Hidayatullah.com– Australia hari Kamis (12/9/2024) mencabut medali penghargaan dari para komandan perang yang ditugaskan di Afghanistan yang unitnya terlibat dalam dugaan kejahatan perang dan “perilaku melanggar hukum.”
Menteri Pertahanan Richard Marles mengatakan keputusan tersebut – terkait dengan komandan unit tertentu yang bertugas antara tahun 2005 dan 2016 – perlu diambil untuk “mengatasi kesalahan di masa lalu.”
Jumlah komandan yang akan dicabut medalinya kurang dari 10, tetapi nama-nama mereka tidak akan dipublikasikan dengan alasan privasi, lapor AFP.
Penyelidikan resmi dilakukan selama 11 tahun guna menelusuri dugaan pembunuhan di luar hukum terhadap 39 warga sipil dan tahanan di Afghanistan oleh pasukan khusus elit Australia.
Hasil temuan yang dirilis pada tahun 2020 mengungkap “subkultur elitisme dan penyimpangan dari standar selayaknya,” kata Marles, masalah yang “memerlukan respons paling serius, penuh pertimbangan, dan menyeluruh.”
Hampir semua dari 143 rekomendasi yang diajukan dalam laporan hasil penyelidikan tersebut sudah dilakukan, termasuk usulan peninjauan kembali terhadap medali penghargaan yang diberikan kepada personel militer, pembuatan skema kompensasi dan reformasi budaya di lingkungan kemiliteran.
Hasil penyelidikan itu juga merekomendasikan supaya 19 individu diserahkan ke Kepolisian Federal Australia, tetapi proses ini berjalan sangat lambat.
Polisi sejauh ini baru memproses hukum satu orang bekas anggota pasukan khusus SAS, yang sampai sekarang berkas perkaranya belum ditangani oleh pengadilan.
Bekas kopral SAS penerima medali Victoria Cross, Ben Roberts-Smith, tahun lalu kalah dalam gugatan pencemaran nama baik terkait tuduhan bahwa dia telah membunuh empat tahanan Afghanistan. Meskipun demikian, dia sampai saat ini tidak menghadapi gugatan pidana dan tidak disebut dalam laporan pemerintah perihal kesalahan-kesalahan yang dilakukan personel militer.
Meskipun telah mendapat penghargaan atas pengabdiannya di Afghanistan, Roberts-Smith diketahui tidak itu terdampak oleh keputusan terbaru yang mencabut medali penghargaan para komandan unit.
Marles mengatakan para komandan yang terkena keputusan pencabutan medali hari Kamis itu mungkin tidak menyadari kejahatan perang yang diduga dilakukan oleh unit mereka, namun sebagai seorang komandan mereka diharapkan mengetahui apa yang terjadi di lapangan.
Gubernur Jenderal Australia, sebagai pemangku jabatan kepala negara yang juga perwakilan raja di negara Persemakmuran itu, yang diberi wewenang untuk menentukan bagaimana dan kapan medali tersebut diserahkan kembali kepada penerimanya.
Greg Melick, presiden kelompok pendukung veteran tentara Returned and Services League of Australia, mengatakan seharusnya tidak boleh ada medali yang direnggut dari penerimanya sampai semua proses investigasi dan hukum benar-benar tuntas.
Menurut Melick, pencabutan medali penghargaan dapat memicu stres dan berdampak pada kesehatan mental prajurit atau veteran, termasuk mereka yang tidak terlibat dalam kesalahan yang dituduhkan.
Menyusul serangan 11 September 2001 atas menara kembar WTC di New York, lebih dari 26.000 personel militer berseragam Australia dikerahkan ke Afghanistan sebagai bagian dari pasukan internasional pimpinan Amerika Serikat dengan dalih memburu teroris di sarangnya. Pasukan internasional itu memerangi Taliban, Al-Qaeda dan kelompok-kelompok bersenjata Muslim lainnya.
Pasukan tempur Australia secara resmi ditarik dari Afghanistan pada akhir 2023, tetapi sejak itu pula bermunculan tuduhan pelanggaran HAM dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh personel militer Australia, termasuk unit pasukan khususnya.*