panjang yang terpampang dalam spanduk membentang di pintu masuk Kampung Skalekan, Kelurahan Klaten, Kecamatan Klaten Tengah, Kabupaten Klaten.
Spanduk terpasang dalam posisi strategis di jalan Anggrek. Sehingga cukup mencolok bagi pengguna jalan protokol, Jalan Pemuda.
Spanduk mengabarkan kepada publik, kalau Kampung Skalekan selama ini belum pernah memiliki masjid. Hal yang sangat naif, kawasan perkotaan yang menjadi pusara bumi Kabupaten Klaten, tak memiliki tempat ibadah bagi umat Muslim. Tak aneh, kalau ungkapan dalam spanduk tersebut diklaim sebagai ‘satu-satunya masjid yang dimiliki’.
Sayangnya, keinginan memiliki masjid belum terwujud. Hingga memasuki bulan Ramadan 1434 H ini, panitia bertekad mendirikan bangunan sementara. Ujudnya, persis hanya barak los tembakau. Kerangka bangunan dari bambu dan atap dari seng.
”Kami memanfaatkan momen bulan puasa ingin menegakkan shalat di bawah barak seng,” kata Totok Dwi Riyanto, Ketua Panitia Ramadan Masjid Joglo Skalekan, Kamis (10/07/2013).
Menurut Totok masjid ini juga sering disebut Sokeh. Sokeh artinya, “sokongan wong akeh” (bantuan banyak orang). Ratusan seng memrupakan bantuan gratis dari banyak pihak. Panitia tinggal beli bambu dan bayar tukang.
Rupanya setelah barak seng dimanfaatkan, bantuan fasilitas mengalir. Mulai dari perangkat sound system komplit canggih, lampu, tikar, karpet, mimbar, al-Qur’an, mesin penyedot air, mukena, guru ngaji. Semua datang dengan gratis.
Yang lebih mengharukan, kata Totok, jamaah sampai membludak. Bangunan ukuran 11 X 12 tidak memuat jamaah.
Saking membludaknya, ada sebagian warga Skalekan terpaksa pindah masjid di luar kampung, karena tidak kebagian tempat.
”Alhamdulillah jamaah shalat lima waktu juga penuh. Semoga saja masjid tetap subur, makmur walau masih dalam ujud barak seng begini,” tambahnya.
Kendati bangunan barak masjid terbuat dari seng, tak mengusik ketenangan jamaah. Kalau siang hari tidak terasa gerah. Malam hari, juga tidak terasa dingin. Rasanya begitu nyaman. Rasanya berada dalam barak seng seperti ini, persis berada dalam barak pengungsian. Udara sejuk. terlebih posisi lokasi lebih atas, angin bertiup dari segala arah. Apalagi bagian depan terdapat gebyog (dinding terbuat dari kayu), menambah kesan saat shalat menjadi khusyuk.
Kegiatan Taman Pendidikan al-Qur’an (TPA) begitu semarak, karena baru tahun ini bisa menempati masjid sendiri, setelah bertahun-tahun menempati balai RW V. Usai shalat Isak dan Tarawih berlangsung tadarus. Ba’da Subuh juga diisi kegiatan kultum (Kuliah Tujuh Menit).
”Di tengah kesibukan menjalankan ibadah puasa, panitia juga masih sibuk memenuhi kebutuhan fasilitas penunjang kegiatan ramadan,” tambah Totok.
Ternyata keinginan warga memiliki masjid sangat kuat. Ini terbukti dari semangat menegakkan shalat lima waktu hampir penuh. Semangat saat kerja bhakti pun juga luar biasa. Warga bergotong-royong dalam kebersamaan. Kaum ibu-ibu juga tak ketinggalan, menyiapkan menu setiap ada kegiatan kerja bhakti.
Panitia pembangunan masjid bertekad bulat mewujudkan bangunan ibadah. Masjid Joglo Skalekan. Pilihan bangunan masjid bergaya joglo, selaras dengan lingkungan lokasi dekat makam kuno cikal-bakal Klaten, Kiai Melati dan Nyai Melati. Bangunan model joglo sendiri, merupakan rumah adat masyarakat Jawa. Terkenal, sarat bermuatan filosofis, bernilai estetik tinggi, serta dirancang memberi manfaat serbaguna.
Joglo bekas yang hendak dipajang di Masjid Joglo Skalekan usianya ratusan tahun. Ini sebuah bangunan yang menunjukkan kualitas diri, kemampuan, dan kemegahan budaya masa lalu yang tak lekang oleh peradaban jaman. Sebuah joglo berarti keasrian yang hendak ditawarkan sang penghuni kepada segenap tamunya. Bangunan joglo sarat makna etnocentrisme, naturalisme, enviromental frieldly, save from earthquake.
Masjid yang dibangun diatas tanah seluas 900 M2 menelan anggaran Rp 1,1 milyar. Lengkap dengan rencana pembangunan rumah yatim, dan fasilitas pendukung lain. Panitia bertekad segera mewujudkan impiannya memiliki tempat ibadah yang representatif.
Kegiatan dimulai sejak akhir Desember 2012. Tentu, diawali dengan pengumpulan dana dari donatur. Hingga kini terkumpul dana sekitar Rp 150 juta. Dana untuk membangun fondasi, sebagian besar membayar cicilan joglo.
Proses pengerjaan berjalan setengah tahun. Mengingat lokasi bekas makam, harus dipindah ke sekitar makam Eyang Melati. Tak kurang dari 400 makam disisir untuk dipindah. Hingga kini sudah mencapai fondasi. Memang, bangunan joglo cukup hanya fondasi. Kerangka bangunan semua /knockdown/ alias tinggal pasang.
Keinginan panitia untuk memiliki masjid cukup begitu besar. Hingga dibuatkan kepanitiaan yang dirilis melalui laman web. Panitia juga ikut mengabarkan kepada khalayak yang berminat membantu semaraknya dakwah di Skalekan, dengan memasang no 08122693439 dan email [email protected] bagi para penyumbang.*/kiriman Edy Setiyoko