Sambungan artikel PERTAMA
‘Khan Man’
Orang yang pernah melihat jaringan dalam Khan ialah Benazir Bhutto. Duduk di ruang tamunya pada akhir 2003 selama pengasingannya di Dubai, mantan perdana menteri Pakistan dua masa (yang dibunuh pada 2007) tersebut menceritakan pada penulis bagaimana dia mengetahui peran Khan dalam program nuklir Iran dan bagaimana dia tanpa disadari menjadi bidan bagi hubungan Khan dengan Korea Utara.
Seperti yang diingat Bhutto, dia sedang melakukan sebuah kunjungan resmi ke Teheran pada akhir 1989, tahun keduanya sebagai perdana menteri, ketika Presiden Iran Akbar Hashemi Rafsanjani mengambil tempat duduk disebelahnya selama makan malam kenegaraan. Dia menjelaskan bahwa para pemimpin militer dari kedua negara telah menyetujui sebuah perjanjian pertahanan yang termasuk di dalamnya bantuan Pakistan dengan teknologi nuklirnya.
Bhutto mengatakan terkejut. (Laporan-laporan intelejen AS dari periode itu menyebutkan bahwa militer telah merahasiakan darinya program senjata nuklir Pakistan.)
Bhutto menceritakan dia kala itu memanggil Jenderal Mirza Aslam Beg, Kepala Pasukan Bersenjata Pakistan, ke kantornya ketika dia kembali ke Islamabad. Jenderal itu mengaku sama sekali tidak mengetahui kesepakatan atau transfer bantuan nuklir pada Iran. Bhutto mengatakan pada kami bahwa dia yakin Mirza berbohong tetapi terlalu lemah secara politik untuk menantang militer. Dia mengambil sikap tengah, memerintahkan bahwa tidak ada satupun ilmuwan yang diizinkan bepergian keluar Pakistan tanpa perizinannya, sebuah perintah yang dikonfirmasikan oleh salah satu ajudannya saat itu.
Bhutto benar kalau dia merasa rentan – dia digulingkan dari jabatan perdana menteri tidak kurang dari setahun kemudian. Saat itu, Khan telah bepergian menuju Iran untuk mengatur dasar bagi pabrik pengayaan uranium pertama di Natanz. Sementara tidak diketahui tanggal berapa tepatnya, penyelidikan lanjutan oleh Agensi Energi Atom Internasional (IAEA) menemukan bahwa kontak pertama Khan dengan Iran terjadi 1987 dan pada akhir tahun 1980an Khan dan jaringannya memasok teknologi nuklir ke program yang baru diluncurkan di Iran tersebut.
Dalam jangka delapan tahun setelah itu, Khan telah mengirim sekitar 2.000 komponen dan pemasangan sentrifugalnya untuk memperkaya uranium – aliran pasokan yang berlanjut hingga pertengahan 1990an.
‘Jaringan Khan’ dimulai dengan bantuan tangan-tangan perusahaan di Swiss dan Jerman yang ingin mengeksploitasi kontrol ekspor yang lemah. Dia juga mengembangkan hubungan kuat dengan para insinyur dan ahli lainnya di Jerman, Belanda, Swiss dan Inggris. Akhirnya dia dapat memproduksi komponen nuklir di pabrik-pabrik di Malaysia dan Afrika Selatan dan mengelola pusat pengiriman di Dubai.
Selama tahun 1990-an, bagaimanpun juga, operasi penyelundupan Khan masih tetap berada di bawah radar Amerika Serikat, yang fokus pada kemungkinan Rusia memberikan rahasia-rahasia nuklir pada Iran.
Pada tahun 1993, Bhutto menjadi perdana menteri untuk yang kedua kalinya. Selama beberapa minggu, Khan berada di ambang pintunya. Dalam wawancara kami, Bhutto menceritakan Khan yang memintannya untuk melakukan kunjungan sampingan ke Korea Utara selama kunjungan kenegaraannya ke China pada 1994. Dia mengklaim Khan mengatakan membutuhkan bantuan terkait “masalah nuklir ini.” Ketika Bhutto bertanya apa maksudnya, Khan mengatakan bahwa dia menginginkan keahlian Korea Utara untuk rudal yang sedang dia kembangkan agar dapat membawa muatan nuklir.
Bhutto kala itu sedang berupaya memperbaiki pendiriannya dengan militer Pakistan, jadi dia menyetujui permintaan Khan. “Saya kira militer akan sangat menyukaiku dan akan berhenti mencoba mengganggu stabilitas pemerintahanku,” dia mengatakan pada kami. Mantan perdana menteri itu terus menyatakan dalam wawancara kami bahwa Pakistan telah membayar desain-desain untuk rudal Nodong Korea Utara. Dia mengatakan dia telah mengesampingkan memberikan teknologi nuklir pada Korea Utara.
Kesaksiannya, bagaimanapun juga, berbeda dengan Khan. Selama pertengahan 1990an, intelejen AS yang mengamati Khan, melaporkan bahwa dia telah melakukan 13 perjalanan ke Korea Utara, Seringkali dengan pengiriman oleh pesawat militer Pakistan. Dan dalam pengakuan di tahun 2004nya, Khan mengakui bahwa dia telah mengirim teknologi nuklir ke Iran, Libya, dan Korea Utara, meskipun dia kemudian mencabut pernyataannya.
