Hidayatullah.com–Mata uang China, yuan akan ditimbang menjadi cadangan devisa oleh 17 bank sentral dan 14 bankir di Afrika Timur dan Afrika Selatan. Pembahasan tersebut dilakukan di sebuah forum yang membahas pengelolaan cadangan devisa di Harare, Zimbabwe.
Forum akan berlangsung pada Selasa-Rabu, 29-30 Mei akan dihadiri wakil sekretaris dan wakil gubernur bank sentral, serta pejabat dari African Development Bank. Para peserta akan fokus membahas melemahnya posisi eksternal sebagian besar negara anggota Macroeconomic and Financial Management Institute of Eastern and Southern Africa (MEFMI) karena perlambatan ekonomi.
“Sebagian besar negara di wilayah MEFMI memiliki pinjaman atau hibah dari China dan akan masuk akal secara ekonomi untuk membayar dalam remimbi China,” kata Jurubicara MEFMI, Gladys Siwela-Jadagu seperti dikutip Kontan dari Xinhua. Ini adalah alasan penting bagi pembuat kebijakan menyusun strategi tentang kemajuan ekonomi Afrika dengan merangkul China.
Negara yang masuk dalam MEFMI adalah Angola, Botswana, Burundi, Kenya, Lesotho, Malawi, Mozambik, Namibia, Rwanda, Swaziland, Tanzania, Uganda, Zambia dan Zimbabwe. Awal tahun ini, beberapa bank sentral di Eropa mengungkapkan, rencana menggunakan yuan sebagai bagian dari cadangan mata uang asing, mengingat potensi mata uang China itu sebagai unit di cadangan valuta asing utama dunia.
“China sebagai mitra dagang terbesar di lebih dari 130 negara di Afrika. Karena itu penting untuk mendapatkan bagaimana mendapat keuntungan dari pola baru perdagangan internasional,” kata Siwela-Jadagu. Seiring pergerakannya yang lebih stabil, yuan berpotensi menjadi mata uang utama di tingkat global.
Pengaruh China di Afrika makin lama makin besar. China terutama tertarik pada sumber daya alam dan minyak dari Afrika. Bagi Afrika, kehadiran bisnis China juga menguntungkan.
Sejak pertengahan 1990, kegiatan China di Afrika terus meluas. Saat ini China aktif hampir di semua negara Afrika. Kepentingan utama China adalah melakukan bisnis. Selain tertarik pada sumber daya alam, China juga membidik kawasan Afrika sebagai pasar.
Ahli Afrika dari Universitas Leipzig, Helmut Asche menjelaskan, “Kepentingan China di Afrika ada dua, jadi tidak seperti yang selalu disorot, bahwa China hanya tertarik pada sumber daya alam, seperti minyak, tembaga dan bahan lain. Tentu saja China perlu bahan-bahan ini. Sebagai produsen barang dunia, China perlu bahan mentah. Tapi China juga punya kepentingan lain, yaitu menjadikan Afrika sebagai pasar tempat menjual produk.“
Baca: China Bantah Kabar Memata-matai Markas Besar Uni Afrika
Selama bertahun-tahun, para pejabat Zimbabwe berupaya berpihak ke China ketimbang ke negara-negara Barat dengan menerapkan strategi ‘menatap ke Timur’ menyusul serangkaian sanksi dari Uni Eropa pada 2002.
Penelitian menyebut bahwa lebih dari sejuta penduduk Tiongkok telah tinggal di Afrika sejak tahun 2001.
African Arguments pernam memberitakan, pada 2012, sebanyak 95 persen dari 3.771 orang yang datang ke Zambia adalah tenaga kerja. Mereka bekerja di perusahaan milik Tiongkok di Afrika, perusahaan swasta Tiongkok, pemerintahan Zambia, dan sisanya di perusahaan gabungan berskala internasional. Meledaknya jumlah warga negara Tiongkok di Afrika disebabkan kerja sama antara Tiongkok-Afrika.
Warga negara Tiongkok tersebar di sejumlah wilayah seperti di Afrika Selatan, Tanzania, Zamba, Ghana, Nigeia, Angola, Mauritius, Madagaskar, dan Aljazair.*