Oleh: Rendy Saputra
DALAM terapan manajemen modern, setiap perusahaan dituntut untuk mendefinisikan apa aset terbaik mereka. Apa aset utama organisasi mereka.
Penentuan ini jadi sangat penting, karena pada asetlah semua energi organisasi tercurah.
Mari kita menyimak masjid kita hari ini. Apa aset masjid sebenarnya? Apa yang sangat diperhatikan oleh DKM? Kemanakah perhatian dan energi DKM tertuju?
Untuk menjawab pertanyaan diatas, ijinkan saya membangun analogi sederhana pada paparan di bawah ini.
***
Baca: Masjid di Perak Malaysia, Manfaatkan Lahan untuk Berkebun
Kita semua tahu perusahaan GoJek. Perusahaan ini mendigitalkan moda transportasi tradisional ojek kedalam sebuah aplikasi smartphone. Anda bisa memesan ojek dari HP Anda, jelas tarifnya, jelas rider-nya, jelas jaraknya, bahkan Anda bisa memberikan penilaian pada pengendara.
Lalu mari kita simak, apa sebenarnya yang menjadi aset utama Gojek? Sepeda motornya punya mitra. Pengendaranya juga bukan karyawan, mitra. Mereka tidak punya motor dan bengkel sama sekali. Lalu apa aset utama mereka?
Inilah yang kita tidak sadari, aset utama GoJek adalah pengguna GoJek itu sendiri. Itulah aset utama mereka.
Setelah jutaan orang menggunakan GoJek, perusahaan ini lalu berkembang melayani apapun yang dibutuhkan user. Lahirlah GoFood untuk pesan antar makanan, GoMassage untuk pesan pijat, GoClean untuk bersih-bersih rumah, dan masih banyak lagi. Mungkin akan hadir ratusan layanan pada suatu masa nanti, dari perusahaan ini.
Pada kebutuhan pembayaran pun, lahirlah GoPay. Hal ini akhirnya membuat perbankan ketar-ketir, karena GoPay bisa mendisrupsi perbankan sebagai terobosan fintech.
Intinya sederhana: di benak organisasi GoJek, aset utama bisnis adalah user. Karena pada marketlah uang berada. GoJek sangat paham dimana letak user-nya, usianya, karakteristiknya, pola perilakunya. Jika Anda sudah memiliki pasar yang begitu detail datanya, Anda bisa berjualan apa saja kepada mereka. Itulah aset bagi mereka.
Baca: Lanjutkan Semangat 212, Jamaah Masjid Al-Hikmah Tangerang Buka Muslim Market
***
Wardah pernah mengalami kebakaran pabrik. Bu Nur bercerita kepada kami. Habis semua. Tak bersisa. Tak disangka, dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun, pabrik kembali tegak berdiri lagi. Bukan karena kuatnya modal, tetapi karena dukungan dari supplier.
Supplier mendorong Wardah untuk bangkit. Bahan baku kembali di-supply. Pembayaran dipermudah. Semua bisa jalan baik. Mengapa? Karena Wardah memiliki aset utama yang tidak ikut terbakar: pelanggan.
Sebuah perusahaan yang memiliki pelanggan, bisa sangat mudah untuk bangkit, walau harus kehilangan pabrik, karena potensi cashflow ada pada market. Pabrik boleh terbakar, tetapi selama Brand dan Market masih eksis, dukungan vendor dan supplier adalah sebuah keniscayaan.
Berbeda jika yang “terbakar” adalah market. Pelanggan pergi. Market tidak lagi percaya pada Anda. Walau pabrik Anda tegak kokoh, di situlah kebakaran sebenarnya. Percuma. Produk Anda susah terjual.
Baca: Sekjen MIFTA: Teknologi Bisa Mendorong Umat Islam Makmurkan Masjid
***
Kembali ke masjid. Apakah aset utama masjid adalah sound system? Sehingga seluruh energi DKM habis menjaga sound system. Apakah aset utama masjid adalah karpet tebal yang baru dibeli? Sehingga kegiatan di dalam ruang masjid tidak bolehb terlalu banyak, sayang akan karpetnya. Lalu apa aset sebenarnya?
Merujuk pada paparan di atas, kita akhirnya sadar bahwa aset utama masjid adalah JAMAAH itu sendiri. Jamaahlah aset utama masjid. Dan inilah yang harus menjadi budaya pada sebuah masjid: Jamaah Focus Based, masjid yang berfokus melayani jamaah.
Masjid bisa saja kehilangan sound system, tetapi selama jamaah masih ada, dalam hitungan hari sound system bisa kembali. Masjid bisa saja mengalami kerusakan pada karpet, selama masjid punya jamaah loyal yang solid, karpet bisa diganti.
Maka di titik inilah sebuah masjid harus merevolusi pemikirannya. Para DKM harus menggeser pemahamannya terhadap jamaah.
Masjid yang meyakini jamaah sebagai aset utama, akan sangat menghargai jamaah yang hadir ke masjid.
Ibadah ritual akan dipastikan nyaman.
Parkiran dipikirkan.
Thaharah dipersiapkan baik.
Ruang ibadah utama sejuk.
Program taklim dan edukasi dihadirkan sesuai dengan kebutuhan jamaah, bukan asal silabus.
Wahana untuk anak Muslim dipikirkan, karena mereka adalah generasi jamaah berikutnya.
Program untuk anak muda Muslim dibuat serius, karena inilah potensi besar jamaah.
Dan banyak hal lainnya.
Pada akhirnya, ketika sebuah masjid benar-benar mengelola dengan baik jamaah sebagai aset utama, insyaAllah kebangkitan diin ini akan segera tiba.*
Risalah Masjid Cahaya, Januari 2019
Tulisan ini dimuat atas izin penulis