Bantuan
Bagi Korea Utara, bantuan Khan tiba di saat yang penting. Seperti Pakistan, Korea Utara awalnya berfokus pada pengolahan plutonium dari dua reaktor sipil menjadi material fisil untuk senjata. Tetapi reaktor merupakan instalasi besar yang dapat terlihat oleh pesawat dan satelit. Pada awal 1990an, intelejen AS dan IAEA telah mendeteksi program Korea Utara. Tahun 1994, Amerika Serikat dan Korea Utara menegosiasikan pembekuan program Korea Utara sebagai ganti minyak dan pangan di bawah sebuah kesepakatan yang dikenal sebagai “Agreed Framework”. Pemantauan akan relatif menjadi muda: reaktor-reaktor Korea Utara berada di tempat yang bisa dilihat para pengawas IAEA dan dapat dimonitor dari udara. Korea Utara terjebak.
Khan menyediakan Korea Utara jalur alternatif untuk senjata nuklir. Tidak seperti reaktor, sentrifugal bentuknya kecil dan dapat disembunyikan di fasilitas bawah tanah dan terowongan di dalam pegunungan (hal yang Korea Utara cukup ahli dalam melakukannya). Sentrifugal ini memungkinkan Korea Utara untuk terus mengembangkan persediaan material fisil meskipun ada kesepakatan “Agreed Framework” dan sanksi PBB.
Meskipun Korea Utara telah melakukan beberapa tes nuklir di tahun-tahun terakhir ini, pengamatan internasional belum bisa menentukan apakah material fisil didapat dari plutonium atau HEU. Tetapi pada 2010, Korea Utara mengagetkan dunia dengan mengundang Siegfried Hecker, seorang pakar nuklir AS terkemuka, untuk mengunjungi sebuah bangunan yang sebelumnya tidak diketahui di mana terdapat 2.000 sentrifugal. Korea Utara mengklaim bahwa sentrifugal tersebut diperuntukkan pengayaan tingkat rendah untuk memberi daya reaktor baru. Tetapi Hecker menulis bahwa fasilitas itu “bisa segera dikonversikan untuk menghasilkan bahan bakar uranium yang diperkaya.”
Khan Selanjutnya?
Karir penyelundupan Khan berakhir dengan pengakuannya pada 4 Februari, 2004. Pada saat itu, sikap AS terhadap Khan dan pengembangan nuklir Pakistan telah berubah. Serangan 9/11 meningkatkan ketakutan bahwa al-Qaeda atau kelopok semacam itu bisa mendapatkan perangkat nuklir atau menciptakan milik mereka sendiri dengan bantuan dari seseorang seperti Khan. Bukti tak terbantahkan aktivitas Khan berasal dari barang bukti yang disita pada 2003 ketika Angkatan Laut AS mencegat sebuah kapal yang membawa teknologi nuklir dari salah satu pabrik Khan menuju Libya.
Baca: Hobi Teler, Jenderal Penanggungjawab Rudal Nuklir Amerika Dipecat
Presiden Pakistan Pervez Musharraf memaksa Khan untuk mengaku. Tetapi, menghadapi para nasionalis yang marah dan militer yang bergolak, Musharraf memperlunak sikapnya dengan memaafkan Khan pada hari selanjutnya, hanya menyisakan hukuman tahanan rumah selama lima tahun. Pada 2008, Khan menarik kembali pengakuannya, meskipun dia telah membanggakan diri tentang membantu Iran dan Korea Utara.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Kerusakan yang dia lakukan masih tetap ada. Didorong oleh ego, nasionalisme, dan keahlian, Khan telah membangun sebuah jaringan global rahasia yang meningkatkan bahaya dari bencana nuklir. Lebih buruknya, dia tidak pernah dipaksa mengidentifikasi para partisipan dalam pasar gelapnya. Para pemimpin dan badan intelejen sama sekali tidak tahu seberapa luas lingkarannya, yang berarti mereka tidak bisa menutup bahaya itu.
Yang paling bersalah ialah Pakistan dan Amerika Serikat. Musharraf menolak mengizinkan IAEA atau siapapun mewawancarai Khan setelah pengakuannya. Sebaliknya, dia melarang Khan meninggalkan Pakistan karena takut dia mungkin akan ditangkap dan diinterogasi. Amerika Serikat, pada bagiannya, tidak menekan Pakistan agar Khan membuka rahasianya. Menggemanya keputusan Carter yang menutup mata terhadap upaya nuklir Pakistan, Presiden George W. Bush tidak mau mengambil resiko hubungan lemahnya dengan Islamabad sementara sebuah perang bergejolak di Afghanistan.
Tetapi kantor pemerintahan Bush melangkah lebih jauh. CIA, dengan bantuan melobi dari Jaksa Agung Alberto Gonzales dan Sekretaris Negara Condoleezza Rice, membujuk pemerintah Swiss untuk menghancurkan dokumen dan rencana digital yang disita dari tiga kaki tangan Khan di Swiss. Material yang disita merupakan peta jalan pada para partisipan di dalam lingkaran dan inventarisasi teknologi yang dipompa ke dalam pasar gelap, termasuk desain senjata yang telah dikembangkan. CIA mencoba melindungi kaki tangan Khan, yang telah dibayar $10 juta untuk informasi tentang Khan di akhir operasinya.
Ada pelajaran yang dapat diambil dari hubungan Khan. Menghentikan penyebaran teknologi senjata nuklir dan memperketat hukum ekspor harus menjadi prioritas utama setiap pemerintahan. Satu buah perangkat nuklir yang diledakkan oleh sebuah negara atau kelompok ‘teror’ akan mengubah dunia kita selamanya
Demikian pula, para pembuat kebijakan harus mendorong untuk membuat peraturan perdagangan teknologi senjata nuklir untuk kejahatan terhadap kemanusiaan karena pemerintah tidak dapat diandalkan untuk melakukan hal yang benar.
Bisa saja Khan dimasukkan di ‘tong sampah sejarah’. Tapi pelajaran darinya harus diatasi sebelum terlambat.*
Artikel diambil dari laman foreignaffairs.com, diterjemahkan Nashirul Haq AR