Hidayatullah.com–Seniman asal Jombang Emha Ainun Nadjib berharap Kementrian Agama (Kemenang) mengembalikan fungsi dan peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) seperti era Presiden Soeharto. Hal ini disampaikannya saat acara Sinau Bareng Cak Nun dan Kiai Kanjeng pada Ahad malam (30/09/2017), bertepatan sewindu berdirinya PT. Bimasakti Multi Sinergi yang diadakan di Lapangan Albatros, Juanda, Sidoarjo.
”Kemarin ketika Menteri Agama bertamu, datang, itu saya minta kepada dia, mbok sampean balikno MUI iku koyok jamane Pak Harto mbiyen.” (Mbok Anda kembalikan MUI itu seperti jaman Pak Harto, red), ujar penulis buku Slilit Sang Kiai ini
Cak Nun menjelaskan, MUI di Era Soeharto dulu bertugas menjadi sesepuh (tetua) yang menengahi fatwa-fatwa dari berbagai golongan umat Islam Indonesia .
“Pak Harto mbiyen karepe rek, MUI iku digawe sesepuh kelompok-kelompok Islam. Mulane isine wong tuwek-tuwek (Makanya isinya orang tua-tua, red), dadi onok NU, onok Muhammadiyah, onok Persis onok MTA onok Al-Irsyad onok macem-macem. Sesepuh iku opo? Sing ngemong bareng-bareng,“ lanjutnya.
Ia membandingkan dengan kondisi umat Islam saat ini, di mana semua ormas mengeluarkan fatwa sendiri-sendiri sehingga membuat umat jadi bingung.
“Ojok NU ngetokno fatwa A, nkok bertentangan karo Muhammadiyah fatwa B, masyarakate bingung, riyoyone kapan posone kapan, akhire kepekso nggawe fatwa, pokok e lek poso nggolek sing kari, riyoyo nggolek sing disek (Jangan NU keluarkan fatw A, bertentangan dengan Muhammadiyah yang keluarkan fawa B, umat yang bibung. Hari Raya kapan, puasanya kapan. Akhirnya terpaksa menggunakan fatwa kalau puasa cari yang terakhir, hari raya cari yang lebih awal, red),” tambah ayah dari Sabrang Mowo “Noe” Damar Panuluh ,Vokalis Letto ini.
Karena itulah tugas berat MUI adalah bil hikmah, karena dia akan ‘menghikmahi semua fatwa-fatwa itu,” ujar penulis banyak buku ini.
“Ojok di tokno sek rek fatwae ben gak nggarai wong gelut,ayo dirembuk sek, lek kate onok opo-opo ayo dirembuk sek’ (Janganlah semua buru-buru mengeluarkan fatwa, biar tidak menjadi tawuran, ayo dibahas bersama-sama dahulu, jadi kalau ada apa-apa dibahas bersama dahulu, red), nah yang bertugas ngajak rembuk ya sesepuh di MUI karena dia adalah majelis dari semua ulama dari berbagai golongan, bukan satu golongan.
Cak Nun merasakan, kondisi MUI saat ini mulai terasa hanya membela golongan, ini yang agak berbahaya.
“Saiki MUI itu sebuah golongan, dadi firqoh maneh, kudune dia atas firqoh, Dia yang ngemong firqoh-firqoh, lak gitu,” tutur suami Novia Kolopaking ini.
Baca: Teladan Salaf: Pegang Kuat Madzhab, Tapi Jangan Ta’ashub .
Kegiatan Sinau Bareng Cak Nun dimulai pukul 08.00 WIB dan berakhir pukul 02.00 WIB dini hari, dengan diiringi musik dari grup Kiai Kanjeng.
Cak Nun juga mengajak CEO Bimasakti Group, Ibnu Sunanto dan pejabat perusahaan untuk berbagi ilmunya tentang dunia online Indonesia saat ini.
Di tengah-tengah acara Cak Nun juga memberikan nasihat kepada pemimpin perusahaan Bimasakti Group untuk tetap percaya kepada kemampuannya sebagai putra bangsa dan tidak mengambil jalan instan yang menyebabkan perusahaan tidak berdaulat lagi.
Dalam nasehatnya Cak Nun mengatakan, ijtihad itu tidak bisa maslahat kalau tidak taat pada qudrah dan iradah, qodho dan qadar, jadi tetap dia taat pada alamnya.*/kiriman Ahmad Faishal (Surabaya)