AS telah beberapa kali menggunakan hak vetonya melindungi penjajah ‘Israel’ di tengah genosida di Gaza, termasuk dukungan militer
Oleh: Hasan Agha
Hidayatullah.com | BANYAK orang masih menganggap ‘Israel’ sebagai single fighter dalam proyek genosida di Gaza, terutama dalam setahun terakhir, sejak Hamas melancarkan perlawanan besar-besaran pada 7 Oktober 2023.
Padahal, jika kita mau jeli, ‘Israel’ membutuhkan sumber daya yang sangat besar untuk melancarkan proyek brutal ini, baik dari segi ekonomi maupun militer, yang mustahil dapat ditanggungnya sendiri.
Utamanya adalah dukungan internasional, yang mau tidak mau harus ia raih, bahkan jika perlu dengan cara paksa, demi meredam kecaman masyarakat dunia serta menghindari ancaman pengadilan internasional.
Mengingat, kelakuannya terhadap pribumi Palestina selama 76 tahun ini, yang mencakup pendudukan, pengusiran, penggusuran, penghancuran, penyiksaan, pembunuhan, hingga genosida, ‘seharusnya’ dipandang sebagai kejahatan mengerikan yang tak termaafkan.
Nyatanya, sampai hari ini penjajah ‘Israel’ masih ngopa-ngopi sembari terkekeh-kekeh di balik tembok kamarnya yang sempit, tanpa merasa khawatir terhadap jutaan orang yang memelototinya dengan wajah sangar.
Ribuan kutukan dan kata-kata laknat dari banyak negara di jagat raya ini memang sahut-sahutan, tapi ya, ujung-ujungnya cuma retorika aja. Seolah ada kekuatan besar yang menghalangi mereka dari tindakan nyata untuk menyeret ‘Israel’ ke meja eksekusi.
Seberapa jauh kaitannya genosida ini dengan AS?
Donatur Militer Terbesar
Faktanya memang demikian. AS sendiri diketahui telah menggelontorkan dana militer sebesar $251,2 miliar kepada pihak penjajah ‘Israel’ sejak 1959, yang menjadikannya sebagai penerima bantuan militer AS terbesar di sepanjang sejarah.
Sejak masa Obama, Washington berkomitmen mengirim dana militer kepada ‘Israel’ sebesar $3,8 miliar setiap tahunnya, yang dalam MoU, hal itu berlaku selama 10 tahun, dimulai dari tahun fiskal 2019 sampai 2028 mendatang.
Tapi rupanya, jumlah bantuan tersebut tiba-tiba melonjak hingga $17,9 miliar dalam setahun terakhir, yakni pasca ditabuhnya genderang Badai Al-Aqsa 7 Oktober 2023 silam oleh pejuang Hamas, yang dengan segera dibalas ‘Israel’ lewat serangan-serangan udara ke penduduk sipil Gaza selama setahun penuh, hingga menewaskan lebih dari 41.000 jiwa.
Alih-alih memberi sanksi atas respons ‘Israel’ yang ‘berlebihan’, minimal kecaman, AS justru menambah jumlah anggaran hingga empat kali lipat! Untuk keperluan apa lagi kalau bukan genosida?
Mengingat, aktivitas militer ‘Israel’ selama setahun penuh ini hampir seluruhnya menyasar ke masyarakat sipil Gaza, baru selebihnya Tepi Barat.
Gaza sendiri, sampai hari ini separuh wilayahnya telah hancur akibat dijatuhi lebih dari 70.000 ton bom, jumlah fantastis yang bahkan melebihi gabungan jumlah bom yang diledakkan di Dresden, Hamburg, dan London selama Perang Dunia II.
Yang patut dipertanyakan, mungkinkah semua biaya amunisi bernilai milyaran dolar tersebut ditanggung sepenuhnya oleh Tel Aviv? Atau jangan-jangan, sebagian besarnya justru datang dari Washington? Hanya Tuhan, AS, dan ‘Israel’ yang tahu!
Yang jelas, sebagian dari anggaran tersebut dibelanjakan untuk pengadaan artileri, bom penghancur bunker seberat 2.000 pon (0,9 ton), bom berpemandu presisi, biaya isi ulang sistem pertahanan Iron Dome dan David’s Sling, hingga senapan dan bahan bakar jet tempur.
50.000 Pasukan AS di Timur Tengah
Dalam kondisi normal, ada 34.000 pasukan AS yang ditempatkan di Timur Tengah. Namun, jumlah itu meningkat menjadi 40.000 segera setelah ‘Israel’ merespons serangan Badai Al-Aqsha.
Selanjutnya, pasca pembunuhan Ismail Haniyah di Teheran pada akhir Juli 2024 yang diduga sebagai ulah ‘Israel’, Pentagon menambah jumlah pasukan menjadi 50.000 tepat pada bulan berikutnya. Hal itu dilakukan demi mencegah upaya pembalasan atas kematian pemimpin Hamas tersebut.
Pentagon juga menempatkan beberapa kapal induk dan kapal penyerang di tiga titik perairan strategis sekaligus: Mediterania Timur, Laut Merah, dan Teluk Oman, demi melindungi operasi militer ‘Israel’ di Gaza yang berkali-kali ‘terganggu’ oleh keterlibatan Iran dan proksi-proksinya (Houthi dan Hizbullah) sejak awal agresi.
