Oleh Bahrul Ulum
سَيَكُوْنُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ شُرْطَةٌ يَغْدُوْنَ فِـي غَضَبِ اللهِ، وَيَرُوْحُوْنَ فيِ شَخَطِ اللهِ، فَإِيَّاكَ أَنْ تَكُوْنَ مِنْ بِطَانَتِهِمْ
“Akan ada di akhir zaman para penegak hukum yang pergi dengan kemurkaan Allah dan kembali dengan kemurkaan Allah, maka hati-hatilah engkau agar tidak menjadi kelompok mereka.” (Riwayat Thabrani dan Ahmad, sanadnya sahih menurut Ibnu Hajar).
Muqadimah
Hidayatullah.com–Nasional Publik Interest Lawyer Network (Pilnet) Indonesia, merilis penilaian umum masyarakat mengenai penegakan hukum di Indonesia mengalami degredasi yang cukup tajam. Hal ini di antaranya disebabkan aparat penegak hukum dalam kadar tertentu dianggap menjadi alat (tools) bagi kekuasaan untuk menekan kritik dan lawan politik dengan menggunakan perangkat hukum. Mereka memanfaatkan posisinya untuk melemahkan siapapun yang dianggap mengkritik penguasa, meski kritik itu benar adanya.
Jika penilaian tersebut betul, berarti penegakan hukum yang benar masih belum terjadi di negeri ini. Padahal hal tersebut merupakan dasar dan bukti bagi sebuah negara supaya disebut negara hukum (‘rechtsstaat’).
Hukum dibuat untuk memberikan kepastian hukum, melindungi dan mengayomi serta memberikan rasa keadilan bagi warga negara. Ini artinya, penegakan supremasi hukum adalah keniscayaan. Tegaknya supremasi hukum akan melahirkan suatu kepastian. Kepastian tentang yang benar (al-haq) dan mana yang salah (al-bathil). Karenanya Islam secara khusus memperingatkan para penegak hukum agar benar-benar menjaga amanah yang diembannya dan tidak berbuat seenaknya.
Makna Hadits
Para ulama menjelaskan yang dimaksud dengan “syurath” yaitu penegak hukum yang di pagi hari mereka menyakiti masyarakat dan menakut-nakuti serta tidak ada belas kasihan sama sekali, karena itulah mereka dimurkai Allah. Sedangkan pada sore hari, mereka memikirkan apa yang tidak diridhai Allah, berupa teror dan menyakiti umat (Ali bin Sulthan, Mirqaat al-Mafaatiih, VI/2301).
Akibat perbuatan tersebut, masyarakat semakin menderita karena hukum hanya ditegakkan untuk rakyat kecil namun tidak berlaku pada orang-orang terpandang dan penguasa. Hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Hadits di atas sebagai isyarat bahwa di akhir jaman tidak sedikit penegak hukum yang menyokong dan saling bahu-membahu membela dan melindungi seseorang atau kelompok yang salah. Tentu tanpa mengingkari adanya penegak hukum yang adil, jujur dan tidak berbuat aniaya.
Para penegak hukum dimurkai Allah dikarenakan perbuatan mereka sendiri. Menghukum secara sepihak dan membahagiakan penguasa dan orang kaya meski jelas salah dalam sebuah perkara.
Karenanya Allah menegaskan jika mengadili seseorang hendaknya dilakukan dengan hukuman yang adil (An-Nisa[4]: 58).
Dalam ayat ini tidak dikatakan hukumlah sesuai dengan hukum. Karena banyak hukum, aturan, undang-undang yang tidak adil. Dengan demikian Allah SWT sudah memberikan peringatan, perintah penegakan hukum bukan sekadar menegakkan hukum. Tetapi hukum yang berintikan keadilan. Dan hal ini bisa dilakukan oleh penegak hukum.
Keadilan menuntut kejujuran dan objektivitas, artinya tidak berpihak kecuali kepada kebenaran dan rasa keadilan itu sendiri. Berkaitan dengan penegakan hukum, Rasulullah SAW berpesan secara khusus kepada penegak hukum agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan benar.
إن الله مع القاضي ما لم يجر ، فإذا جار تخلى عنه ولزمه الشيطان
“Sesungguhnya Allah bersama seorang hakim selama dia tidak zalim. Jika dia zalim, maka Allah tinggalkan dan dia didekati setan.” (HR. Tirmizi, Ibnu Majah)
Ancaman Neraka
Jika para penegak hukum berbuat dzalim dan tidak adil berarti alamat sebuah bangsa menuju kehancuran. Rasulullah SAW pernah memberikan sebuah pesan kepada keluarga Bani Mahzum. Dikisahkan, seorang wanita Bani Mahzum, salah satu kelompok yang sangat terpandang dari etnis Quraisy, kedapatan mencuri. Untuk menutupi aib dan rasa malu, para pemuka Bani Mahzum meminta tolong Usamah yang tergolong dekat dengan Nabi Muhammad SAW agar melakukan pendekatan kepada beliau. Ternyata, Usamah gagal total. Nabi langsung menghardik dan memberi peringatan keras kepadanya. “Apakah kamu mau menyuap (korupsi) soal hukum (ketentuan) dari undang-undang Allah?” tegurnya.
Dalam kesempatan itu pula, Nabi SAW langsung naik ke atas mimbar dan memberikan peringatan.
يا أيها الناس، إنما هلك الذين من قبلكم أنهم كانوا إذا سرق فيهم الشريف تركواه، وإذا سرق فيهم الضعيف أقاموا عليه الحد. وايم الله، لو أن فاطمة بنت محمد سرقت، لقطعت يده
“Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah, apabila seorang bangsawan mencuri, mereka biarkan, tetapi bila ada orang lemah dan miskin mencuri, mereka tegakkan hukuman kepadanya. Demi Allah, andaikan Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya.” (HR: Ibnu Majah)
Hadits ini sebagai peringatan bagi para penegak hukum agar berbuat adil dalam menjalankan tugasnya. Penegakan hukum saja tidaklah cukup tanpa tegaknya keadilan. Oleh sebab itu, setiap orang beriman diberi tangungjawab sebagai penegak keadilan di muka bumi ini. Allah menegaskan dalam firman-Nya,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ بِٱلْقِسْطِ شُهَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمْ أَوِ ٱلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ ۚ إِن يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَٱللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلْهَوَىٰٓ أَن تَعْدِلُوا۟ ۚ وَإِن تَلْوُۥٓا۟ أَوْ تُعْرِضُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kerabatmu. Jika itu kaya atau miskin, Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena menyimpang dari kebenaran. Dan, jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (an-Nisa [4]: 135).
Sebaliknya, ancaman yang berat bagi para penegak hukum yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Apalagi sampai mereka menjadi kaki tangan atau pembela penguasa yang dzalim.
Disebutkan bahwa kelak ada dua kaum yang belum pernah dilihat oleh Rasulullah yang mana keduanya merupakan ahli neraka.
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّـارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَـرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ
“Ada dua kelompok dari penghuni neraka yang belum pernah aku lihat; salah satu yaitu kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi, dengannya mereka mencambuk manusia….”(Riwayat Muslim).
Menurut Imam An-Nawawi orang-orang yang membawa cambuk adalah pengawal-pengawal penguasa yang berbuat kezhaliman.(Sharh Sahih Muslim, hal.190).
Semoga negeri ini dijauhkan dari para penegak hukum seperti itu dan kita tidak menjadikan mereka sebagai teman. Hidayatullah.com