Hidayatullah.com– Menteri Luar Negeri David Cameron mengancam akan menarik dukungan Kementerian Luar Negeri Inggris bagi para menteri Skotlandia setelah Menteri Pertama Skotlandia Humza Yousaf bertemu dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tanpa disertai pejabat Inggris.
Menlu Inggris menulis surat kepada pemerintahan Skotlandia yang saat ini dikuasai Scottish National Party (SNP), mengatakan bahwa tindakan Yousaf yang berdiskusi soal masalah Gaza (Palestina) dengan Erdogan di sela-sela Cop28 Summit di Dubai merupakan pelanggaran protokoler.
Usai pertemuan itu, Cameron menulis surat kepada Angus Robertson, sekretaris SNP untuk urusan eksternal partai, memperingatkan bahwa pihaknya akan mengambil pendekatan lebih keras terhadap pelanggaran itu, lansir The Guardian Ahad (10/12/2023).
Surat tersebut, yang pertama kali dilaporkan oleh BBC, berisi teguran dari Kemenlu Inggris kepada pemerintah Skotlandia (SNP). Dalam surat itu dikatakan bahwa pihak Skotlandia sudah meyakinkan FCDO (Kemenlu Inggris) bahwa mereka akan mendapatkan pemberitahuan di awal yang cukup (tidak mepet) perihal pertemuan dengan Erdoğan, tetapi ternyata hal itu tidak terjadi.
Lebih lanjut dikatakan dalam surat itu bahwa ketidakhadiran pejabat dan staf FCDO dalam pertemuan itu berarti melanggar protokol yang berlaku perihal dukungan bagi para menteri pemerintah yang sedang melakukan perjalanan ke luar negeri.
Selanjutnya isi surat itu terkesan bernada ancaman. Dikatakan bahwa apabila terjadi lagi pelanggaran protokol dalam pertemuan-pertemuan oleh pejabat kementerian, di mana tidak disertai kehadiran pejabat dan staf FCDO, maka fasilitas dan dukungan logistik dari Kemenlu Inggris bagi pertemuan para menteri Skotlandia selanjutnya akan dicabut. “Kami juga perlu menimbang kehadiran kantor-kantor pemerintahan Skotlandia di pos-pos pemerintah UK,” tegas surat itu.
James Cleverly, bekas menteri luar negeri Inggris, pernah mengeluarkan peringatan serupa ketika Yousaf bertemu dengan PM Islandia pada musim panas lalu tanpa dihadiri oleh pejabat dan staf FCDO.
Seorang jubir pemerintah Inggris mengatakan suara Skotlandia di tingkat dunia perlu disamakan dengan pemerintah pusat Inggris, terutama di masa-masa seperti sekarang ini di mana dunia menghadapi banyak turbulensi.
Menanggapi peringatan dan ancaman dari London, seorang juru bicara dari kantor Menteri Pertama Skotlandia mengatakan bahwa pejabat UK sudah mengetahui dan menerima undangan soal pertemuan Yousaf dengan Erdogan di sela-sela Cop28. Namun, karena sifat pertemuan di acara internasional seperti Cop waktu dan tempat acara bisa berubah di menit terakhir, maka ketika Presiden Erdogan mendesak ingin bertemu, para pejabat dan staf FCDO sedang berada di acara lain.
“Ancaman apapun dari pemerintah Inggris untuk membatasi keterlibatan pemerintah Skotlandia di level internasional adalah tindakan yang salah dan akan bertentangan dengan kepentingan Skotlandia,” imbuh jubir itu.
Sebagai informasi Skotlandia merupakan sebuah wilayah kerajaan yang di masa lalu sudah sepakat menyerahkan sebagian kedaulatannya demi bergabung dalam persekutuan negara bernama United Kingdom (UK, atau biasa disebut di Indonesia sebagai Inggris Raya). Istilah resminya, Skotlandia merupakan salah satu negara konstituen Inggris Raya. Oleh karena sebagian kedaulatannya sudah diserahkan kepada UK, maka untuk beberapa urusan kenegaraan Skotlandia harus mematuhi aturan yang dibuat pemerintah pusat. Skotlandia tidak lagi memiliki rajanya sendiri dan Monarki Britania Raya yang saat ini dipimpin oleh Raja Charles III juga berperan sebagai kepala negara bagi Skotlandia. Kepala pemerintahan Skotlandia dipimpin oleh seorang first minister (menteri pertama), sementara kepala pemerintahan pusat UK di London dipimpin oleh seorang prime minister (perdana menteri). Hubungan pemerintah pusat di London dengan pemerintah di Edinburgh agak kurang mesra sejak Brexit. Skotlandia ingin tetap bergabung dengan Uni Eropa, dan beberapakali mengancam akan membangkang demi bergabung kembali dengan UE.*