Oleh: Fadh Ahmad Arifan
BARU-BARU ini, keluarga besar Universitas Islam Negeri (UIN) Malang sedang dirundung duka. Pasalnya salah satu dosen seniornya telah wafat. Dosen senior yang saya maksud adalah Prof Dr Muhaimin MA.
Sewaktu saya menuntut ilmu di jurusan Studi Islam UIN Malang, Dr Muhaimin adalah direktur pascasarjana UIN Malang. Sayangnya hingga lulus kuliah di UIN Malang, saya belum pernah diajar oleh almarhum. Akan tetapi dalam beberapa kesempatan, saya bisa menyelami pemikiran-pemikirannnya melalui buku-buku, jurnal, kuliah tamu dan seminar dimana almarhum menjadi narasumber.
Penting diingat, di UIN Malang ini bukan hanya Prof Imam suprayogo saja yang punya kontribusi besar. Prof Muhaimin saya pikir juga punya kontribusi yang tidak kecil. Bila Imam suprayogo lebih pada leadership dan pengembangan fisik kampus UIN Malang, maka Prof Muhaimin pada tataran konseptual khususnya di bidang pendidikan Islam. Boleh dikata, Prof Muhaimin cocoknya menjadi filosof pendidikan di lingkungan UIN Malang daripada mengurusi hal-hal yang sifatnya administratif. Bukankah sebagian dosen disini profuktifiktasnya dalam menulis buku maupun makalah makin menurun bila dia menjabat posisi tertentu.
Almarhum lahir pada 11 Desember 1956 di Lumajang. Meraih gelar doktor di IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta dengan disertasi berjudul, “Filsafat pendidikan Islam Indonesia: suatu kajian Tipologis”. Kesuksesan dan nama besar seseorang adalah perjalanan/proses panjang, biasanya dirintis dari bawah. Meniti karir dari bawah dengan menjadi pegawai harian di fakultas Tarbiyah, Kasi pengajaran pada fakultas Tarbiyah hingga tahun 1987 dan diangkat sebagai dosen tetap di STAIN Malang sejak tahun 1985. Pernah diawal tahun 1990-an menjadi Kepala sekolah di MA Darut tauhid kota Malang. Selanjutnya pada 1998-2004 menjabat sebagai Pembatu Ketua I di STAIN Malang. Dari 2005-2007 menjadi pembantu Rektor II UIN Malang. Sejak tahun 2008 menjadi penguji tamu di jenjang doktoral Universitas Malaya, Kuala lumpur-Malaysia. Inilah jalan panjang yang dilalui almarhum sebelum menjadi sosok yang sukses.
Sebatas informasi yang saya miliki, almarhum hingga akhir hayatnya telah menulis lebih dari 18 buku. Sebagian dari buku-buku tersebut terbit di penerbit nasional seperti. Lebih dari 180 makalah yang telah dipresentasikan di berbagai forum ilmiah. Selain itu, 13 diktat kuliah dan 30 artikel yang tersebar di Koran maupun majalah. Karya-karya yang dihasilkan oleh almarhum tak lepas dari beberapa tokoh yang telah menginspirasinya, seperti Prof Noeng Muhadjir, Prof Mastuhu, Prof Malik fajar, dan M. Quraish shihab (sumber: skripsi Afdhol Abdul Hanaf, UIN Yogyakarta, 2014, hal 30-32)
Beralih ke pemikiran Prof Muhaimin dalam pendidikan agama Islam (PAI). Almarhum melihat PAI di sekolah dalam 2 sudut pandang: PAI sebagai aktivitas dan PAI sebagai fenomena. PAI sebagai aktivitas artinya berupaya secara sadar dirancang membantu seseorang atau kelompok dalam mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup, keterampilan hidup dan sikap sosial berdasarkan ajaran Islam. Sementara PAI sebagai fenomena merupakan peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih dan atau penciptaan suasana yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup yang bernafaskan ajaran atau nilai-nilai Islam (Afdhol, hal 19)
Almarhum juga mendapati bahwa PAI di sekolah kurang berhasil (untuk tidak mengatakan “gagal”) dalam menggarap sikap dan perilaku keberagamaan peserta didik serta membangun moral dan etika bangsa. Bermacam-macam argumen yang dikemukakan untuk memperkuat statemen tersebut, antara lain adanya indikator-indikator kelemahan yang melekat pada pelaksanaan pendidikan agama di sekolah, yang dapat diindentifikasi sebagai berikut:
1) PAI kurang bisa mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi ”makna” dan “nilai” atau kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai keagamaan yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik.
2) PAI kurang dapat berjalan bersama dan bekerja sama dengan program-program pendidikan non-agama.
3) PAI kurang mempunyai relevansi terhadap perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat atau kurang ilustrasi konteks sosial budaya, dan/atau bersifat statis dan lepas dari sejarah, sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian (Muhaimin, Pengembangan Budaya Agama Dalam Komunitas Sekolah, Depdiknas Jakarta tahun 2006).
Di samping persoalan PAI, Prof Muhaimin menyinggung peran kepala sekolah dalam peningkatan mutu sekolah. Dalam kata pengantar untuk bukunya Dr. Mulyadi, almarhum berpendapat, sukses atau tidaknya sekolah dalam mencapai prestasi tertentu banyak dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan/manajemen kepala sekolah. Secara keseluruhan perbaikan sistem sekolah ini akan dapat terlaksana jika kepala sekolah sebagai pemimpin dan manajer menyadari fungsi dan tanggung jawabnya.
“Pengembangan budaya mutu (quality culture) di sekolah bukanlah sesuatu yang bersifat instan dan terjadi begitu saja, tetapi melalui proses perjuangan yang relatif panjang dengan berbagai tantangan dan bahkan resistensi yang dihadapi. Untuk pengembangan budaya mutu harus dimulai dari kemauan dan kemampuan kepala sekolah bersama staf dan stakeholders dalam melakukan school review secara cermat dan obyektif.” Tulis almarhum di pengantar buku “Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam mengembangkan budaya mutu” karya Dr Mulyadi.
Sebelum menutup tulisan ini, dalam ingatan saya, almarhum punya secercah harapan terutama bagi lulusan jurusan Tarbiyah dan keguruan. Dalam kuliah umum “Pengembangan PAI pasca Moratorium K-13”, 10 Desember 2014, almarhum berpesan begini: Idealnya sistem pendidikan kita visinya menyiapkan lulusan yang memiliki kompetensi di ASEAN. Masih kata almarhum, “lulusan yang dikatakan sukses di masa depan adalah mereka yang bisa beradaptasi di lintas budaya dan Negara”.
Harapan yang dilontarkan almarhum saya lihat terkait dengan mulai digulirkannya Masyarakat ekonomi ASEAN/MEA. Suka atau tidak suka lulusan Perguruan tinggi Negeri maupun Swasta harus siap bersaing dengan warga asing. Selamat jalan Prof Dr Muhaimin, Terima kasih atas semua ilmu yang telah anda berikan untuk kami semua. Wallahu’allam.*
Alumni jurusan studi Islam di Pascasarjana UIN Malang