Hidayatullah.com – Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika atau LPPOM menekankan pentingnya sertifikasi halal tempat penggilingan daging sebagai upaya memperkuat jaminan produk halal dari hulu ke hilir. Hal ini diungkapkan Direktur Utama LPPOM, Muti Arintawati dalam puncak Festival Syawal 1446 Hijriah di Jakarta.
Mengusung tema “Perkuat Halal dari Hulu melalui Penggilingan Daging Halal”. Kegiatan ini merupakan bentuk komitmen LPPOM dalam mendukung program pemerintah untuk meningkatkan jumlah produksi produk halal di Indonesia. Salah satunya, yakni memfasilitasi sertifikasi halal bagi pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK).
“Penggilingan daging ini menjadi titik krusial. Meski kita punya daging dan bahan halal, kalau menggiling di tempat umum yang tidak bersertifikat, ada risiko tercampurnya dengan daging atau bumbu yang tidak halal,” ujar Muti di tengah kegiatan Festival Syawal LPPOM, di Hotel Gren Alia, Jakarta Pusat, Selasa (06/05/2025).
Muti menegaskan penggilingan daging menjadi titik kritis dalam rantai produksi pangan halal karena mayoritas pelaku usaha kecil, seperti pedagang bakso dan katering, menggunakan jasa penggilingan daging milik umum.
“Titik inilah yang menjadi perhatian LPPOM MUI karena khawatir tercampurnya atau kontaminasi dengan bekas daging tidak halal atau bahan-bahan yang belum jelas kehalalannya,” tutur Muti.
Apalagi sambung Muti, banyak tempat penggilingan daging yang hanya menyediakan layanan pengolahan dan menerima daging dari berbagai pihak, tanpa mengetahui sumber dan kehalalannya. “Karena nanti khawatir dari bahan yang halal menjadi tidak halal,” tegasnya.
Sertifikasi halal tempat penggilingan daging ini memastikan kebersihan alat dan area penggilingan. Jika penggilingan digunakan secara bergantian untuk daging halal dan non-halal, maka alat tersebut sudah tidak steril lagi. Dalam kasus ini, alat tidak boleh digunakan kembali untuk produk halal.
Saat ini, sektor penggilingan daging terbesar dimanfaatkan oleh industri bakso. Umumnya, para pedagang bakso memanfaatkan penggilingan di pasar-pasar tradisional yang belum tersertifikasi halal.
“LPPOM MUI mendorong penguatan sistem halal melalui sertifikasi pada unit-unit jasa penggilingan daging,” ungkapnya.
Untuk diketahui, sepanjang bulan Syawal 2025, LPPOM MUI telah melaksanakan sosialisasi dan edukasi di 21 provinsi yang diikuti oleh sekitar 1.000 peserta. Program fasilitasi sertifikasi halal telah menjangkau 19 provinsi, dengan total 106 jasa penggilingan daging tersertifikasi.
Dari jumlah tersebut, 103 penggilingan daging difasilitasi dalam program khusus, dengan 72 di antaranya merupakan fasilitasi mandiri yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh LPPOM MUI.
Di Provinsi Bangka Belitung, sebanyak 31 jasa penggilingan berhasil mendapatkan sertifikasi halal berkat dukungan Bank Indonesia.
Sementara itu, di DKI Jakarta, tercatat 25 penggilingan dalam proses sertifikasi. LPPOM MUI juga tengah menjalankan proyek percontohan di Bogor dan Makassar, di mana lembaga tersebut mengelola langsung penggilingan halal sebagai model percontohan.
“Kami berharap, penggilingan daging halal bisa menjadi standar nasional untuk mendukung ekosistem halal secara menyeluruh,” kata Muti.
Perwakilan Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso, Lasiman menuturkan para pedagang bakso memerlukan dukungan rantai pasok halal dalam menjamin kualitas bahan makanan.
Ia mengisahkan jauh sebelum ada mesin penggilingan, daging diolah secara manual. Dengan adanya tempat penggilingan daging dan yang telah tersertifikasi halal, akan menjamin kualitas makanan.
“Berbicara tentang penggilingan daging tidak lepas dari bakso. Maka dari itu, saya mendukung percepatan sertifikasi halal, sehingga pada tahun 2026, UU yang akan digulirkan bisa berjalan,” kata Lasiman yang sudah aktif sejak tahun 80 an.*