Hidayatullah.com— Bertempat di Hotel D’Best Sofia Dago, Bandung, hari Sabtu (07/04/2018), Institut Pemikiran Islam dan Pembinaan Insan (PIMPIN) Bandung menggelarkajian bulanan dan bedah buku “Kausalitas, Hukum Alam atau Tuhan” bersama Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.Phil.
Dalam sambutannya, Dr.Wendi Zarman, Direktur PIMPIN, menjelaskan profil buku tersebut merupakan hasil disertasi Hamid Fahmy Zarkasyi saat mengambil program Strata 3 (S3) di International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) Malaysia.
Disertasi yang berjudul asli Al Ghazali’s Concept of Causality, with Reference to His Interpretations of Reality and Knowledge itu diterbitkan pertama 2010 oleh IIUM Press, kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Universitas Darusaalam (UNIDA) Gontor.
Dalam pengantarnya, Usep M. Ishaq, PhD yang bertindak sebagai moderator, mengatakan kehadiran karya ini sangat penting untuk menepis kekeliruan banyak orang terhadap Imam al-Ghazali.
“Banyak orang menuduh Al-Ghazali menyebabkan kemunduran sains di dunia Islam. Padahal beberapa abad setelah al-Ghazali wafat, sains di dunia Islam kenyataannya masih terus berkembang.” ungkap alumni Centre for Advanced Studies on Islam, Science and Civilization (CASIS) UniversitiTeknologi Malaysia (UTM) ini.
Acara kajian ini dibagi menjadi dua sesi, pertama, pemaparan penulis tentang alasan penelitian, pemilihan judul dan isi buku Kausalitas, Hukum Alam atau Tuhan, kedua, tanyajawab langsung peserta kajian.
“Saatini di dunia Barat ada empat kelompok yang menyikapi hubungan antara agama dengan sains,” demikian disampaikan Dr. Hamid, penulis buku sekaligus Direktur INSISTS (Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations) di depan peserta kajian.
Kelompok Pertama, adalah kontras. Golongan yang menolak sama sekali, agama dan sains tidak bisa dihubungkan karena objeknya berbeda.
Kedua, kontak. Kelompok yang berpandangan ada aspek-aspek agama dan sains yang bersentuhan. Ketiga, adalah integrasi. Sebagian orang yang berpendapat apabila agama membicarakan masalah-masalah alam, hukum alam, dan, keempat, kelompok korespodensi.
Setelah mengemukakan sikap Barat terhadap agama dan sains, Hamid menjelaskan problem buku ini yaitu pendekatan worldview. Kini worldview sendiri telah menjadi trend dalam kajian banyak hal seperti peradaban, agama, kultur. Disamping itu, muncul juga tantangan tersendiri yang mengancam struktur cara berpikir (muslim) terhadap realitas, yaitu postmodernisme, yang keduanya jelas sangat berbeda.
“Worldview adalah satu cara pandang yang sangat struktural, kalau Anda melihat sesuatu Anda harus melihat struktur pemikirannya seperti apa, postmodernisme itu anti struktur,” ujarnya.
Tidak hanya itu, bahaya dari postmodernisme mendorong orang untuk mempertanyakan kebenaran dan bukan mencari kebenaran. Karena bagi mereka problemnya adalah makna, bahkan makna yang telah ada itu harus terus di dekonstruksikan. Lebih lugas lagi Dr. Hamid mengutip pernyataan Prof. Alparslan, “Postmodernism is very interesting, but it bring you nowhere“.
Menurut Dr. Hamid, al-Ghazali adalah seorang ulama yang jelas beriman kepada Allah (mu’min), dan percaya hakikat ‘ilm. Baginya ‘ilm tidaklah bisa diterjemahkan dengan sains dan pengetahuan. Al-Ghazali dengan kausalitasnya memiliki carapandang yang komprehensif dalam melihat alam semesta. Artinya, al-Ghazali menjadikan keimanan sebagai basis fundamental dalam melihat ayat (tanda) kebesaran-Nya dan bukan me-tuhan kan ayat sebagaimana penganut kejawen.
Penulis buki “Misykat” ini juga menekankan, ketidakmungkinan orang tanpa dilandasi iman kepada Allah mustahil melahirkan ilmu yang baik.
“Orang yang tidak percaya kepada Tuhan, dia akan menghasilkan ilmu pengetahuan yang tidak ada kaitannya dengan Tuhan. Orang yang tidak percaya kepada Tuhan, perilakunya tidak berdasarkan kepada perilaku yang dianjurkan oleh Tuhan”, tuturnya.*