Oleh: Hamid Fahmy Zarkasyi
Pendidikan dan kualitas sumber daya manusia mempunyai kaitan yang erat dengan kemakmuran ekonomi suatu negara. Nalar ini dapat dibuktikan dari perbandingan kualitas perguruan tinggi di Negara-negara Barat dan di Negara-negara dunia ketiga.
Menurut Ranking Web of Universities dari Webometrics (Februari 2015), Universitas terbaik dunia ternyata berada di negara-negara Barat. Sebut misalnya Universitas Harvard, Institute Teknologi Massachusset, Universitas Cornell, Universitas Michigan, Universitas Stanford dan lain-lain adalah ranking universitas teratas di dunia.
Universitas di dunia Islam menduduki ranking jauh dibawah itu semua. Dalam sebuah survei ditemukan bahwa di dunia Islam hanya terdapat 5 universitas terbaik di dunia. Empat diantaranya berada di Turki dan 1 universitas berada di Saudi Arabia.
Sementara di Indonesia ranking yang terbaik yaitu Universitas Gajah Mada yang menempati ranking ke 414 dunia. Sedangkan universitas Indonesia (ranking 532), Institut Teknologi Banding (622) Institut Pertanian Bogor (ranking 813) dan seterusnya.
Akibat dari kondisi ini dunia Islam yang memiliki jumlah penduduk 16% dari penduduk dunia ini hanya mampu menghasilkan 6.9% karya Ilmiah, dan hanya dapat mengekspor 3.3% produk teknologinya. Maka wajar jika income per kapita Amerika US$ 51.749 dua puluh kali lipat income per kapita Indonesia yang hanya US$ 2.750, atau lima kali lipat Malaysia yang hanya US$ 10,432, atau sepuluh kali lipat Thailand US$ 5.480. Begitu jauh perbedaannya.
Forum Rektor
Kondisi ini mungkin yang mendorong Pemerintah Turki melalui Majelis Pendidikan Tinggi Turki untuk mengadakan acara Vice Chancellors’ Forum on Universities in the Islamic World. Acara yang diadakan pada tanggal 26-27 Juli 2017 di Ankara ini bertema Forming The Higher Education Area in the Islamic World.
Forum Rektor ini diikuti oleh 350 universitas dari 75 negara dan dibuka oleh Presiden Recep Tayyib Erdogan sendiri di istananya.
“Dunia Islam saat ini mengalami berbagai persoalan dan perpecahan. Universitas-universitas di negara-negara Islam mempunyai peran dan kapasitas untuk memberikan solusi bagi persoalan-persoalan tersebut,” ujar Erdogan dalam pembukaan.
Direktur Majelis Pendidikan Tinggi Turki Prof.Dr. M.A. Yekta Saraç dalam pidatonya menyatakan bahwa Majelis yang dipimpinnnya mempunyai motto “Stronger Turki”, yang bermakna ‘kita menjadi kuat karena harus tahu masalah dan tahu bagaimana menyelesaikannya’.
Demikian pula Negara-negara Islam harus mempunyai langkah yang kuat (stronger step) untuk meningkatkan peran sentral universitas agar lebih efektif lagi dalam menyiapkan generasi muda.
Prof. Yekta mengingatkan bahwa dalam sejarahnya sains Islam merupakan tulung punggung sejarah sains dunia. Pusat-pusat kajian sains dari Baghdad ke Basra, dari Qordoba ke Urfa; dari Isfahan dan Samarkand ke Mesir saling berhubungan dan bekerjasama sepanjang sejarah.
Setiap langkah perkembangan dalam dunia sains didukung oleh seluruh dunia Islam dan memberikan kemakmuran dunia Islam pula. Demikian pula ketika sains dunia Islam mundur, semua kawasan geografis dunia Islam pun ikut merasakan kemundurannya. Ini berarti bahwa sekarang waktunya kita memperkuat dunia Islam dengan sains dan akademisi yang kuat, khususnya untuk perkembangan ekonomi dan teknologi di dunia Islam bagi kesejahteraan umat di dunia Islam.
Baca: Rektor Universitas Imam Arab Saudi Resmikan Kampus LIPIA
Untuk meralisasikan ini, pertama-tama kita harus menghilangkan batas-batas antara perguruan tinggi satu negara dengan negara lain. Artinya pendidikan tinggi di setiap Negara Islam harus saling menjalin jaringan kerja yang kuat dan bekerjasama dalam berbagai bentuk (networking).
Isu-isu penting
Tema yang dibahas dalam forum dua hari itu terdiri dari empat. Pertama adalahQuality Framework and Quality Assurance. Ini di Indonesia dikenal dengan standard akreditasi yang di universitas di kelola oleh Lembaga Penjamin Mutu. Di sini Kedua,adalah Credit Transfer and Mobility. Ini adalah kerjasama akademik dimana mahasiswa semester tertentu dari satu universitas di Negara-negara Islam dapat pindah ke universitas di Negara Islam lain tanpa kehilangan SKS nya.
Ketiga, adalah Quality Assurance Agencies and Recognition & Equavalency. Ini pengakuan terhadap akreditasi satu universitas di satu negara dengan akreditasi di negara lain. Keempat, adalah joint dual/double Degree Program. Joint programartinya satu mahasiswa semester tertentu di suatu Negara Islam dapat kuliah satu dua semester di luar negeri dan mendapatkan nilai dari kuliah tersebut. Double degree artinya mahasiswa suatu universitas dapat kuliah di universitas lain untuk beberapa semester dan mendapatkan dari universitas tersebut dan universitas asalnya. Program seperti ini sudah dipraktekkan oleh Negara-negara yang tergabung di uni Eropa yang disebut Erasmus.
Dari keempat tema bahasan tersebut beberapa isu muncul. Dalam masalah quality assurance ternyata pengalaman Indonesia dan Malaysia lebih maju ketimbang Negara-negara yang hadir.
Universitas-universitas di Turki telah banyak yang mengikuti Qualifikasi Perguruan Tinggi Eropa (Qualification of European Higher Education Area (QF-EHEA) dan diantaranya menjadi anggota yang disebut Bologna Process. Selain itu universitas-universitas terkemuka di Turki juga telah mengikuti European Qualification for Lifelong Learning (EQF-LLL), dimana kompetensi output didefinisikan dengan jelas. .* >>>> klik (Bersambung)