Hidayatullah.com– Rwanda sedang dalam tahap awal pembicaraan untuk menampung para migran yang diusir dari Amerika Serikat, kata Menteri Luar Negeri Rwanda Olivier Nduhungirehe.
“Kami sedang berdiskusi dengan Amerika Serikat,” kata Nduhungirehe dalam wawancara dengan Rwanda TV hari Ahad malam (4/5/2025) seperti dilansir RFI.
“Kami belum sampai pada tahap di mana kami bisa mengatakan bagaimana kelanjutan rencana ini, tetapi pembicaraan masih terus berlanjut … masih pada tahap-tahap awal,” imbuhnya.
Semasa kampanye pilpres, Trump berjanji akan melakukan deportasi sebanyak-banyaknya. Sejauh ini sudah ribuan orang yang dikirim ke El Salvador dan lainnya.
Bulan lalu, AS mendeportasi ke Rwanda seorang pengungsi Iraq yang sejak lama berusaha diekstradisi sebagai tanggapan atas klaim pemerintah Iraq bahwa orang itu bekerja untuk ISIS.
Rwanda beberapa tahun terakhir menempatkan dirinya sebagai negara yang bersedia menampung para migran yang tidak dikendaki keberadaannya oleh negara-negara Barat.
Pemerintah Kigali secara khusus menandatangani perjanjian dengan Inggris pada tahun 2022 untuk menerima ribuan pencari suaka yang ditolak Inggris. Namun, kesepakatan itu akhirnya dibatalkan tahun lalu oleh Perdana Menteri yang baru terpilih saat itu, Keir Starmer. Anggaran deportasi ke Rwanda kemudian dialihkan untuk memperkuat penjagaan perbatasan Inggris.
Negara di kawasan Great Lakes di Afrika ini sering dianggap sebagai negara yang relatif stabil, dibandingkan banyak negara lain di Afrika.
Namun, badan pengungsi PBB (UNHCR) memperingatkan bahwa ada risiko sebagian migran yang dikirim ke Rwanda nantinya justru dikirim kembali ke negara asalnya yang berusaha mereka tinggalkan. Kigali menuduh UNHCR berbohong dan membantah tuduhan tersebut.
Negara Afrika berpenduduk sekitar 13 juta orang ini kerap dikritik oleh kelompok-kelompok HAM atas buruknya catatan mereka dan semakin berkurangnya kebebasan berbicara di sana.
Rwanda juga dituduh terlibat dalam konflik bersenjata di tetangganya Republik Demokratik Kongo, dengan memberikan dukungan kepada kelompok pemberontak M23.*