Hidayatullah.com– Atas nama HAM, gerakan Kaum Luth modern LGBT saat ini tak henti berjuang. Bahkan eksistensinya di seluruh dunia, khususnya di Indonesia (dalam misi Being LGBT in Asia), tengah dikawal oleh AS dan PBB agar mendapatkan payung hukum.
HAM sesungguhnya menjadi alat bagi Barat yang berbahaya bagi umat. Karena atas nama HAM lah, seks bebas dan LGBT menjadi ‘seolah’ pilihan (fitrah) yang harus diakui dan diterima masyarakat.
Hingga mereka sangat berambisi meng’halal’kan perilaku tak beradabnya dalam tatanan hukum dan struktur sosial.
Kasus ditolaknya judicial review (JR) Prof Dr Euis Sunarti, M.Si (Guru Besar IPB) dan perwakilan masyarakat lainnya oleh MK terkait kasus LGBT beberapa waktu lalu, menunjukkan bahwa UU yang berlaku di negeri ini memang sangat bias penalaran.
Selain itu, adanya sejumlah sejumlah duta besar negara Uni Eropa di Indonesia serta beberapa LSM pegiat HAM yang telah menemui Komisi III DPR yang mencoba ‘menghalangi’ dimasukannya sejumlah persoalan amoral, seperti zina dan LGBT dalam Revisi UU KUHP, menunjukkan bahwa pertarungan kepentingan tengah bermain di negeri ini.
Oleh karenanya, kita tidak boleh berdiam diri dan membiarkan teman kita, saudara/i kita, putra-putri kita, putra-putri umat ini, menjadi bagian dari LGBT atau pendukung LGBT.
Caring Muslimah Community (CMC) pada 16 Februari 2018 telah menyelenggarakan sebuah acara dengan tajuk, Caring Forum: Melawan Gerakan Politik LGBT yang Merusak Generasi. Forum ini menghadirkan narasumber Iim Nurochimah, dari Penggiat Keluarga Indonesia (GIGA) dan Pera Tinfika dari Research Division of CMC.
CMC bersama sekitar puluhan orang aktivis dan intelektual Muslimah perwakilan beberapa organisasi masyarakat, serta perwakilan beberapa lembaga kampus di IPB, menyatakan sikap dan pendapatnya dalam melawan dan menolak LGBT.
Forum ini menghasilkan 4 kesatuan pandangan dan sikap. Yaitu, pertama, LGBT bukanlah HAM. Ia adalah penyakit kaum Luth modern yang dapat menular dan secara nyata merusak fitrah kemanusiaan serta tatanan struktur sosial masyarakat.
Baca: Jika LGBT Tak Diatur KUHP, Umat Perlu ke Jakarta Lagi Seperti Aksi 212
Kedua, gaya hidup sekuler liberal dan backing kekuatan politik global Barat menjadi penyebab semakin eksis dan kuatnya pergerakan LGBT, khususnya di Indonesia.
“Ketiga, pemerintah harus menindak tegas para pelaku LGBT bigot dan eksistensi gerakannya dengan jerat hukum pidana, tanpa terpengaruh intervensi politik Barat dan jaringan liberalnya.”
Keempat, upaya edukasi atau penyadaran terhadap masyarakat harus terus dilakukan oleh seluruh elemen dalam format amar ma’ruf nahyi munkar.
“Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (Al-Anfal [8]: 25).* Kiriman Fifit/CMC
Baca: Hamdan Zoelva: Pengaturan Pidana LGBT Harus Diakomodir