Hidayatullah.com- Juru Bicara Majelis Az Zikra, Ustad Ahmad Suhada menyampaikan bahwa persidangan terhadap 34 tersangka kasus Az-Zikra yang digelar di Pengadilan Negeri Cibinong, Rabu (06/05/2015) kemarin merupakan sidang saksi mahkota.
“Sidang saksi mahkota merupakan sidang yang menghadirkan terdakwa sebagai saksi untuk terdakwa lainnya, dan ahmadulillah sidang berjalan lancar,” ujar Suhada kepada wartawan usai persidangan ketiga kasus Az Zikra di depan masjid PN Cibinong, Rabu (06/05/2015).
Lebih lanjut lagi, Suhada mengatakan jika dalam persidangan 8 terdakwa yang menjadi saksi atas 5 orang terdakwa lainnya memberikan pengakuan yang berbeda-beda. [baca: Delapan Tersangka Jadi Saksi Dalam Sidang Ketiga Kasus Az Zikra].
“Bahkan tadi harus sedikit dicecar lebih dahulu hingga akhirnya mereka mengakui beberapa poin, terutama Ade Khomaini yang merupakan salah satu senior penganut Syiah dari 18 terdakwa lainnya yang mengakui dirinya Syiah. Terbukti dari pernyataan dan perkataannya mencla-mencle. Mereka itu semuanya tinggal di Sukahati, Cibinong,” jelas Suhada.
Menurut Suhada, sikap itu merupakan bentuk kebohongan terdakwa saat persidangan berlangsung. Kemunafikan tersebut, lanjutnya, melekat kuat dalam diri para terdakwa.
“Kemunafikan itulah yang disebut dengan taqiyah dan menjadi salah satu ibadah mereka, menyembunyikan, mengingkari, mendustakan mengurangi serta menambah-nambahi kebenaran. Mereka tidak pernah bisa bicara jujur, mencla-mencle, dan putus-putus atau sepenggal-penggal,” ujar Suhada.
Namun, lanjut Suhada, ketika mereka disudutkan dengan kebenaran dari catatan-catakan hasil penyidikan kepolisian, akhirnya mereka terpojok dan mengakui bahwa barusan yang mereka katakan itu berbeda dengan catatan saat penyidikan.
“Saya berharap semua ormas Islam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (Aswaja), Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, serta MUI Kabupaten Bogor khususnya, memperhatikan daerah Cibinong yang saya amati sebagai salah satu basis kelompok Syiah dengan aktifitasnya yang masif, agresif dan bergerak secara sistematis,” demikian Suhada berharap.
Selain itu, Suhada juga berharap jika Pasal 170 itu bisa diterapkan untuk menjatuhkan vonis hukuman kepada seluruh terdakwa hingga sidang berakhir. Secara hukum, lanjutnya, jika itu dilakukan berarti sesuai dengan ketentuan, sebab pengroyokan dan penganiayaan dilakukan para terdakwa.
“Dan pesan buat Hakim, Jaksa, Kajari Bogor serta para Ketua Hakim yang dibagi menjadi tiga bagian, bisa melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia dan karena dasar keimanan sehingga dalam menetapkan vonis hukuman bisa bersikap objektif, adil serta semata-mata merupakan bentuk pengabdian mereka kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala,” pungkas Suhada.*