Hidayatullah.com–Al-Qur’an merupakan sumber intelektualitas dan spiritualitas. Ia merupakan basis utama bukan hanya bagi agama dan pengetahuan spiritual, melainkan semua jenis ilmu pengetahuan. Berbeda dengan epistemologi Barat yang bersumber pada akal dan panca indera. Konsekuensi epistimologi Barat melahirkan aliran pemikiran sekuler seperti; rasionalisme, empirisisme, skeptisisme, relativisme, agnotisisme, humanisme, eksistensialisme, materialisme, sosialisme, kapitalisme, komunisme, dan liberalisme.
Demikian disampaikan Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud, Pimpinan Center for Advanced Studies on Islam, Science and Civilisation (CASIS), Universiti Teknologi Malaysia dalam diskusi bertema “Alternatif Terhadap Modernitas Barat” yang diadakan belum lama ini di Aula Gambir Hotel Sofyan, Menteng-Jakarta.
“Untuk itulah dalam menjawab tantangan hegemoni westernisasi ilmu yang kini melanda dunia Islam, kaum Muslimin memerlukan sebuah ‘revolusi epistemologis’ melalui islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer yang dilakukan pada institusi tingkat tinggi,” demikian ujar Wan Daud.
Dalam makalahnya berjudul “Islamization of Contemporary Knowledge and the Role of the University in the Context on De-Westernization and Decolonization” Wan Daud menjelaskan bagaimana berbagai aliran pemikiran Barat saat ini telah mempengaruhi cara pandang seorang Muslim, khususnya mahasiswa.
Sebagai reaksi terhadap pemikiran Barat, membuat dunia terpusat pada Barat. Meski demikian, dominasi pemikiran Barat itu tidak akan bertahan lama. Sebab diprediksi tahun 2020-2025 akan muncul berbagai gerakan yang menentang modernitas Barat. Selain adanya usaha islamisasi, ada juga afrikanisasi dan modernitas China.
“Akan ada satu zaman di mana golongan non Barat akan menentang pemikiran Barat. Lihat saja modernitas China, yang sudah mulai dirasakan pergerakannya, gerakan ini merupakan upaya China untuk lepas dari kungkungan Barat. Kini, China telah melakukan manuver-manuver yang dapat menyaingi dunia Barat,” tambah Prof Wan.
Menurutnya, dalam sejarah, China kuno merupakan salah satu peradaban yang besar dan berilmu. Dengan modernitas China, mereka berupaya untuk mengembalikan kejayaan perdaban China. Hal ini tertuang dalam buku “When China Rules The World”. Sedangkan Afrikanisasi memang belum terlalu terlihat. Gerakan ini muncul sebagai reaksi terhadap dominasi Barat di Afrika selama ini. Dan tidak seperti Barat, kedua gerakan ini tidak memaksakan apa yang menjadi pandangannya.
Islamisasi ilmu pengetahuan
Hanya saja menurutnya, islamisasi, berbeda dari kedua gerakan di atas. Ini terjadi karena islamisasi, selain bersumber dari dari Sang Khalik (Allah Subhanahu Wata’ala) gerakan islamisasi tidak muncul untuk menentang, melainkan untuk mengarahkan epistemologi Barat kepada epistemologi Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadist.
Menurutnya, gerakan islamisasi ilmu pengetahuan tidak menentang karena islamisasi tidak berarti secara penuh menolak ilmu dari Barat.
”Dampak positif dari modernitas Barat harusnya tidak menghalangi kita untuk mengevaluasi dampak dari westernisasi tersebut baik kepada bangsa non Barat dan bangsa Barat sendiri. Ketika banyak dari pemikir-pemikir dan negara-negara non Barat telah melakukan banyak upaya untuk menciptakan kerangka berpikir yang lebih baik, negara-negara dan umat Muslim juga harus bisa mengimbangi dengan menggalakkan dekolonisasi dan de-Westernisasi melalui proses Islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer.”
Karena itu, menurutnya, apa yang dilakukan dalam islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer adalah dengan adab dan adil. Artinya, pengenalan dan pengakuan terhadap realitas bahwasanya ilmu dan segala sesuatu yang ada terdiri dari hierarki yang sesuai dengan kategori-kategori dan tingkatan-tingkatannya, dan bahwa seseorang itu mempunyai tempatnya masing-masing dalam kaitannya dengan realitas tersebut dan dengan kapasitas serta potensi fisik, intelektual dan spiritualnya. Paradigma inilah yang tidak dimiliki oleh berbagai aliran pemikiran Barat, menjadi konsekuensi logis karena mereka berjalan tanpa ada petunjuk dari wahyu.
Prof. Wan menambahkan bahwa islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer harus dilakukan pada institusi pendidikan tingkat tinggi. Sebab institusi pendidikan tinggi berperan penting dalam pengembangan seorang Muslim secara individu maupun masyarakat di seluruh dunia.
Proses Westernisasi dan Kolonisasi masih hadir dengan berbagai bentuknya di era globalisasi ini, oleh karena itu, usaha dari ilmuwan Muslim untuk mengislamisasikan ilmu-ilmu pengetahuan kontemporer bukan semata-mata upaya untuk memelihara identitas religius dan kultural saja, tetapi juga untuk menawarkan alternatif yang lebih baik dari modernitas Barat yang lambat laun menunjukkan kelemahannya di dunia global.
Salah satu upaya dalam proses dewesternisasi dan islamisasi ialah dengan menggunakan konsep Universitas Islam dan adab.*
kiriman Rizka Fitri Nugraheni, Rianda Febrianti dan Greta Kharisma Ardiyanti. Ketiganya penggiat Komunitas Penggenggam Hujan Universitas Indonesia dari Fakultas Psikologi dan Fakultas Ilmu Budaya, Prodi Sastra Inggris