Imam Al-Ghazali menyampaikan syarat untuk mengikuti tarekat sebagai salik; mengamalkan syariah, menjahui larangan-Nya dan tidak ada unsur bid’ah
Hidayatullah.com | IMAM AL-GHAZALI memberikan nasihat kepada siapa saja yang hendak menempuh ‘jalan spiritual’ atau sebagai seorang salik untuk memenuhi 4 syarat terlabih dahulu. Di bawah ini 4 syarat jika ingin mengikuti tarekat menurut Imam Al Ghazali:
Pertama, memiliki akidah lurus
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwasannya siapa saja yang hendak menempuh jalan spiritual hendaklah memiliki akidah yang lurus. Akidah yang tidak ada unsur bid’ah di dalamnya. (Ayyuhal Walad, hal. 53)
Al Khadimi menjelaskan bahwasannya yang dimaksud Imam Al-Ghazali adalah seseorang harus;ah berakidah Ahlus Sunnah Waljama`ah. Di mana Rasulullah ﷺ telah menjelaskan bahwasannya umat beliau terpecah menjadi 73 golongan, dan hanya satu yang masuk surga, yakni Ahlus Sunnah Waljama`ah. (Syiraj Adz Dzulumat, hal. 48)
Kedua, taubat
Perkara yang selanjutnya harus dilakukan oleh seseorang yang hendak menempuh jalan spiritual adalah taubat nashuhah dan tidak mengulangi perbuatan-perbuatan dosa. (Ayyuhal Walad, hal. 53).
Al-Khadimi menjelaskan bahwa maksud Imam Al-Ghazali di atas, bahwa syarat taubat adalah adanya penyesalan terhadap dosa-dosa yang telah dilakukan juga tidak mengulangi dzillah, yakni dosa-dosa kecil. (Syiraj Adz Dzulumat, hal. 48)
Ketiga, memohon kerelaan pihak yang berselisih dengannnya
Syarat yang selanjutnya harus dipenuhi bagi siapa saja yang hendak mendalami laku spiritual maka ia harus meminta kerelaaan kepada siapa saja yang pernah terlibat perselisihan dengannya dan minta keridhaan dari mereka. Sehingga, masalah menjadi tuntas dan tidak ada lagi tanggungan-tanggungan. (Ayyuhal Walad, hal. 53).
Al-Khadimi menjelaskan bahwa syarat ke tiga bersangkutan dengan hak Allah, sedangkan syarat yang ketiga bersangkutan dengan hak sesama anak adam, dan hak yang ini lebih sulit.
Imam Al-Qurthubi dalam At-Tadzkirah menjelaskan bahwasannya kalau saja ada seseorang yang memiliki amalan seperti amalan para nabi, namun ia memilihi tanggungan setengan daniq kepada rang lain, yang mana hal itu yang menyebabkan ia tidak segeram memasuki surga, karena harus menunaikan kewajiban itu. Akhirnya ia harus menunaikan itu dengan 70 shalat yang diterima.
Imam Al-Qusyairi menyatakan bahwa seseorang melaksanakan puasa di siang hari dan qiyam di malam hari terus-menerus sedangkan di lisannya ia banyak menghibah yang dosanya seimbang dengan pahalanya itu, maka amalannya itu seakan-akan tidak bernilai. Jika demikian, lantas bagaimana dengan dosa-dosa lainnya yang diperbuat? (Syiraj Adz Dzulumat, hal. 48)
Empat, menuntut ilmu syariat yang cukup untuk amal dan menjauhi larangan
Imam Al-Ghazali menyampaikan bahwa syarat selanjutnya yang harus dipenuhi adalah menuntut ilmu syar`i dengan kadar yang cukup untuk mengamalkan perintah Allah dan menjahui larangan-Nya. Sedangkan menuntut ilmu dengan kadar yang lebih banyak dari itu tidaklah wajib. Lantas mempelajari ilmu akhirat yang merupakan kunci keselamatan. (Ayyuhal Walad, hal. 53).
Yang dimaksud tidak wajib menurut Imam Al-Ghazali di atas adalah ia termasuk ilmu yang fardhu kifayah atau sunnah untuk dipelajari. Sedangkan ilmu akhirat adalah ilmu yang berkenaan dengan hati atau ilmu tashawuf.
Ilmu syar`i juga diperlukan karena dengan memiliki bekal ilmu yang cukup akan mencegah seseorang dari penyelewengan dalam perjalanan suluknya. (lihat, Siraj Adz Dzulumat, hal. 51).*