Hidayatullah.com—Bertempat di Aula Gedung UPTD BPKB Dinas Pendidikan Aceh, Lubok, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, ( 4/12/17), Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh mengadakan muzakarah bertema “Muzakarah Tauhid Tasauf dan Wakaf”.
Wakil Ketua MPU Aceh,Tgk H Muhammad Daud Zamzami sempat menyinggung tugas-tugas MPU Aceh termasuk mengeluarkan fatwa.
Menuruy Daud Zamzani, banyak masyarakat belum membaca utuh fatwa MPU namun banyak yang sudah berasumsi, sehingga terjadi polemik di masyarakat.
Menurutnya, pemahaman masyarakat kita terhadap kitab-kitab para ulama terbatas.
“Jika mengkaji kitab dengan kemampuan terbatas maka terjadilah ibarat ta sipat bajee gob, bak bajee droe (salah memahami, red). Kitab-kitab pelik itu hanya mampu oleh kalangan khusus, tidak semua orang mampu mencernanya,” ujarnya.
Termasuk ucapan yang mengandung makna hulul dan ittihad (menyatu dengan Tuhan) dalam dunia tasawuf.
“Oleh karena demikian, Ibnu Araby sendiri yang melarang mengkaji kitabnya bagi yang tidak punya kemampuan. Seperti kitab Futuhat Al-Makkiyah karya Ibnu Arabi, Insan Kamil karya Abdul Karim Al Jilli dan kitab-kitab lainnya sebagaimana dilansir Serambi Indonesia beberapa pekan yang lalu. Fatwa MPU Aceh juga telah ada pada zaman para imam besar dalam Mazhab Syafi’i, ada enam ulama besar yang melarang mengkaji kitab yang tidak mampu dicerna orang awam, salah satunya adalah Syaikh Ibnu Hajar as-Qalani,” tegas Abu Daud Zamzami yang juga murid langsung dari ulama kharismatik Aceh, Abu Hasan Krueng Kalee dan Abuya Muda Waly Al Khalidi.
“Hakikatnya tidak ada istilah tauhid tasauf, yang ada hanya tinjuan, tauhid dan tasauf berada pada hati, sementara fikih berada pada lahiriah amalan. Karena kalau jiwa kita sudah bersih dari sifat muhlikah/mazmumah (tercela) maka akan diisi oleh sifat yang mahmudah (terpuji) yang kemudian nampak dalam prilaku. Jadi, perbedaan hanya pada tingkat pemahaman, penalaran keyakinan dan penghayatan berpijak,” tambahnya.
“Lalu kenapa juga MPU Aceh mengeluarkan fatwa, tentunya ada banyak kemaslahatan yang mesti dijaga. Sama seperti dihukumnya Syeikh Siti Jenar, Al-Hallaj, Ibnu Araby, dan Hamzah Al Fansury. Tak ubahnya juga sopir bus yang terpaksa mengelak dan memilih menabrak satu orang demi menyelamatkan puluhan orang dalam bus,” tamsilnya.
“Alhamdulillah muzakarah sukses sebagaimana yang direncanakan. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Tgk Ghani Gisa Wakaf mewakili pimpinan MPU Aceh yang telah memberikan materi yang begitu mencerahkan bagi pengurus MPU Aceh Besar,” tutup Tgk H Muksalmina AW, Ketua MPU Aceh Besar dalam kata sambutannya mengapresiasi semua peserta muzkarah.*/kiriman Tgk Mustafa Husen Woyla (Aceh)