Hidayatullah.com– Madrasah Fatih dan masyarakat Indonesia serta warga negara Malaysia mengadakan acara syukuran atas dikembalikannya status dan fungsi Ayasofya (Hagia Sophia) sebagai masjid di Istanbul, Turki, baru-baru ini.
Madrasah Fatih merupakan satu-satunya lembaga berbasis Al-Qur’an yang didirikan oleh masyarkat dan mahasiswa Indonesia yang berada di Turki. Madrasah Fatih hingga saat ini telah berusia hampir satu tahun. Programnya fokus pada Al-Qur’an.
Mereka berkumpul dengan WNI lainnya di taman Topkapi, Panorama 1453. Dalam rangkaian acara syukuran kali ini, setelah dibuka oleh MC dan pembacaan tiliwah Al-Qur’an, dilakukan parade inspirasi dari beberapa tokoh dan orangtua kita yang ada di Turki.
Inspirasi pertama diberikan oleh Pak Ali Cetim, seorang yang berkewarganegaran Turki namun menikah dengan perempuan Indonesia dan sudah lama sekali berbaur, bermuamalah, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan masyarakat Indonesia.
Beliau mengingatkan bahwasanya penaklukan Ayasofya ini dan pelaksanaan shalat Jumat di tanggal 24 merupakan tanggal yang bersejarah. 24 Juli adalah tanggal Perjanjian Lausanne di Paris, yang akhirnya menjadi landasan terbentuknya Republik Turki, dan ini merupakan sebuah kemenangan bagi masyarakat Turki dan umat Islam di dunia.
Inspirasi kedua disampaikan oleh Abdullah Azzam, salah satu staf di portal berita Anadolu Agency. Azzam sudah lama di AA dan merupakan alumnus S1 dan S2 di Turki.
Beliau menekankan bahwasanya penaklukan Ayasofya ini sangat berpengaruh bagi kebijakan politik dalam dan luar negeri, sehingga Ayasofya ini menjadi pusat perhatian pada saat ini.
Dan Presiden Recep Tayyip Erdoğan pun melakukan ini pada timing waktu yang pas.
Inspirasi yang ketiga disampaikan oleh Andika Rahman Nasution, salah seorang staf di ACT dan juga merupakan kandidat doktor jurusan sejarah Islam di Universitas Istanbul Sabahattin Zaim. Andika melihat Ayasofya dari tiik sejarahnya.
Andika membaca bahwasanya Ayasofya sangat unik dengan arsitekturnya yang sebenarnya tidak menyerupai gereja.
Andika juga menyatakan bahwasanya Fathul Konstantiniah, Penaklukan Konstantinopel yang dilakukan Sultan Muhammad Al Fatih menyerupai penaklukan yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam di Makkah, begitu juga Umar bin Khattab ketika menaklukan Al-Quds, karena sama sekali tidak ada hal yang dirusak, diubah oleh sang penakluk.
“Bahkan sebaliknya, dibersihkan, dirapihkan, dan diperbaharui. Dan tragisnya adalah Ayasofya ketika baru ditaklukkan, hampir dikatakan tidak layak untuk digunakan karena kondisinya yang tidak elok, kotor, buruk, bau, dan sebagainya.”
Dan inspirasi terakhir disampaikan oleh Pembina Madrasah Fatih Ustadzah Mahmudah MA, seorang pendakwah, yang beliau mengambil dari sisi Al-Qur’annya. Selain itu, ia juga mengingatkan akan seorang Shahabiyah yang bernama Umarah. Ketika itu juga ingin turut berpartisipasi dalam menaklukkan Ayasofya Konstantinopel.
Dan yang menjadi poin penting juga, Mahmudah menyampaikan, setelah Presiden Turki Erdogan melaksanakan shalat Jumat yang pertama di sini, beliau juga langsung mengunjungi makam dari Sultan Muhammad Al-Fatih. Tentu pastinya ia menyampaikan pesan bahwasanya “Wahai Sultan Muhammad AlFatih, amanahmu telah aku jalankan.” Hal itu merupakan sesuatu yang menjadi kewajiban dan amanah yang selama ini dilanggar, tidak dijalankan oleh pemerintah Turki sendiri.
Setelah inspirai dari beberapa pembicara, masyarakat Indonesia, para mahasiswa, yang berdatangan dari luar kota juga melakukan simbolik seremonial syukuran peresmian Masjid Agung Ayasofya, dengan pemotongan kue. Dipotong langsung oleh para pembina dan orangtua mahasiswa yang hadir, orang yang dituakan oleh mahasiswa di sana.
Setelah acara berakhir, tibalah saatnya para masyarakat dan mahasiswa berramah tamah dengan menikmati santapan hidangan yang disediakan, dan menutup acara dengan foto bersama, hingga jelang shalat maghrib.* (Ridwan Endonezyali)