Hidayatullah.com—Muhammadiyah memandang perempuan dan laki-laki adalah setara. Kesetaraan ini, baik dalam urusan domestik rumah tangga, hingga urusan publik.
Demikian dijelaskan mantan ketua umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (NA), Abidah Muflihati dalam forum International Conference On Women Peace And Harmony 2022 PPNA. Menurut Abidah, di Persyarikatan Muhammadiyah tidak ditemukan unsur yang mendiskreditkan posisi perempuan.
Abidah lalu menjelaskan bahwa pemikiran ini telah resmi sebagai pemikiran Muhammadiyah sebagaimana telah tercatat pada putusan Majelis Tarjih tentang Relasi Laki-laki dan Perempuan. Selanjutnya, Abidah mengulas empat prinsip kesetaraan di tubuh Muhammadiyah sesuai putusan tarjih.
Yang pertama adalah prinsip martabat. “Pertama, laki-laki dan perempuan sama-sama makhluk bermartabat. Punya derajat, hak, kewajiban, yang memang diberikan oleh Allah sehingga tidak boleh yang satu merasa lebih tinggi dari yang lain,” ujarnya.
Kedua prinsip kesetaraan di dalam ibadah. “Meski sama-sama diwajibkan untuk shalat dan puasa, namun perempuan juga memiliki rukhsah (keringanan) atas perbedaan biologis.”
Prinsip kesetaraan ketiga, perempuan dan laki-laki sama-sama mendapatkan pahala dan dosa. “Baik laki-laki dan perempuan ketika melanggar perintah Allah sama-sama mendapat dosa yang sama, tidak akan lebih berat salah satunya seperti apakah kalau laki-laki dan perempuan berbuat dosa, dosanya lebih ringan perempuan. Tidak juga ya,” jelas Abidah dikutip laman Muhammadiyah.
Adapun prinsip keempat terkait kesetaraan, laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki kesempatan beramal shaleh. “Laki-laki dan perempuan berhak melakukan amal shaleh sesuai kapasitas dan kemampuannya. Bahkan dalam peperangan, perempuan dan laki-laki punya kesetaraan meskipun setara tidak harus sama. Setara itu paralel seperti rel kereta api, tidak harus selalu sama,” tegasnya.*