Hidayatullah.com– Para penjahit pakaian di Uni Emirat Arab berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan permintaan pembuatan pakaian yang datang bertubi-tubi menjelang bulan Ramadhan, banjir order yang berulang setiap tahun.
Ada tiga perayaan beruntun yang mendorong orang-orang di Uni Emirat Arab untuk membuat pakaian baru. Hag Al Laila, tradisi bagi anak-anak menjelang Ramadhan; Mukhawara, pakaian kaum wanita selama bulan Ramadhan; Idul Fitri, di mana orang biasanya tampil dengan pakaian terbaru dan terbaik mereka.
Di UEA, kaum wanita dan anak perempuan menggunakan pakaian tradisional ‘Mukhawara’ selama Ramadhan. Anak-anak merayakan Hag Al Laila di pertengahan bulan Syaban sebelum Ramadhan dengan mendatangi rumah tetangga satu persatu dengan pakaian tradisional yang indah, sambil bernyanyi dan meminta gula-gula atau uang. Kemudian, pada Idul Fitri semua orang berusaha tampil dengan pakaian terbaik mereka.
Ketiga perayaan itu membutuhkan gaya berpakaian berbeda dan berlangsung secara beruntun, mendorong kaum wanita untuk membeli banyak kain dan membawanya ke tukang jahit.
Banyak toko kain juga mempekerjakan penjahit pakaian, sehingga lebih memudahkan bagi pelanggan.Ketika Khaleej Times mengunjungi sebuah ‘mashaghal hareer’ atau toko kain di Ajman, penjahitnya yang bernama Mahfouz mengaku tidak lagi menerima order kain karena pesanan pelanggan sudah menumpuk.
“Orang-orang datang ke toko kami dari seluruh negara Teluk untuk membeli dan menjahit pakaian mereka, seringkali dalam jumlah besar,” paparnya.
Mahfouz bekerja selama 11 jam sehari, menangani beberapa potong kain sendirian. Dia mulai dengan memotong dan menjahit beberapa kain dengan cermat, lalu kembali keesokan harinya untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Mohammad Rafiq, seorang penjahit yang berdomisili di Dubai dan memiliki dua toko jahit yang bersebelahan, mengatakan, “Banyak penjahit yang sudah tidak lagi menerima kain, tetapi saya belum berhenti.”
Rafiq mampu menangani beban kerja yang besar karena tempat usahanya luas dan memiliki tim khusus yang terdiri dari 25 karyawan, sehingga sanggup menerima pesanan kain dan mengirimkan pakaian jadi sesuai jadwal.
Dia menjelaskan bahwa seorang penjahit bisa menyelesaikan 15 setel pakaian dalam satu hari, dengan jam kerja dari pukul 9 pagi sampai 10 malam (13 jam), termasuk istirahat tengah hari. Menurut Rafiq, kebanyakan penjahitnya sering bekerja lembur, sehingga dia bisa menjalin hubungan baik dengan para pelanggan.
“Pelanggan membawa banyak kain terutama untuk Ramadhan, masing-masing biasanya membawa antara 11 sampai 17 potong untuk dijahit,” jelas Rafiq, seperti dilansir Khaleej Times (3/2/2025).
Sementara itu, warga Emirat bernama Khawla H yang tinggal di Sharjah mengaku sudah mulai membeli kain pada bulan Oktober dan membeli lagi beberapa potong kain untuk perayaan berbeda sampai bulan Desember 2024. Dia biasanya membeli sekitar 25 potong kain.
“Saya menjahitkan pakaian ke tukang-tukang jahit di Al Dhaid, yang berhenti menerima order pada Januari 2025, disebabkan kepopuleran mereka dalam menjahit Mukhawara.” kata Khawla.
“Setelah Januari, para penjahit tidak lagi menerima kain, atau mereka akan menyelesaikan pakaiannya setelah lebaran.”
Banyak orang menunggu hingga waktu akhir untuk membawa kain ke penjahit langganan, ketika toko sudah hampir kebanjiran order dan tidak lagi menerima kain baru.
Maha Suhail penduduk Dubai menceritakan tradisinya.
“Saya pergi ke Ajman membeli kain untuk membuat ‘Mukhawara’ yang dipakai selama Ramadan setelah Idul Fitri. Saya membeli hampir 19 potong kain untuk saya sendiri dan dua anak perempuan saya sekaligus.”
“Selama Ramadhan, kami berkumpul di rumah keluarga besar, jadi saya membawa beberapa Mukhawara. Sementara pakain lainnya, kami akan kenakan pada lebaran hari kedua atau ketiga.”
Asad Allah, pemilik gerai jahit Al Boshiya di Deira, sekarang berjualan kain di pusat perbelanjaan Global Village.
“Saya tidak menerima order jahitan sekarang di Deira karena saya sedang fokus berjualan kain di sini sekarang,” paparnya.
Namun, di tokonya di Global Village, dia menerima order jahitan disebabkan tingginya permintaan dan desakan pelanggan.
Dia menjelaskan bahwa sejumlah pelanggan meminta bantuan untuk menjahitkan pakaian mereka, karena penjahit lain sudah tidak mau menerima kain baru. Mereka juga khawatir para penjahit yang kebanjiran order itu tidak terlalu memperhatikan detil garapannya disebabkan pekerjaan yang menumpuk.*