Hidayatullah.com—Belakangan ini muncul fenoma YouTuber memaksa diri ingin menjadi rujukan berbagai bidang ilmu. Menurut Assoc. Prof.Dr. Ugi Suharto, dosen Ahlia Univeristy Bahrain, fenomena seperti ini disebut sebaga era post-truth, era kebebasan, ketika kebenaran tidak ada otoritasnya.
“Padahal setiap bidang ilmu terdapat manusia-manusia yang berotoritas. Dalam sains terdapat Einstein dan Newton, dalam filsafat, ada Socrates dan Aristoteles. Maka dari itu, tak heran dalam agama pun terdapat otoritas di dalamnya. Puncak otoritas dari agama adalah Nabi Muhammad ﷺ,” ujar salah satu pendiri Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) ini.
Menurut post-truth adalah faham menyesatkan yang telah merebak dan menjangkiti sebagian besar manusia modern saat ini.
Menurutnya, kebingungan menentukan otoritas untuk dirujuk dalam suatu hal menyebabkan kekacauan martabat ilmu pengetahuan.
Ia mencontohkan, seorang kiai yang mengajar di pondok pesantren puluhan tahun, tiba-tiba fatwanya dianggap setara dengan perkataan seorang anak tanpa jelas jejak ilmunya yang viral di media sosial.
Menurutnya dalam agama Islam, setidaknya terdapat 6 pokok ilmu pengetahuan yang perlu diikat otoritas-otoritasnya. “Enam pokok-pokok otoritas ini harus betul-betul dipegang. Tidak bisa tidak, yakni otoritas di bidang umum, qiroah, fiqih, hadits, kalam atau aqidah, dan tasawuf,” jelas Prof Ugi saat kuliah ilmiah bertema, “Special Lecture Otoritas-Otoritas dalam Islam dan Kedudukannya” yang diselenggarakan Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS) di Restoran DK 26, di Surabaya.
Prof Ugi mencontohkan, otoritas dalam bidang fiqih misalnya, bahwa umat Islam tidak boleh melepas ikatannya dari otoritas 4 imam mazhab.
“Dalam bidang fiqih, kita harus mengikatkan diri pada salah satu diantara 4 imam yang utama. Sebab dari merekalah kaidah fiqih yang kita amalkan sekarang dirumuskan,” ujarnya.
4 Imam Madzab yang dimaksud adalah Imam Abu Hanifah, Imam Malik, kemudian Imam Syafi’i, ditutup Imam Ahmad.
Pria yang juga dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) juga mengajak para audiens tentang bagaimana cara kita menghormati para pemimpin otoritas di masing-masing bidang keilmuan tersebut.
“Terhadap otoritas-otoritas dalam Islam kita harus memuliakan, tidak menyamaratakan, apalagi mengecilkan. Lalu mengikuti, menyambungkan, dan memperjuangkan jalan keilmuannya juga agar senantiasa bersambung dan tidak dikelirukan,” jelas Ugi.
Selain mengadakan kuliah, acara ini juga menjadi ajang peluncuran jurnal iWorldview yang diinisiasi Inpas sendiri. Tak ayal, agenda ini dihadiri beragam peserta lintas usia hingga ormas. Tidak hanya dari kota Surabaya, namun juga dari Sidoarjo, Pasuruan, Malang, hingga Lumajang.*/Rafel