Hidayatullah.com– Pengadilan di Myanmar menjatuhkan hukuman penjara 20 tahun dan kerja paksa atas seorang jurnalis karena meliput kondisi perkampungan Muslim Rohingnya yang terdampak badai tropis pada bulan Mei yang menewaskan sejumlah orang, kata media yang mempekerjakannya hari Rabu (6/9/2023).
Sai Zaw Thaike, jurnalis foto yang bekerja untuk situs berita independen Myanmar Now, sejauh ini mendapatkan hukuman paling berat dibandingkan jurnalis lain yang ditangkap dan dikriminalisasi oleh otoritas Myanmar sejak kudeta Februari 2021.
Myanmar Now, yang beroperasi di bawah tanah, melaporkan bahwa Sai Zaw Thaike, 40, ditangkap di negara bagian Rakhine (Arakan) dan diadili oleh pengadilan militer.
Persidangan di dalam penjara Insein di Yangon, kota terbesar dan belas ibukota Myanmar, di mana fotografer itu ditempatkan sejak penangkapannya. Myanmar Now mengatakan Sai Zaw Thaike tidak diperbolehkan mendapat kunjungan keluarga dan tidak diperbolehkan didampingi oleh pengacara.
Media tersebut mengatakan Sai Zaw Thaike ditangkap pada tanggal 23 Mei di ibukota Rakhine, Sittwe, saat meliput kerusakan yang disebabkan oleh Topan Mocha, badai paling merusak di negara itu dalam kurun setidaknya satu dekade. Mocha mendarat di dekat Sittwe lebih dari sepekan sebelum penangkapannya dan menyebabkan banjir bandang dan pemadaman listrik di daerah yang dikenal sebagai perkampungan Muslim Rohingnya itu.
Badai tersebut menewaskan sedikitnya 148 orang di negara bagian Rakhine, banyak dari mereka adalah anggota minoritas Muslim Rohingya yang teraniaya dan tinggal di kamp pengungsian internal, dan merusak lebih dari 186.000 bangunan.
Myanmar Now mengatakan fotografernya itu awalnya didakwa atas beberapa tuduhan, termasuk pengkhianatan tetapi kadang-kadang disebut sebagai penghasutan. Sejumlah tuduhan lainnya termasuk penghasutan karena dia dianggap menimbulkan rasa takut, menyebarkan berita palsu dan melakukan agitasi terhadap pegawai pemerintah atau militer, dengan ancaman hukuman penjara maksimal tiga tahun.
Sai Zaw Thaike juga didakwa melakukan pencemaran nama baik secara online, dengan ancaman hukuman tiga tahun penjara, dan melanggar undang-undang Penanggulangan Bencana Alam karena diduga menyebarkan informasi palsu tentang suatu bencana dengan maksud menimbulkan kepanikan masyarakat, dengan ancaman hukuman penjara hingga satu tahun.
Myanmar Now mengatakan pihaknya tidak mengetahui hukuman hari Rabu yang dijatuhkan atas Sai Zaw Thaike itu mencakup dakwaan apa saja. Rincian persidangan kasus berbau politik umumnya disimpan rapat oleh pihak berwenang, dan laporan Myanmar Now tidak dapat dikonfirmasi secara independen, lapor Associated Press (7/9/2023).
Militer menggerebek kantor Myanmar Now di Yangon sebulan setelah kudeta Februari 2021 dan beberapa anggota staf media itu, termasuk pemimpin redaksi Swe Win, melarikan diri dari tuntutan pidana dan bersembunyi sementara aparat menyegel rumah-rumah mereka.
Sai Zaw Thaike adalah jurnalis kedua dari Myanmar Now yang ditangkap. Jurnalis video Kay Zon Nway ditahan saat meliput protes anti-kudeta di Yangon pada akhir Februari 2021 dan dibebaskan lewat pengampunan massal.
Setidaknya 13 media, termasuk Myanmar Now, dicabut izinnya dan setidaknya 156 jurnalis ditangkap, sekitar 50 di antaranya masih ditahan, menurut organisasi lokal Detained Journalists Information.
Kelompok peduli kebebasan pers Reporters Without Borders mengatakan pada bulan April bahwa Myanmar adalah negara yang memenjarakan jurnalis paling kedua di dunia, setelah China.
Myanmar berada di peringkat terbawah dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia tahun 2023, yaitu peringkat 176 dari 180 negara.
Setidaknya empat pekerja media telah dibunuh dan yang lainnya disiksa saat berada dalam tahanan.*