Hidayatullah.com–Bertempat di Rabbani Hypnofashion, Jalan Dipati Ukur Bandung, hari Sabtu (26/11/2016) Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan (PIMPIN) menyelenggarakan kajian bulanan yang ketiga dengan tema Badiuzzaman Said Nursi: Kiprah dan Warisannya dalam Pemikiran Al-Qur’an dan Sains.
Acara ini menghadirkan Hasbi Sen, M.Hum., warga asli Turki yang sudah sembilan tahun tinggal di Jakarta.
Hasbi merupakan Pembina Yayasan Nur Semesta, lembaga yang bergerak dalam bidang pendidikan, sosial, dakwah dan sekaligus sebagai pusat kajian pemikiran Said Nursi yang berada di Jakarta.
Lahir di desa Nurs, wilayah Timur Turki provinsi Bitlis tahun 1877 M, Said Nursi dibesarkan kedua orang tua dengan pendidikan agama yang kental.
Kegigihan Said Nursi dalam menimba ilmu dan menyebarkannya menjadikan seorang ulama yang sangat giat menghasilkan karya dalam berbagai kondisi yang dihadapi. Isyarat al-I‘jaz (tanda-tanda keajaiban), karya Said Nursi mengenai tafsir surat Al-Fatihah dan 33 ayat surat Al-Baqarah, ditulis saat dirinya menjadi bagian pasukan Turki melawan Rusia pada Perang Dunia I.
Lima kali diasingkan dan tiga kali dipenjara oleh Rusia maupun oleh pemerintah Turki dengan total lebih dari dua puluh tiga tahun, tidak menghentikan semangat dalam berkarya, bahkan banyak karya-karyanya yang dihasilkan saat dirinya berada dalam penjara.
Tahun 1918, diangkat menjadi anggota Daru’l-Hikmeti’l-Islamiye sebelum akhirnya di tahun 1920 beliau merubah metode dakwahnya sehingga tahun ini disebut sebagai tahun transformasi spiritual Said Nursi. Perubahan sebutan dari “Said Lama” menjadi “Said Baru” dipengaruhi oleh beberapa karya ulama yang dikaji, diantaranya karya Imam Ahmad as-Sirhindi dan karya Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Kedua karya ini bagi Said Nursi seperti obat yang dapat mengguncang hatinya mengenai keikhlasan dan persoalan-persoalan hati lainnya.
Tahun 1923 Republik Turki yang baru di bawah pemerintahan Mustafa Kemal Attatur lahir, bersamaan dengan muculnya berbagai kebijakan yang bertentangan dengan Islam.
Madrasah-madrasah ditutup, pelarangan hijab dan simbol-simbol keagamaan, kitab-kitab ilmu diberangus, hingga penggantian adzan dengan bahasa Turki. Kondisi ini banyak orang meminta nasihat dan pandangan. Said Nursi menyatakan ketidaksetujuannya mengambil jalan kekerasan dengan cara angkat senjata karena akan terjadi pertumpah darahan di Turki. Meskipun sarannya ini tidak diindahkan, Said Nursi ikut terkena akibat dari pemberontakan ini dan ditangkap karena dianggap sebagai bagian dari para pemberontak.
Kurungan terberat yang pernah dilalui Said Nursi ialah penjara di Afyon. Ia ditahan selama dua puluh bulan dalam kondisi fisik yang sudah semakin tua dan lemah akibat pemenjaraan dan pengasingan selama bertahun-tahun.
Pemikiran Al-Qur’an dan Sains
Ketekunannya mempelajari dan mendalami Al-Qur’an, mendorong Said Nursi untuk menghasilkan berbagai karya tentang Al-Qur’an dan Kenabian. Kondisi beliau yang berada dalam pengasingan serta dijauhkan dari akses perpustakaan tidak menyurutkan semangatnya untuk berkarya. Bersama dengan muridnya, Said Nursi menulis Risalah Nur yang jumlahnya lebih dari 600.000 naskah (satu naskah kurang lebih setebal buku tiga ratus halaman).
Sebagaimana yang disampaikan Hasbi Sen, bagi Said Nursi alam adalah ayat-ayat kauniyah yang merupakan kitab Allah Ta’ala yang harus dibaca dan ditadabburi oleh manusia, sebagaimana juga al-Qur’an.
Terdapat empat tujuan asasi al-Qur’an serta unsur fundamentalnya, yaitu: tauhid, kenabian, akhirat, dan ibadah serta keadilan yang tercermin di dalam setiap surat, ungkapan bahkan kata-kara dalam al-Qur’an, beliau mencontohkan keberadaan keempat unsur ini dalam kalimat bismillah.
Bagi Said Nursi, al-Qur’an dan Sains tidaklah bertentangan, bahkan al-Qur’an merupakan landasan utama untuk dapat memahami hakikat sains.
“Karena semua aspek dalam al-Quran itu mukjizat, menurut Said Nursi, sebetulnya dalam al-Qur’an ada indikasi atau isyarat untuk kemajuan teknologi yang timbul pertama.” Jelas Hasbi Sen. Dalam karyanya al-Kalimat, Said Nursi menulis mengenai al-Qur’an dan Sains dalam satu bab khusus.
Menurut Said Nursi, sebagaimana yang disampaikan Hasbi Sen, mukjizat-mukjizat kenabian yang dijelaskan dalam al-Qur’an tidak hanya untuk mendorong manusia meneladani aspek maknawinya saja, melainkan juga untuk mendorong manusia mencapai apa yang telah para nabi perbuat baik materil maupun nonmateril.
“Al-Qur’an menunjukkan kekuatan teknologi pada titik akhir yang bisa dicapai oleh manusia,” ungkap Hasbi Sen.
Said Nursi mengambil contoh melalui kisah Nabi-Nabi diantaranya, Nabi Nuh as., Nabi Yusuf as., Nabi Idris as., Nabi Ibrahim as., Nabi Sulaiman as. yang memiliki keunggulan dan keahlian di bidang-bidang tertentu dan diakui serta diungguli oleh masyarakat di zamannya.
Untuk menggambarkan salah satu kemukjizatan al-Qur’an, Hasbi Sen mengutip tulisan Said Nursi yang telah diterjemahkan,“al-Qur’an al-Azhim penuh dengan hikmah. Ia memberikan kedudukan yang tepat kepada setiap sesuatu. Dari buah yang gaib, al-Qur’an melihat kemajuan peradaban manusia sejak 13 abad yang lalu yang tersembunyi dalam tirai masa depan dalam bentuk yang lebih baik dan lebih jelas daripada yang kita lihat dan akan kita lihat. Jadi, al-Qur’an merupakan kalam Dzat yang melihat setiap zaman berikut berbagai urusan yang terdapat di dalamnya secara sekaligus. Itulah satu kilau dari kemukjizatan al-Qur’an yang bersinar di wajah mukjizat para nabi. (al-Kalimat, hlm. 350)”.*/kiriman Sakinah Fithriyah (PIMPIN)