Hidayatullah.com—Meski Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali sudah beberapa kali mengusulkan kepada pemerintah Arab Saudi agar diizinkan untuk memasang papan petunjuk berbahasa Indonesia, hingga saat ini masih belum dikabulkan.
“Namun, usulan kami belum dikabulkan, alasannya sudah ada Bahasa Melayu. Padahal Bahasa Melayu kan berbeda dengan Bahasa Indonesia,” kata Menag saat mengunjungi Media Center Haji di Daerah Kerja (Daker) Makkah, Rabu (16/10/2013) dikutip MCH.
Pernyataan Menag yang juga Amirul Haj itu sekaligus menanggapi banyaknya jamaah haji Indonesia yang tersesat setelah mabit (bermalam) di Mina pasca melempar jumrah di Jamarat.
Menag mengakui, lokasi Jamarat sekarang memang cukup membingungkan. Jangankan, jamaah haji yang baru sekali datang, mereka yang sudah berkali-kali pun sering harus menghafal lebih dulu, karena lokasinya sekarang banyak perbedaan, terutama adanya beberapa terowongan baru.
Menurut Menag, petunjuk berbahasa Indonesia itu sebenarnya cukup membantu, terutama di lokasi-lokasi strategis seperti Jamarat, Masjidil Haram, Mina, dan Arafah. Sebab, di tempat-tempat itu, jamaah sering merasa bingung. Namun, usulan untuk membuat papan petunjuk berbahasa Indonesia belum direspons oleh Pemerintah Arab Saudi.
Padahal, kata Menag, seharusnya Pemerintah Arab Saudi memberikan prioritas kepada jamaah haji Indonesia, karena jamaah haji Indonesia termasuk paling banyak.
“Kami akan terus melobi, agar upaya ini bisa dipenuhi,” ujar Menteri.
Meluber di Jamarat
Sementara itu, puluhan ribu jamaah memilih melakukan mabit di sekitar Jamarat di Mina dan tidak di maktab yang sudah ditentukan, sebagian merupakan warga lokal Arab Saudi dan jamaah mandiri yang tidak mempunyai maktab.
Pantauan Selasa malam sampai Rabu pagi, ribuan orang terus berdatangan memenuhi halaman jamarat, bahkan meluber sampai trotoar jalan dan median jalan mulai depan Al Malik sampai bagian bawah lorong menuju Jamarat.
Mereka bisa bergerak sehabis magrib ke Jamarat, lalu bermalam dan pagi subuh mereka melempar jumroh. Setelah Shalat Subuh mereka bisa kembali ke Maktab saat udara masih segar.
Sebagian kecil jamaah haji Indonesia juga melakukan pola itu, namun tidak semua tertarik karena melempar jumroh saat menjelag subuh dianggap tidak afdol.
Sayangnya, keterbatasan toilet di areal Jamarat membuat jamaah harus antre sampai setengah jam untuk mendapat giliran.*