Dalam buku ‘Menggagas Fikih Sosial’, KH Ali Yafie menegaskan hal ini supaya fikih tidak terjebak hanya pada ibadah mahdah
oleh: Rudi Ahmad Suryadi
Hidayatullah.com | INDONESIA kehilangan salah satu ulama besar telah wafat dipanggil oleh Allah Swt. KH Ali Yafie menghembuskan nafas terakhir pada Sabtu 25 Februari 2022 sekitar pukul 22.15.
KH Ali Yafie wafat di usia Almarhum adalah Rais ‘Aam PBNU tahun 1991-1992 dan Ketua Umum MUI Tahun 1998-2000. Kiprah pengabdian dan keilmuannya mengakar dan dikenal oleh masyarakat muslim Indonesia juga dunia.
Selain Kiai, ia pun menonjol dalam intelektual.
Ia tercatat pernah menjadi Rektor Institut Ilmu al-Qur’an (IIS) setelah Prof. Ibrahim Hosen dan dilanjut oleh Dr Ahsin Sakho. KH Ali Yafie adalah ulama fikih/hukum Islam, profesor, politikus, hakim, birokrat, dosen, dan akademisi.
Gagasan keilmuannya cukup banyak dilontarkan dan ditulis. Beliau termasuk ulama yang produktif. Tercatat beberapa buku pernah ditulis olehnya. Tercatat 4 karya yang terkenal.
- Menggagas Fikih Sosial: dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi hingga Ukhuwah (1995), diterbitkan oleh Penerbit Mizan, Bandung.
- Teologi Sosial: Telaah Kritis Persoalan Agama dan Kemanusiaan (1997). Buku ini dicetak oleh LKPSM, Yogyakarta.
- Wacana Baru Fiqih Sosial: 70 Tahun KH Ali Yafie (1997). Buku ini disunting oleh Jamal D Rahman. Peluncuran bertepatan dengan Peringatan 70 Tahun Kiai Ali Yafie yang berisi kumpulan tulisan dari para ulama, cendekiawan, politisi, pejabat, dan pengusaha.
- Beragama Secara Praktis agar Hidup Lebih Bermakna (2002). Buku diterbitkan oleh Penerbit Hikmah, Jakarta. Buku ini memuat tentang sebuah penafsiran terhadap ajaran agama yang menjadi salah satu kunci penyebab agama selalu menemukan hubungan dan kesesuaiannya. Buku ini salah satu bentuk tanggapan seorang ulama terhadap beragam perkembangan sosial.
Mungkin masih banyak gagasan beliau yang belum terpublikasikan. Atau belum ditemukan catatannya. Namun, kiprah pengabdian dan keilmuannya tak lekang oleh zaman.
Substansi Fikih Sosial ala KH Ali Yafie
Fikih menjadi kajian keislaman yang populer. Di dalamnya dibahas beragam aturan hidup yang mengarahkan manusia menjadi baik.
Dari segi bahasa, fikih berarti pemahaman yang mendalam. Sementara secara istilah fikih adalah ilmu yang membahas tentang hukum syariat yang diambil dari dalil yang terperinci (Ashiddiqi, 1999).
Para ulama telah lebih dahulu membagi beberapa kajian fikih. Pembagiannya mengarah pada fikih ibadah, muamalah, pernikahan, warisan, politik, pidana, tata negara, dan hubungan internasional. Pembagian ini perluasan dari bagian fikih yang awalnya hanya empat, yaitu ibadah, muamalah, munakahat, dan mawaris. Ini pun menurut sebagian ulama.
Dari bagian-bagian ini diturunkan berbagai kajian. Selain dari pembagian ini, nampaknya fikih sosial menjadi hal penting yang diperhatikan oleh Ali Yafie. Sebab, fikih sosial memiliki varians perilaku yang beragam, bukan hanya muamalah atau transaksi ekonomi. Bisa jadi, fikih sosial memiliki kajian yang lebih banyak daripada fikih ibadah.
Dalam pandangan Ali Yafie, permasalahan sosial dan kebijakan pemerintahan menjadi bagian dalam fikih sosial. Dalam buku Menggagas Fikih Sosial, Ali Yafie menyajikan dan merumuskan ulang materi fikih produk ulama klasik. Materi tersebut dalam pandangannya butuh arah pemahaman yang berdimensi sosial. Ali Yafie menegaskan hal ini supaya fikih tidak terjebak hanya pada ibadah mahdah.
Adaptabilitas dan fleksibilitas dalam memahami perubahan sosial mendorongnya untuk terus memperhatikan perubahan tersebut. Rumusan fikih sosialnya lebih mengedapankan semangat sosial tanpa mengurangi substansi ajaran Islam.
Ali Yafie memperhatikan pentingnya perluasan pemahaman agama yang berdimensi sosial. Hal ini dikuatkan oleh asumsi yang menurutnya agama adalah rahmat.
Islam sebagai agama rahmat dapat menyentuh isu kontemporer yang global, misalnya pada perdagangan bebas, hubungan sosial dengan lingkungan, dan sikap fukaha dalam berijtihad.
Mahsun Fuad dalam Hukum Islam Indonesia: Dari Nalar Partisipatoris Hingga Emansipatoris (2005)menuturkan bahwa sumbangan pemikiran Ali Yafie yang fokus pada pengembangan kajian fikih sosial tidak melupakan khazanah fikih klasik.
Menurutnya, Ali Yafie berupaya melakukan harmonisasi antara fikih klasik dengan perkembangan masa kini sehingga terbangun langkah yang bijaksana dalam pengembangan fikih.
Peranan harmonisasi ini agak wajar, karena Ali Yafie banyak terlibat dalam penentuan hukum Islam dengan lebih moderat. Beliau mengaktualisasikan nilai fikih yang selaras dengan tuntuan makna sosial yang berkembang.
Aktualisasi ini dikembangkan untuk memecahkan persoalan yang sedang terjadi. Hal ini pernah diungkap oleh Budhy Munawar Rahman dalam Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (1994).
Fikih sosial yang dicetus oleh Ali Yafie menjadi pengembangan fikih di tengah masyarakat Indonesia yang sedang membangun. Ali Yafie seolah ingin menegaskan upaya objektifikasi ajaran Islam yang diwujudkan secara realistis. Sehingga, umat Islam dapat memahami dan mengamalkan ajaran Islam sesuatu dengan hakikat syariah, yaitu membangun kemaslahatan dalam kehidupan.
Fikih sosial yang digagas oleh Ali Yafie menjadi produk berfikir adaptif dalam fikih. Corak fikih klasik tidak diabaikan atau ditinggalkan. Yang dirumuskan ulang olehnya adalah memberikan sentuhan spirit sosial dalam naungan kemaslahatan fikih untuk memberikan solusi dalam kehidupan sosial. Wallahu A’lam.*