Hidayatullah.com–Jumlah kasus perceraian di Kantor Pengadilan Agama (PA) Banyuwangi pascalebaran meningkat 27 persen, yang biasanya hanya 30 sampai 37 pasangan per hari yang mengajukan gugat cerai, tapi kini bisa mencapai 47 gugatan cerai per hari.
Wakil Panitera PA Banyuwangi, Abdul Hamid meyakini jumlah itu akan terus meningkat seiring banyaknya perkara gugatan cerai yang masuk.
Sejak kantor PA dibuka pascalebaran hingga kini, pemohon cerai terus membeludak di loket tempat pendaftaran. Setiap tahun, angka perceraian di Banyuwangi terus meningkat, katanya.
Peningkatan paling tajam terjadi sejak empat tahun terakhir. Setiap tahunnya, pengajuan cerai meningkat hingga lebih dari 1.000 kasus dengan penyebab didominasi persoalan ekonomi.
Hampir 90 persen pemohon perceraian adalah pasangan muda, yang rata-rata umurnya di bawah 30 tahun. Mereka kebanyakan korban pernikahan di bawah umur, ucapnya.
Selain faktor ekonomi, meningkatnya perceraian karena tingginya pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, terutama tenaga kerja wanita (TKW). Dari sekian kasus perceraian, rata-rata didominasi kaum perempuan yang mengajukan gugatan.
Rata-rata mereka baru datang atau ingin bekerja ke luar negeri, katanya.
Pemicu lain perceraian adalah kasus perselingkuhan dan tidak harmonisnya rumah tangga, sedang sisanya karena korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau ada juga karena poligami.
Data dari Kantor PA Banyuwangi sejak empat tahun terakhir pengajuan perceraian terus melonjak. Tahun 2006, kasus yang masuk mencapai 3.374 kasus, lalu tahun 2007 naik tajam menjadi 3.602 kasus, sedang tahun 2008 melonjak lagi mencapai 5.582 kasus.
Hingga bulan September tahun 2009, pengajuan cerai sudah menembus angka 3.711 kasus.
Tingginya angka perceraian juga melanda kalangan pegawai negeri sipil (PNS). Tahun 2008 tercatat 55 PNS mengajukan gugatan cerai, tahun 2009 tercatat 20 PNS sudah mendaftarkan perceraian. Pemicunya juga beragam yang salah satunya karena orang ketiga.
Rata-rata para PNS mengajukan cerai karena kasus perselingkuhan. Angka perceraian di kalangan PNS Banyuwangi juga tergolong tinggi dibanding Kabupaten lain di Jawa Timur, paparnya.
Tingginya angka perceraian ini membuat majelis hakim kewalahan, karena PA Banyuwangi hanya memiliki delapan majelis hakim, karena minimnya tenaga hakim, sehingga masing-masing hakim harus menangani hingga 60 perkara per hari.
Idealnya, satu majelis hakim hanya menangani 20 perkara, karena itu kami harus bekerja keras, bahkan sidang digelar sampai sore, karena banyanya kasus yang ditangani, katanya.
Sebelum memutuskan perceraian, majelis hakim selalu menempuh upaya mediasi, namun dari sekian kasus yang masuk, hampir 90 persen gagal diupayakan damai.
Seluruh pemohon selalu meminta gugatan perceraiannya dikabulkan oleh pengadilan, ujarnya.
Tingginya angka perceraian menempatkan Banyuwangi berada di urutan pertama di Indonesia. Angka itu dilihat dari persentase jumlah penduduk dengan banyaknya kasus perceraian, katanya.
Setiap bulannya, pengajuan cerai di kantor Pengadilan Agama (PA) mencapai 300 – 400 kasus dari total penduduk Banyuwangi 1,6 juta jiwa. [ant/hidayatullah.com]