Hidayatullah.com – Iran, pada malam 1 Oktober, melancarkan serangan terbesarnya ke Israel dengan menembakkan 180 rudal balistik, termasuk Fattah-2, yang sebagian berhasil menembus pertahanan udara Iron Dome. Meski sebagian besar dilaporkan berhasil dicegat oleh pertahanan anti-rudal yang dioperasikan oleh Israel, Amerika Serikat, dan Yordania. Serangan ini semakin memperpanas situasi Timur Tengah yang membara sejak tahun lalu.
Kemampuan rudal balistik hipersonik Iran
Iran memiliki ribuan rudal balistik dan rudal jelajah dengan jangkauan yang berbeda-beda. Menurut laporan tahun 2021 oleh Proyek Ancaman Rudal di Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS), Jenderal Angkatan Udara AS Kenneth McKenzie menyatakan pada tahun 2023 bahwa Iran memiliki “lebih dari 3.000” rudal balistik.
Dalam serangan terbarunya, Iran mengerahkan Fattah-1 yang oleh media disebut-sebut sebagai rudal hipersonik yang mampu melesat dengan kecepatan Mach 5 (sekitar 3.800 mph atau 6.100 km/jam).
Apa itu rudal hipersonik?
Rudal hipersonik diklasifikasikan sebagai proyektil yang melaju dengan kecepatan setidaknya Mach 5, yang berarti lima kali kecepatan suara – sekitar 1,7 kilometer (1,05 mil) per detik atau 6.174 kilometer (3.836 mil) per jam.
Meskipun beberapa rudal balistik dapat mencapai kecepatan ini, rudal hipersonik terbilang luar biasa karena kemampuannya untuk bermanuver secara tak terduga setelah kembali memasuki atmosfer Bumi. Hal ini membuat rudal hipersonik jauh lebih sulit untuk dideteksi dengan sistem radar dan lebih sukar untuk dicegat dengan teknologi pertahanan yang ada.
Rudal Fattah
Rudal hipersonik Iran, Fattah, dilaporkan memiliki jangkauan 1.400 kilometer (870 mil) dan dapat melesat hingga kecepatan Mach 15 (5,1 kilometer atau 3,2 mil per detik) sebelum mencapai targetnya.
Rudal Fattah, yang dikembangkan oleh Iran, memiliki corong tambahan yang dapat digerakkan dan propelan padat untuk meningkatkan kemampuan manuver di dalam dan di luar atmosfer. Para komandan senior dari Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) menegaskan bahwa tidak ada sistem pertahanan rudal yang dapat menandingi Fattah, yang mereka klaim merupakan “lompatan generasi” dalam teknologi rudal, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan Iran.
Rudal Fattah-2
Fattah-2, yang dilepaskan dalam serangan Iran 1 Oktober, ditenagai oleh mesin bahan bakar padat berbentuk bola dan memiliki perangkat re-entry dengan bahan bakar hidrazin untuk akselerasi dan kemampuan manuver, yang memungkinkan kemudi tepat selama re-entry.
Re-entry dalam konteks ini merupakan sebuah pergerakan objek dari luar angkasa ke dalam dan melalui gas atmosfer planet Bumi.
Setelah serangan 1 Oktober, Garda Revolusi Iran mengklaim tingkat keberhasilan rudal mereka menuju target mencapai 90 persen, tetapi “Israel” dan Amerika Serikat melaporkan bahwa pasukan mereka berkolaborasi untuk mencegat dan menembak jatuh sebagian besar rudal yang diluncurkan Iran.
Perkembangan rudal hipersonik
Banyak negara secara aktif mengembangkan senjata hipersonik untuk mendapatkan keunggulan militer, meskipun mereka menghadapi tantangan teknis yang signifikan. Misalnya, suhu ekstrem yang dihasilkan oleh gesekan atmosfer dan partikel super panas yang mengelilingi rudal mempersulit komunikasi radio.
Rusia memimpin
Sejauh ini, Rusia dan China telah memamerkan berbagai senjata hipersonik, dengan Rusia menjadi satu-satunya negara yang dikonfirmasi telah menggunakannya dalam pertempuran. Amerika Serikat telah melakukan uji coba namun masih tertinggal dari para pesaingnya.
Rudal Fattah-1 Iran memiliki jangkauan 1.400 kilometer (870 mil) dan dapat mencapai kecepatan hingga Mach 15 (5,1 km atau 3,2 mil per detik). Rudal ini memiliki nosel sekunder yang dapat digerakkan dan propelan padat, sehingga meningkatkan kemampuan manuvernya dan konon memungkinkannya untuk menghindari sistem pertahanan rudal.