Hidayatullah.com–Mereka baru mau percaya jika melihat buktinya secara langsung. Foto-foto yang ditayangkan itu, menurut mereka, adalah hasil montase.
Kalangan dunia Arab pun tidak terlalu yakin akan hal itu. Mereka bahkan menduga bahwa berita terbunuhnya Uday dan Qusay tersebut merupakan upaya AS untuk mengesampingkan dalih adanya senjata pemusnah masal yang hingga kini belum dapat ditemukan.
Warga Iraq juga tidak yakin andai Uday dan Qusay benar-benar sudah mati, serangan terhadap pasukan AS di Iraq bisa berkurang. Bisa jadi sebaliknya, serangan-serangan sporadis itu makin meningkat.
Sebagaimana diketahui, pasukan AS menayangkan mayat dua lelaki yang disebut sebagai Uday dan Qusay, dua hari setelah mengumumkan berhasil menembak mati keduanya. Tayangan tersebut hanya menampilkan kepala Uday dan Qusay yang berdarah, penuh memar, dan seperti habis dipukul.
Pasukan AS berharap tayangan tersebut bisa mengendurkan serangan terhadap mereka, yang makin sering terjadi belakangan ini. Rata-rata setiap hari terjadi 12 kali serangan sporadis dan terpisah.
Komandan pasukan AS di kawasan utara Iraq, Mayor Jenderal David Petraeus, optimistis kematian Uday dan Qusay akan membawa keadaan di wilayah itu lebih tenang. Perilaku Uday dan Qusay -yang dikenal sebagai sosok yang sangat kejam- diharapkan akan meningkatkan simpati warga Iraq terhadap tentara AS, yang telah membunuh mereka.
Namun, harapan itu, tampaknya, sulit terwujud. Ancaman balas dendam dari sisa-sisa milisi yang setia kepada Saddam masih membayangi. Selain itu, tuntutan dari kelompok-kelompok Syiah agar tentara AS segera meninggalkan Iraq, tampaknya, justru akan meningkat.
Kamis lalu, seorang anggota Feedayen -milisi yang dulu dikomandani Uday- muncul di televisi Al Arabiya. Dia menyatakan akan terus melakukan perlawanan yang lebih sengit.
“Pasukan pendudukan mengatakan, pembunuhan Uday dan Qusay akan mengurangi serangan. Kami katakan kepada mereka, kami justru akan meningkatkan serangan,” tegas anggota Feedayen itu.
Di Baghdad, ledakan dan tembakan masih terdengar sampai kemarin. Walaupun tidak dilaporkan adanya korban tentara AS dalam serangan tersebut, hal itu menjadi bukti bahwa posisi tentara AS belum aman.
Bahkan, sehari setelah AS mengumumkan kematian Uday dan Qusay, serangan terjadi terhadap pasukan AS, yang berjaga-jaga di sekitar rumah ditembaknya kedua anak Saddam itu. Dan, empat orang pasukan AS dilaporkan tewas.
Di Fallujah, setelah salat Jumat, umat Islam di wilayah tersebut mengancam melakukan serangan yang lebih gencar sampai pasukan AS meninggalkan Iraq. “Kami akan terus menyerang dan menyerang sampai mereka (tentara AS, Red) pergi,” kata Badr Muhammad, seorang pemuda yang masih berusia 15 tahun.
Di toko-toko, jalan-jalan, dan kafe-kafe yang ada di kota itu bermunculan slogan-slogan yang berisi tuntutan agar pasukan AS segera meninggalkan Iraq. Menurut warga Fallujah, penarikan tentara AS adalah satu-satunya cara yang bisa menghentikan kekerasan di sana.
Sheikh Diab al Ersan, seorang kepala suku di wilayah itu, menyatakan tidak bisa memastikan apakah kematian Uday dan Qusay akan membawa dampak pada peningkatan atau pengurangan serangan terhadap tentara AS.
“Tentara Amerika tidak menyadari apa yang akan dilakukan orang-orang di sini dengan pembunuhan yang mereka lakukan pada Uday and Qusay. Akan ada banyak balas dendam, pembalasan suku,” tandas Hisham Jumili, seorang pengangguran di sana. Menurut dia, pembalasan itu bisa berlangsung 20 tahun. (jp)