Hidayatullah.com– Terdapat sejumlah persoalan krusial terkait Rancangan Undang Undang (RUU) Pesantren yang sedang dibahas oleh Kementerian Agama. Persoalan tersebut antara lain fungsi pesantren sebagai lembaga pendidikan, fungsi pesantren sebagai lembaga dakwah, serta fungsi pesantren sebagai pemberdayaan dan pengembangan masyarakat.
“Juga dibahas rukun pesantren meliputi mempunyai pondok atau ma’haad, mempunyai kiai, ustadz, buya, dan sebutan sejenisnya, memiliki santri,” kata Plt Kepala Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Kemenag Syafrizal, Rabu kutip laman resmi Kemenag, Kamis (18/07/2019).
Hal itu disampaikan pada rapat koordinasi melalui Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Kemenag bersama instansi dan lembaga terkait. Dalam FGD yang diinisiasi oleh Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Kemenag ini, dibahas RUU Pesantren.
Syafrizal menyatakan pembahasan RUU Pesantren kali ini lebih mengerucut kepada Daftar Inventarisas Masalah (DIM), sebagaimana persoalan krusial tersebut.
FGD pembahasan RUU Pesantren dihadiri staf ahli komisi VIII DPR RI, PMK, Sekneg, Kemenkumham, Kemendiknas, KemenPANRB, Kemenristek Dikti, Kemendagri, Kemenkeu, dan Badan pembinaan Bahasa.
“Selain itu pesantren juga harus memiliki masjid/mushalla, mendalami kitab kuning, pembinaan pesantren serta pendanaan pesantren,” ujar Syafrizal.
Sementara Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Ditjen Pendis A Zayadi mengatakan, dalam FGD itu disepakati, ada dua diksi yang harus masuk ke dalam definisi pesantren. Yaitu, Islam rahmatan lil alamin dan komitmen kebangsaan NKRI.
FGD RUU Pesantren ini adalah tindak lanjut dari hasil pembicaraan Panitia Kerja (Panja) DPR dan Pemerintah. Pemerintah dan DPR sepakat, pembahasan difokuskan pada RUU Pesantren saja.*