Hidayatullah.com– Pengadilan di Korea Selatan memerintahkan Jepang untuk membayar kompensasi kepada sekelompok wanita yang dipaksa menjadi wanita penghibur di rumah-rumah pelacuran militer semasa Perang Dunia Kedua.
Keenam belas wanita yang menggugat, yang dulu dipaksa menjadi budak seks bagi prajurit Jepang atau dikenal dengan sebutan jugun ianfu, sempat dikecewakan oleh keputusan pengadilan sebelumnya.
Mereka mengajukan gugatan hukum pada tahun 2016 tetapi lima tahun kemudian Pengadilan Distrik Seoul Pusat menolaknya, dengan alasan tidak memiliki kewenangan dan imunitas kedaulatan negara Jepang.
Sekarang, Pengadilan Tinggi Seoul membatalkan keputusan pengadilan di bawahnya tersebut.
Dalam pernyataannya Pengadilan Tinggi Seoul mengakui yuridiksi Korea Selatan atas pemerintah Jepang berdasarkan hukum internasional yang berlaku, disebabkan para wanita itu tinggal di Korsel dan berupaya mendapatkan keadilan atas perbuatan melanggar hukum yang diterimanya dari tentara negara Jepang yang bercokol di Korea kala itu.
Lee Yong-soo, seorang wanita berusia 95 tahun dan korban, mengaku sangat terharu dan berterima kasih atas keputusan pengadilan tinggi itu.
“Saya sangat bersyukur. Saya sangat bersyukur,” ujarnya kepada para reporter saat meninggal ruang persidangan seperti dilansir BBC Kamis (23/11/2023).
Dia berharap dapat memberitahukan kabar baik itu kepada semua korban jugun ianfu yang sudah meninggal dunia.
Diperkirakan lebih dari 200.000 wanita dan anak perempuan dipakai melacurkan diri guna melayani napsu seksual serdadu Jepang pada masa Perang Dunia Kedua.
Banyak dari mereka yang disekap di rumah-rumah bordil militer adalah orang Korea, sementara sebagian lainnya ada yang berasal dari China daratan, Filipina, Indonesia dan Taiwan.
Menteri Luar Negeri Jepang Yoko Kamikawa menyebut keputusan pengadilan itu “sangat disesali dan sama sekali tidak dapat diterima”.
“Jepang sekali lagi mendesak Republik Korea untuk segera mengambil tindakan yang tepat guna memperbaiki status pelanggaran hukum internasional yang dilakukannya,” kata Kamikawa.*