Hidayatullah.com—Honduras berencana untuk memindahkan kedutaan besar untuk ‘‘Israel’’ dari Tel Aviv ke Baitul Maqdis (Yerusalem) pada akhir tahun 2020, demikian kata Presiden Honduras Juan Orlando Hernandez dan Perdana Menteri ‘‘Israel’’ Benjamin Netanyahu, Ahad (20/9/2020). Hernandez beralasan, keputusan ini dilakukan guna memperkuat aliansi strategis, kami telah berbicara untuk mengatur pembukaan kedutaan besar di Tegucigalpa dan Yerusalem.
“Untuk memperkuat aliansi strategis, kami telah berbicara untuk mengatur pembukaan kedutaan besar di Tegucigalpa dan Yerusalem, berturut-turut. Kami harap dapat mengambil langkah bersejarah ini sebelum akhir tahun, selagi pandemi memungkinkan (hal itu terjadi),” kata Hernandez dalam cuitan di Twitter sebagaimana dikutip laman Antaranews.
Menurut Hernandez, dia telah berdiskusi dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu lewat telepon. Keduanya sepakat untuk memperkuat aliansi strategis dan setuju untuk membuka kedutaan besar masing-masing di Tegucigalpa dan Yerusalem.
“Kami berharap dapat merealisasikan langkah bersejarah ini sebelum akhir tahun, jika situasi dan kondisi selama pandemi memungkinkan,” tambah dia.
Negara di Amerika Tengah itu telah memberikan sinyalemen sebelumnya soal kemungkinan memindahkan kedutaan besar ke Yerusalem. Netanyahu sendiri menyebut maksudnya adalah untuk membuka dan meresmikan kedutaan besar kedua negara sebelum 2020 berakhir. ‘‘Israel’’ tidak mempunyai kedutaan besar di Honduras, namun telah membuka kantor diplomatik di sana pada bulan lalu.
Saat ini hanya dua negara, yakni Amerika Serikat (AS) dan Guatemala, yang memindahkan kedutaan besar mereka ke Yerusalem. Sementara pernyataan dari Honduras muncul menyusul pengumuman Presiden AS Donald Trump bersama Netanyahu pada bulan ini yang menyebut bahwa Kosovo dan Serbia juga akan membuka kedutaan besar mereka di Yerusalem.
Pemindahan kantor perwakilan negara ke Yerusalem menjadi kontroversi, mengingat status wilayah itu yang masih merupakan persengketaan paling signifikan dalam konflik Palestina dan ‘‘Israel’’. Palestina menginginkan Yerusalem Timur, yang dicaplok oleh ‘‘Israel’’ dalam Perang Timur Tengah tahun 1967, sebagai ibu kota negara masa depan mereka. Sementara ‘‘Israel’’ mengakui semua bagian kota itu sebagai ibu kota negaranya.
Selasa (15/9) pekan lalu, Uni Emirat Arab (UAE) dan Bahrain menandatangani kesepakatan di Washington, AS, untuk menjalin relasi formal dengan ‘‘Israel’’. Trump menjadi penyelenggara upacara penandatanganan tersebut di Gedung Putih, menandai satu bulan setelah UAE menyetujui normalisasi hubungan dengan ‘‘Israel’’ tanpa jaminan resolusi untuk konflik ‘‘Israel’’-Palestina–yang kemudian diikuti oleh Bahrain.*