Hidayatullah.com– Pernah populer dengan produknya berupa tempat makanan dan minuman terbuat dari plastik beraneka warna, Tupperware mengajukan pailit. Perusahaan berbasis di Amerika Serikat itu bangkrut karena produknya tidak lagi banyak dibeli masyarakat dunia.
Tupperware Brands Inc. dan sejumlah anak perusahaannya, hari Selasa (17/9/2024), mengajukan proteksi kepailitan Chapter 11 di Amerika Serikat.
“Selama beberapa tahun terakhir, posisi keuangan perusahaan sangat terpengaruh oleh lingkungan ekonomi makro yang menantang,” kata presiden dan CEO Laurie Ann Goldman dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir DW Rabu (18/9/2024).
Tahun lalu, perusahaan tersebut mengutarakan “keraguan besar” tentang kemampuannya untuk terus beroperasi di tengah posisi keuangannya yang buruk.
Tupperware mengalami peningkatan penjualan jangka pendek selama pandemi Covid-19, ketika masakan rumahan mendorong permintaan akan wadah plastik kedap udara berwarna-warni yang menjadi ciri khasnya.
Setelah pandemi, lonjakan biaya bahan baku, seiring dengan meningkatnya biaya tenaga kerja dan pengiriman, semakin mempersempit margin laba perusahaan.
Perusahaan melaporkan penurunan penjualan selama enam kuartal berturut-turut sejak kuartal ketiga 2021. Akibat inflasi, konsumen berpenghasilan rendah dan menengah, yang selama ini banyak membeli produknya, tidak lagi memiliki cukup uang untuk dibelanjakan.
Hari Selasa, Tupperware mengatakan akan meminta persetujuan pengadilan supaya tetap dapat beroperasi selama proses kepailitan. Perusahaan juga akan meminta persetujuan untuk melakukan proses penjualan bisnisnya guna melindungi merk dagangnya yang sudah mapan tersebut.
Menurut informasi di situs web perusahaan, Tupperware berdiri sejak 1946 — tidak lama setelah masa Great Depression — ketika ahli kimia bernama Earl Tupper “mendapat ide cemerlang saat membuat cetakan di sebuah pabrik plastik.”
Apabila dia dapat merancang segel kedap udara untuk wadah penyimpanan plastik, seperti yang ada pada kaleng cat, maka itu sangat berguna bagi kebanyakan keluarga di Amerika yang bersusah payah menghemat uang dan mengurangi pemborosan makanan, menurut situs tersebut.*