Selasa, 15 November 2005
Hidayatullah.com–Perdana Menteri Australia John Howard, Rabu (9/11), berupaya menyakinkan kaum minoritas Muslim di negaranya bahwa mereka bukan dijadikan sasaran, pasca penahanan 17 tersangka dengan tuduhan merencanakan aksi ‘terorisme’.
"Ini bukan sebuah tindakan anti Muslim. Ini adalah tindakan yang diambil polisi karena hukum dilanggar," ujar Howard kepada stasiun televisi ‘Seven’. Howard meminta anggota komunitas Islam, yang jumlahnya hanya 300 ribu dari 20 juta penduduk yang ada di Australia, untuk mendukung perang melawan terorisme.
Hampir kebanyakan dari 17 pria Muslim yang ditahan dalam operasi penggeledahan, Selasa (8/11) kemarin adalah berkewarganegaraan Australia.
Banyak dari mereka lahir di Australia. Sementara itu, beberapa pemimpin Islam mengekspresikan kekhawatiran bahwa komunitasnya akan menghadapi peningkatan situasi yang tidak menyenangkan.
Dalam sebuah wawancara di radio hari ini, Howard mengatakan warga Australia tidak pernah membayangkan bahwa orang yang tumbuh di negaranya akan merencanakan serangan melawan mereka. Namun dia mengatakan situasi yang serupa juga terjadi di Iggris sebelum peledakan bom pada bulan Juli 2005 lalu.
Selasa lalu, Australia juga mengkait-kaitkan seorang ulama kelahiran Aljazair, Abu Bakr atau dikenal sebagai Abdul Nacer Banbrika dengan tuduhan pemimpin organisasi teroris. Tentu saja, tuduhan tak main-main itu bisa menjebloskan sang ulama ke dalam penjara selama 25 tahun.
Australia menuduh Abu Bakr, mendukung pemimpin Al-Qaeda Usama bin Ladin. Semenjak Austrlia turut menjadi sasaran teror, negeri ini tiba-tiba begitu diskriminatif terhadap Islam.
Diantaranya, memberlakuan undang undang anti teror baru untuk mempermudah polisi menangkap para tersangka ‘teroris’. Kabarnya, undang-undang anti-teror ini justru banyak merugikan kaum Muslim di negeri Kanguru itu. (afp/is/cha)