KASUS Covid-19 yang disebabkan oleh infeksi virus corona jenis baru masih terus bertambah. Penyebaran dan penularan virus corona di dunia termasuk Indonesia masih terus terjadi. Angka kasus masih bertambah setiap hari.
Dampak dari pandemi ini tidak hanya berpengaruh pada sektor kesehatan saja. Sektor ekonomi termasuk salah satu sektor yang terdampak langsung oleh persebaran penyakit ini.
Khususnya perdagangan, kinerja industri manufaktur dan jasa. Krisis ekonomi seolah menganga di depan mata.
Menurut Sri Mulyani, Menteri Keuangan Indonesia, jumlah pekerja yang dirumahkan, terutama dari bulan April mencapai 1,24 juta pekerja dari sektor formal. Di sektor informal, mencapai sekitar 265 ribu pekerja informal, dan masih akan terus diperbarui. Sebagaimana dirilis situs Liputan6.com, 17 April 2020 lalu.
Dalam situasi seperti ini, masih adakah orang yang tetap berbaik hati, menyalurkan sebagian rezekinya, yang bisa jadi, juga berkurang akibat pandemi?
Seorang amil lembaga zakat di daerah Ngawi, Agus Setiyobudi, menuturkan bahwa dalam kondisi wabah ini muncul perasaan keragu-raguan apakah muzakki (orang yang menyalurkan zakat) ataupun donator yang setiap bulan rutin menyalurkan sebagian hartanya sebagai ibadah zakat ataupun infak, akan tetap bertahan? Apakah rumah mereka masih bersedia dikunjungi amil untuk layanan jemput zakat atau infaknya?
Karena mengingat situasi wabah ini mengharuskan setiap orang menjaga jarak fisik (physical distancing) dan juga ancaman krisis ekonomi, keraguan itu wajar adanya.
Keraguan pun terjawab dengan masih banyak donator yang dengan senang hati menyalurkan infaknya, mempersilakan petugas amil untuk masuk ke rumahnya, karena kondisi daerah tidak masuk zona merah, tentunya dengan segala tindakan pencegahan penularan virus corona. Tidak berjabat tangan, menjaga jarak duduk dengan muzakki, memakai masker, menggunakan hand sanitizer atau cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum masuk rumahnya.
Selain dipersilakan masuk rumah, petugas amil zakat juga masih disambut dengan ramah, ngobrol tentang kondisi kekinian, termasuk wabah virus corona. Bahkan disuguhi minuman maupun makanan.
Muzakki lain juga menanti kedatangan pejuang zakat ini, “Mas kok belum diambil (ke rumah, red) infaknya? Meskipun ada corona, in sya Allah, saya tetap mau berinfak, ” pesan seorang muzakki, melalui ponsel petugas Amil BMH itu.
Seolah tak berpengaruh dengan adanya pandemi ini, para muzakki di Ngawi tetap menyalurkan zakat, infak, dan sedekahnya meski dalam kondisi di tengah wabah.
Dengan kebiasaan rutin berinfak, mereka seakan merasakan kenikmatan. Seakan tidak nyaman jika dana yang disisihkan untuk zakat atau infak tak tersalurkan.
“Ketika saya memperoleh rezeki, kalau ndak segera disalurkan, kayak ada beban, Mas. Meski kondisi seperti ini (terjadi wabah virus corona, red) tetap diambil awal bulan ya biar segera bisa disalurkan kepada yang menerima, ” pinta seorang muzakki lainnya kepada petugas amil zakat.
Keistiqamahan para muzakki tetap menyalurkan sebagian rezekinya di tengah pandemi, bukti bahwa berbagi itu indah. Berbagi itu memberi kenikmatan tersendiri secara psikologi. Berbagi itu melegakan.
Dalam sejarah Islam, tercatat nama seorang sahabat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yang terkenal akan kedermawanannya. Ia termasuk Sahabat Nabi yang masuk golongan mendapat kabar sebagai penghuni surga ketika ia masih hidup. Ia adalah sahabat Abdurrahman bin Auf.
Peristiwa dahsyat dari Sahabat Abdurrahman bin Auf yang masyhur adalah ia menginfakkan 700 unta beserta barang dagangan yang dibawa unta-unta tersebut, saat mendengar dari Sahabat lain tentang ucapan Bunda Aisyah, Ummul Mukminin, yang mengingat sabda Rasulullah bahwa Abdurrahman bin Auf akan masuk surga dengan merangkak.
Ini hanya secuil peristiwa dahsyat Abdurrahman bin Auf, saudagar kaya raya, merebut kekuasaan dunia demi akhirat. Ia menginfakkan kekayaanya secara totalitas, sembunyi atau terang-terangan dengan senang hati dan penuh keikhlasan.
Sahabat Abdurrahman bin Auf menjadi tauladan bagi para dermawan, tentu kisahnya mengilhami semangat berbagi hingga saat ini. Khususnya bagi kaum Muslimin yang menyalurkan sebagian rezekinya baik berupa zakat, infak ataupun sedekah dan wakaf.
Kenikmatan berbagi secara duniawi bisa terasa secara psikologis. Merasa lega, nyaman dan senang karena bisa berbagi. Apalagi saat wabah seperti ini. Banyak yang membutuhkan. Namun kenikmatan yang hakiki dari berbagi sesungguhnya adalah balasan di akhirat nanti.
Tentunya Allah Subhanahu Wata’ala Yang Maha Mengasihi yang akan membalas setiap amal shaleh dari hamba yang beriman kepada-Nya. Sekecil apapun kebaikannya pasti akan mendapat balasannya (pahala). Allah Subhanahu Wata’ala juga yang akan memudahkan jalan menuju kebahagiaan bagi hamba yang gemar berbagi dan bertaqwa. Inilah kenikmatan haqiqi dari berbagi.
“Maka barangsiapa memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa. Dan membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (surga), maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan). Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak perlu pertolongan Allah), serta mendustakan (pahala) yang terbaik, maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kesukaran (kesengsaraan).” (QS. Al-Lail : 5-10).*
Galih Pratama Yoga | Ketua Pengurus Daerah Pemuda Hidayatullah Ngawi