Semua itu merupakan realisasi dari pernyataan resmi Menteri Pertahanan AS, Llyod Austin, dalam menanggapi serangan Hamas lewat pidatonya pada 13 Oktober 2023, yang menegaskan bahwa, “Dukungan Amerika terhadap keamanan ‘Israel’ sangat kuat.”
‘Jimat’ Veto: Kado Cinta AS untuk ‘Israel’
Global Affairs menyebutkan, hingga 18 Desember 2023, AS telah memveto resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB yang berisi kecaman terhadap ‘Israel’ sebanyak 45 kali di sepanjang sejarahnya. Sebagaimana diketahui, sejak berdirinya PBB pada 1945, AS telah menggunakan hak vetonya sebanyak 89 kali.
Itu artinya, lebih dari separuh vetonya tersebut digunakan untuk kepentingan ‘Israel’, di mana 33 di antaranya berhubungan dengan pendudukan ‘Israel’ atas wilayah Palestina atau perlakuan ‘negara palsu’ itu terhadap rakyat Palestina.
Salah satu veto paling menggemparkan dunia persilatan adalah pada pertengahan Desember 2017, ketika AS membatalkan resolusi PBB yang menolak keputusan Washington untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota ‘Israel’.
Resolusi itu sebenarnya didukung oleh 14 dari 15 anggota Dewan Keamanan, namun dibatalkan secara sepihak oleh AS. Keputusan veto ini datang setelah pidato Donald Trump pada 6 Desember 2017 di Gedung Putih, di mana dia menyatakan bahwa “sudah saatnya untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota ‘Israel’” dan berjanji memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Padahal, keputusan yang diambil 14 negara tersebut untuk menolak klaim Yerusalem sebagai ibu kota ‘Israel’, pada dasarnya untuk mencegah eskalasi konflik di Timur Tengah dan instabilitas global.
Mengingat, persoalan Yerusalem adalah persoalan yang sensitif bagi seluruh pemeluk Islam, Yahudi, dan Kristen di seluruh dunia. Namun demikian, tetap saja dibatalkan secara sepihak oleh AS dengan ‘jimat’ vetonya tersebut.
Tidak hanya itu, dalam setahun terakhir, AS telah beberapa kali menggunakan hak vetonya untuk melindungi ‘Israel’ di tengah genosida yang berlangsung di Gaza. Contohnya, pada 18 Oktober 2023, AS memblokir resolusi yang disepakati oleh 12 negara Dewan Keamanan yang menyerukan “jeda kemanusiaan” di Gaza.
Veto ini kembali terulang pada Februari 2024, ketika resolusi yang menyerukan “gencatan senjata segera” setelah operasi militer ‘Israel’ menewaskan 29.000 warga sipil Gaza, juga diblokir oleh AS.
Dengan demikian, salahkah jika dikatakan bahwa kelakuan Washington yang dikit-dikit veto itu mengisyaratkan lampu hijau bagi ‘Israel’ untuk meneruskan proyek genosidanya di Gaza?
Penutup
Memahami kenyataan ini, sudah saatnya kita mulai menjaga jarak dan mengurangi ketergantungan terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh AS atau yang terafiliasi dengannya. Langkah ini dapat menjadi bentuk nyata dari perlawanan ekonomi terhadap keterlibatan AS dalam proyek genosida di Gaza.
Selain itu, tema-tema demonstrasi dan kampanye penyebaran informasi pro-Palestina yang selama ini masih terfokus pada mengutuk ‘Israel’, sudah selayaknya diperluas untuk menyertakan AS sebagai aktor utama di balik kekejaman entitas Zionis di Timur Tengah tersebut.
AS, sebagai sekutu terdekat ‘Israel’ yang memberikan dukungan finansial, militer, dan politik, juga harus disalahkan atas kejahatan ‘Israel’ selama ini.
Masyarakat perlu menyadari bahwa AS nyata-nyata terlibat dalam genosida tersebut, sehingga mereka dapat menentukan sikap yang jelas dan tegas dalam memerangi musuh keadilan, baik secara personal, kelembagaan, maupun kenegaraan.
Perlu dicatat bahwa dalam konteks perang, kecermatan dalam mengidentifikasi musuh adalah salah satu faktor penentu kemenangan.
Penggiat AKSARA (Aktivis Sadar Literasi) dan MASPENA (Masyarakat Sukoharjo Peduli Palestina)
Referensi:
– Knickmeyer, E. (2024, 7 Oktober). U.S. Spends a Record $17.9 Billion on Military Aid to ‘Israel’ Since Last Oct. 7. AP News.
– Baldor, L. C., & Copp, T. (2024, 4 Oktober). How Many US Troops Are in the Middle East? AP News.
– The White House, Office of the Press Secretary. (2016, 14 September). Fact Sheet: Memorandum of Understanding Reached With ‘Israel’. The White House.
– O’Dell, H. (2023, 18 Desember). How the U.S. Has Used Its Power at the UN to Support ‘Israel’ for Decades. Global Affairs.
– Austin, L. J. (2023, 13 Oktober). Remarks by Secretary of Defense Lloyd J. Austin III at a Joint Press Conference in ‘Israel’. U.S. Department of Defense.