Hidayatullah.com—Seorang pemudia Muslim, Saddam Hussain dari desa Borbari Ahotpam digantung hingga tewas oleh segerombolan radikal Hindu di desa Ahotguri di distrik Morigaon di Assam tengah, Selasa (25/7/2023). Musibah terjadi saat Saddam dan lima pemuda Muslim sedang kembali dari desa Naramari, 7 km dari rumah mereka ketika mereka diserang massa Hindu.
Menurut Maktoobmedia, Hussain, bersama dengan Mirajul Hoque, Anarul Hoque, Bilal Hussain, Samsul Hoque dan Abul Hussain bepergian dengan sepeda setelah menonton pertandingan Final Liga Kabaddi lokal dan dituduh mencuri sapi.
Keenam warga desa dan kawan-kawan mereka itu adalah penggemar olahraga karena salah satunya adalah pemain sepak bola terkenal di daerah itu. Anarul Hoque dikenal sebagai “Messi” di area tersebut karena bakat mencetak golnya yang brilian.
Beruntung saudaranya, Mirajul Hoque, selamat meski dia sempat terluka parah. “Orang-orang di daerah itu tidak mengenali saya jika Anda mengatakan, Anarul Hoque. Mereka mengenal saya sebagai “Messi” karena saya bermain di posisi striker,” kata Anarul kepada Maktoob menambahkan dia “masih bisa melihat bagaimana massa memukuli mereka”.
Meski dikenal sebagai pesepakbola berbakat di daerah tersebut, Anarul dan kawan-kawan tidak bisa lepas dari “penyerang yang hanya berniat membunuh kami” begitu katanya.
“Saat pertandingan usai, kami berangkat ke rumah kami dan mencapai Ahotguri sekitar pukul 1:30 pagi (Selasa pagi). Saat hujan turun, kami berhenti di bawah naungan timah di sepanjang jalan. Pada saat itu, sekelompok 7-8 orang mengelilingi kami dan salah satu dari mereka berkata bukankah itu kamu, Messi?” demikian cerita Anarul mengenang serangan itu dimulai.
Karena Anarul yakin bahwa semua orang mengenalnya, dia menjawab dengan menegaskan identitasnya. “Mereka mengenal kami semua. Tetap saja, mereka menuduh kami mencuri sapi. Ketika saya mengatakan bahwa kami bukan pencuri dan pergi menonton pertandingan kabaddi dan juga meminta mereka untuk memverifikasi, mereka memukul saya dengan sangat keras sehingga penglihatan saya menjadi kabur.”
Sementara orang-orang Muslim mengatakan kepada massa bahwa mereka bepergian dengan sepeda dan tidak mungkin mencuri ternak. Sayangnya, massa semakin banyak dan bergabung.
“Jelas bahwa mereka akan membunuh kita. Saya merasa satu-satunya niat mereka adalah untuk menghabisi kami. Jadi saya meminta mereka semua untuk berlari,” ujar Anarul.
Sementara Anarul, Samsul dan Abul berhasil melarikan diri dari gerombolan itu, tiga lainnya ditangkap penduduk desa yang sudah marah.
Berhasil kabur dari tempat itu, Anarul mendatangi kakak laki-lakinya Mainul Hoque dan memintanya untuk menyelamatkan adik laki-laki mereka Mirajul. Mendengar kakaknya dipukuli, Mainul bersama putranya yang berusia 10 tahun bergegas ke tempat kejadian.
Saat Mainul sampai di lokasi, dia tidak diperbolehkan mendekati korban. “Mereka juga memukulinya,” kata Anarul.
Akhirnya Mainul pergi mencari bantuan dari polisi. Sementara itu, kakak laki-laki Saddam, Samsuddin, juga mendatangi kantor Polsek Darumtol, di dekat wilayah itu.
Samsuddin bersama polisi sampai di lokasi pada malam hari namun polisi tidak bisa menyelamatkan para korban. Rekaman video yang dibagikan di media sosial, menunjukkan polisi hadir di tempat kejadian pada malam itu.
Menurut Maktoob, akibat serangan ini, Saddam dinyatakan meninggal, Mirajul serta Billal dilalrikan ke rumah sakit. Kedua sepeda mereka dibakar massa, termasuk kendaraan pers di lokasi.
“Bukan hanya enam orang yang diserang. Seorang penjual ikan dari desa Borbari sedang pergi ke kota Morigaon tanpa menyadari situasi saat subuh. Ajim Uddin (penjual ikan) juga diserang secara brutal hanya karena mengambil jalan itu di pagi hari,” kata kakak laki-laki Saddam, Nasir kepada Maktoob.
Nasir mengatakan Saddam adalah seorang buruh, terkadang bekerja di tambang batu bara di Meghalaya untuk menghidupi empat anggota keluarganya. “Kecuali untuk bekerja, dia tidak akan keluar. Dia akan kembali dan bermain dengan putrinya yang berusia 5 tahun,” ujar Nasir.
“Putra dan putri Saddam yang berusia 7 tahun kini menjadi yatim piatu hanya karena dia pergi menonton pertandingan kabaddi, “ ujar Nasir.
Kejinya lagi, meski di lokasi ada polisi, massa malah menendang dan tega menginjak-injak jenazah ketiga korban, demikian video yang diakses Maktoob. Sementara aparat polsi bernama Prasant Kumar Bhuyan mengklaim pada media bahwa ada tiga sapi dicuri dari desa Ahotguri dan masyarakat marah, yang mengakibatkan kekerasan massa.
“Bahkan kendaraan polisi diserang. Pasukan bala bantuan berangkat pada pagi hari dan para korban berhasil diselamatkan,” kata Bhuyan memastikan hukuman yang tegas bagi orang-orang yang terlibat dalam hukuman mati tanpa pengadilan.
Polisi mengaku telah menangkap delapan orang yang terlibat dalam pembunuhan massal. “Tapi mereka yang menyerang kami di malam hari belum ditangkap. Hanya karena kita miskin, bukankah kita pantas mendapatkan keadilan? Kami adalah Muslim, apakah itu sebabnya kami tidak mendapatkan keadilan?,” ujar Anarul tentang klaim penangkapan tersebut. *