Hidayatullah.com–Tiga tahun berlalu sejak perang 33 hari di Libanon, para pejabat tinggi Zionis Israel menyatakan bahwa struktur militer tengah dilanda krisis serius menyusul gelombang pengunduran diri para perwira tinggi militer Israel.
Koran Yedeot Aharonot dalam sebuah laporannya menulis, maraknya aksi pengunduran diri para perwira militer Israel ini merupakan pukulan berat bagi militer Zionis.
Koran Zionis itu menambahkan, pascaperang Libanon, tiga kolonel Israel mengundurkan diri. Bahkan Menteri Peperangan Israel saat itu, Amir Peretz, dan Ketua Staf Gabungan Militer Israel, Dan Halutz, juga terpaksa mengundurkan diri karena gagal memaksa Gerakan Perlawanan Islam Libanon (Hizbullah) bertekuk lutut.
Dalam hal ini para pejabat tinggi Israel mengatakan, Angkatan Bersenjata Israel menghadapi kerugian yang sangat besar dan gelombang pengunduran diri para pejabat tinggi militer Zionis. Ini merupakan di antara kerugian terburuk.
Menurut keterangan seorang pejabat dalam Komisi Kedua Seleksi Tingkat Kelayakan Perwira Tinggi Israel, pengunduran diri para perwira Israel itu akan memperlemah koordinasi kepemimpinan pusat militer Israel. Kekalahan dalam perang 33 hari di Libanon selain merupakan pukulan telak bagi Israel, juga menghancurkan pamor Zionis sebagai kekuatan tak terkalahkan di kawasan Timur Tengah.
Namun apakah krisis yang melanda Israel ini membuat para pejabat Tel Aviv menghentikan agresi dan brutalitasnya di kawasan. Tidak! Berbagai laporan yang ada menunjukkan berlanjutnya aksi pelanggaran dan brutalitas Zionis Israel di Palestina dan Libanon.
Bahkan dalam beberapa waktu terakhir, para pejabat tinggi Israel gencar melancarkan ancaman untuk kembali menyerang Libanon. Semua pihak mengetahui bahwa untuk saat ini Israel tidak memiliki cukup kekuatan untuk menyerang Libanon. Apalagi untuk menggulirkan perang masif seperti yang diklaim oleh Menteri Peperangan Israel, Ehud Barak.
Brutalitas dan agresi adalah dua hal yang tidak mungkin dapat dihindari oleh Zionis Israel, mengingat Zionis dibentuk di atas penjajahan, pembantaian, kejahatan, dan arogansi.
Dalam hal ini Sekrataris Jenderal Hizbullah, Sayyid Hassan Nasrullah menyatakan, muqawama tidak menginginkan peperangan, namun pada saat yang sama juga tidak gentar menghadapi segala kemungkinan serangan dari Israel.
Meski terdapat ancaman dari Israel untuk menyerang Libanon, namun Sayyid Nasrullah menepis kemungkinan meletusnya perang dalam waktu dekat. Menurut ia, gertakan Israel tersebut bertujuan mengacaukan proses pembentukan pemerintahan nasional bersatu Libanon.
Para pejabat Hizbullah berpendapat bahwa hingga kini Israel masih kebingungan menentukan strategi melawan muqawama (perlawanan), sedangkan Hizbullah telah menyusun strategi yang jelas untuk menghadapi segala bentuk ancaman dan serangan dari Zionis Israel. [irb/hidayatullah.com]