Hidayatullah.com | AHAD malam, puluhan orang memenuhi Masjid At-Taqwa yang terletak di Tegalwinangun, Karanganyar, Jawa Tengah. Sepintas dari luar terlihat seperti pengajian biasa, tapi ketika masuk ke dalam terlihat sejumlah jamaahnya bertato, ada yang hampir di sekujur tubuhnya hinggah wajah. Bahkan ada beberapa yang telinganya berlubang bekas tindikkan.
Mereka tergabung dalam Komunitas Pemuda Insyaf Karanganyar (KOPIKA), komunitas ini mewadahi para pemuda dan remaja yang ingin insyaf ke jalan kebaikan. Mereka sudah mengikrarkan hijrah dari keburukan untuk kebaikan. Anggotanya bermacam-macam latar belakang, ada anak jalanan, anak punk, anak band, eks preman hingga mantan bandar narkoba.
Setiap Ahad malam, mereka rutin berkumpul di masjid itu untuk belajar al-Qur’an. Kebanyakan dari mereka masih belajar Iqro’.
“Kegiatan rutin itu kami namai BirMizon atau Belajar Iqro’ Minggu Zonten,” ujar Dwi Agus, salah satu penggagas komunitas itu. “Biasanya yang rutin hadir sekitar 50 sampai 60 orang,” lanjutnya.
Anggota Kopika lebih dari 150 orang dari beberapa daerah di Karanganyar dan sekitarnya. “Mereka yang tempat tinggalnya lumayan jauh lebih memilih ikut kegiatan serupa di tempat terdekat.”
Pinggir Jalan dan Warung Kopi
Ketika Suara Hidayatullah bersilaturrahmi, Agus bercerita kalau dulu mereka memulai pengajian di pinggir jalan dan warung kopi.
“Komunitas ini memang baru berdiri setahun lalu. Saya mengumpulkan beberapa teman untuk membuat pengajian-pengajian kecil. Tetapi karena latar kami dulu kelam, kajian atau pengajian kami gelar di pinggir-pinggir jalan karena masih malu untuk diajak ke masjid,” ujar Agus.
Agus sendiri merupakan mantan preman di Jakarta yang kemudian insyaf. Sebelum mendapat hidayah, ia sudah bertahun-tahun bergelut dengan kelamnya kehidupan ibukota hingga akhirnya ia memutuskan hijrah dan kembali ke daerah asalnya, Karanganyar. Keputusan hijrah ini pun disambut baik oleh kawan-kawannya yang juga mantan preman.
Bersama beberapa temannya, ia membentuk komunitas ini yang awalnya beberapa orang saja. Dulu, kegiatannya hanya ngobrol-ngobrol santai di warung kopi.
“Di luar sana masih banyak sekali teman-teman yang mulai merasa jenuh dengan aktifitas kelam mereka tetapi kebingungan bagaimana cara meninggalkan dunia itu. Karena itu, dibutuhkan sebuah wadah atau komunitas yang memamahami dunia mereka, memahami keinginan mereka, memahami bagaimana pendekatan dakwah ke meraka. Kami memutuskan untuk membentuk komunitas ini,” pungkasnya.
“Kami datangi mereka satu per satu. Awalnya hanya ngobrol-ngobrol santai, mentraktir kopi, lalu kemudian menjadi akrab dan saling percaya sampai terasa kekeluargaan. Ketika sudah akrab, mereka mulai bercerita pengalaman suramnya dan keinginan untuk berubah, di situlah pelan-pelan kami mengajak dan mengarahkan mereka ke cahaya Islam,” lanjutnya.
Selain belajar Iqro’ rutin setiap Ahad malam, Kopika juga punya agenda rutin lainnya. Di antaranya ada Sinabung Kopi atau Sinau Bareng Jum’at Malam Karo Kopi (belajar bersama Jum’at malam sambil minum Kopi), biasanya kegiatan ini mengundang beberapa ustadz untuk membahas kajian-kajian seputar fiqih, aqidah dan syariat. Ada juga agenda Algojo atau Al-Kahfi Go To Malam Jum’at, yaitu membaca surah Al-Kahfi.
Kemudian ada agenda yang bersinergi dengan Komunitas Bikers Subuhan yaitu Masbro (Maos Qur’an Sesarengan Malam Rabu) yang dilakukan dengan cara berkeliling di tempat anggota maupun di Masjid At-Taqwa, Tegal Winangun.
“Alhamdulillah, dengan adanya kegiatan-kegiatan ini kawan-kawan bertambah ilmunya, imannya, dan alhamdulillah sudah bisa baca al-Qur’an semua, meskipun masih terbata-bata,” ungkap Agus.
Dukungan dari Berbagai Pihak
Meskipun awalnya komunitas ini dipandang sebelah mata karena penampilan anggotanya yang masih penuh tato dan bekas tindikan. Seiring berjalannya waktu keberadaan komunitas ini kian didukung berbagai pihak. Dari aparat kepolisian malah berterimahkasih karena membantu mantan preman dan pecandu narkoba tak hanya sekedar berhenti dan bertobat, tetapi bisa dibina dan diarahkan ke jalan yang lebih baik. Bahkan beberapa waktu lalu komunitas ini sempat dikunjungi bupati setempat untuk memberikan dukungan.
“Perjuangan mereka untuk bisa sampai di masjid itu sudah sangat luar biasa, ada peperangan hebat di dalam hati mereka. Karena itu jangan menghakimi mereka, atau mengunjing mereka ketika masuk masjid dengan badan penuh tato, atau wanita yang masih belum benar menutup aurat tetapi mau datang ke kajian. Mereka sedang belajar dan berproses pelan-pelan. Maka dari itu dukung mereka dengan menghargai perjuangan mereka untuk berubah,” harap Agus.
Agus bercerita, dulu ada seorang anggotanya mantan pengedar narkoba yang masih memakai narkoba ketika ikut kegiatan Kopika. Seiring berjalannya waktu dan pendekatan anggota lain, pelan-pelan ia bisa meninggalkan itu semua dan tak tergantung lagi.
Keputusan untuk berhijrah tak hanya berpengaruh pada keimana. Mereka harus meninggalkan aktifitas lama yang notabene sudah menjadi mata pencaharian untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
“Mereka harus mencari pekerjaan baru yang halal. Sangat sulit mendapatkan pekerjaan baik-baik bagi mereka yang penuh tato. Kedepannya kami berharap ada wadah yang bisa membantu mereka dari segi ekonomi,” tutupnya.*/Sirajuddin Muslim