Hidayatullah.com–Keputusan Kosovo untuk membuka kedutaan besar di Yerusalem, berdasarkan kesepakatan dengan ‘Israel’ tentang pembentukan hubungan diplomatik, memicu reaksi beragam dari masyarakat negara itu. Kosovo dan ‘Israel’ secara resmi menjalin hubungan diplomatik pada Senin kemarin.
Selain itu, Kosovo mengakui Yerusalem sebagai ibu kota ‘Israel’. Sejumlah warga Kosovo berpendapat bahwa negara itu tidak boleh membuka kedutaan besar di ‘Israel’, sementara yang lain mengatakan setiap langkah dapat diambil untuk kepentingan negara.
Behar Beqiri, warga ibu kota Pristina, menggarisbawahi bahwa menurut resolusi PBB, Kosovo seharusnya tidak membuka kedutaan di Yerusalem dan negara itu tidak boleh memiliki kedutaan besar di ‘Israel’. “‘Israel’ adalah tanah yang diduduki, yang sebenarnya milik Palestina. ‘Israel’ adalah negara yang dibuat oleh AS. Oleh karena itu, kami tidak menerima pembukaan kedutaan di Yerusalem maupun di Tel Aviv,” kata Beqiri.
Warga lain Sejdi Halimi menegaskan bahwa keputusan negaranya untuk membuka kedutaan di Yerusalem diambil oleh pemerintah Kosovo dan AS, sehingga apa yang dikatakan rakyat tidak ada artinya. “Anda bisa meminta seluruh Kosovo, tapi ketika pemerintah Kosovo dan AS memutuskan, letakkan bendera di sana. Tidak ada cara lain,” kata Halimi.
Kosovo menjadi negara ketiga yang membuka kedutaan besar di Yerusalem setelah AS dan Guatemala. Pembentukan hubungan antara Kosovo dan ‘Israel’ didahului dengan kesepakatan normalisasi hubungan yang dicapai dalam beberapa bulan terakhir antara ‘Israel’ dan empat negara Arab, Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko.
Ines Demiri akan menjabat menjadi Duta Besar Kosovo untuk ‘Israel’. September lalu, mantan Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa para pemimpin Serbia dan Kosovo, yang bertemu di Gedung Putih, mencapai kesepakatan untuk menormalisasi hubungan ekonomi antara kedua negara.*