Hidayatullah.com–Memperbolehkan hukum syariah atau tidak memperbolehkan hukum syariah, begitu kurang lebih pertanyaan yang harus dipertimbangkan oleh para pemilik suara di Oklahoma, Amerika Serikat, bulan depan.
Hampir empat juta penduduk negara bagian itu akan memilih apakah akan mengamandemen konstitusi Oklahoma sehingga pengadilan di sana dilarang memasukkan dan menggunakan hukum internasional atau hukum syariah dalam pertimbangan putusan mereka.
Tidak pernah terpikirkan untuk memberlakukan hukum syariah di Oklahoma, yang hanya memiliki 30.000 penduduk Muslim.
Para anggota legislatif yang menggagas proposal amandemen “Save Our State”, melihat upaya tersebut sebagai tindakan “pencegahan” guna menangkal laju penyebaran Islam.
“Akankah hukum syariah menjadikan hidup saya lebih baik? Menjadikan istri dan anak-anak saya hidup lebih baik di Amerika? Saya kira tidak,” kata Lewis Moore, seorang wakil rakyat Oklahoma, sekaligus salah satu pendukung amandemen.
“Kita dalam keadaan perang. Satu hal paling penting ketika berperang, adalah melindungi rumah kita. Saya tidak percaya orang-orang di Washington akan melindungi negara bagian kita,” lanjut Moore.
Melindungi dari apa, tidak jelas. Namun sangat jelas terlihat bahwa upaya amandemen tersebut tidak lebih sebagai semangat anti-Islam yang belakangan sering disuarakan. Dan merupakan sebuah aksi untuk menarik perhatian para pemilih sebelum dilangsungkannya pemilu pertengahan.
Berbeda dangan aksi anti-Islam yang ditujukan atas pembangunan pusat Islam di dekat lokasi Ground Zero dan gerakan bakar al-Qur’an oleh pendeta asal Florida, pemungutan suara yang juga berindikasi anti-Islam ini memiliki impikasi yang luas. Para pakar hukum khawatir amandemen tersebut mengancam keberadaan 14.000 perusahaan asing yang beroperasi di Oklahoma, berikut ribuan karyawan mereka.
“Resiko terhadap dunia usaha dan individu warga Oklahoma, menurut saya, jauh dari perkiraan resiko yang dipertimbangkan oleh para pendukungnya,” kata Peter Krug, seorang profesor hukum internasional di Sekolah Hukum Universitas Oklahoma.
Krug mengatakan, perusahaan-perusahaan internasional selalu mengandalkan pada harapan bahwa pengadilan Amerika akan menghormati keputusan pengadilan luar negeri. Jika tiba-tiba pengadilan Oklahoma dilarang menggunakan yurisprudensi asing, perusahaan dari luar negeri akan melihat Oklahoma sebagai tujuan usaha yang berisiko.”
Menurut pakar hukum, nantinya pengadilan federal akan langsung menetapkan bahwa amandemen itu ilegal, begitu dinyatakan berlaku. Jadi semacam kelahiran mati dalam konstitusi, yang tidak akan mengakibatkan kerusakan parah selain sekedar memakan waktu pengadilan saja. Demikian kata Lea Brilmayer, seorang profesor hukum dari Universitas Yale.
Brilmayer berpendapat, amandemen itu jelas tidak konstitusional, karena konstitusi Oklahoma berada di bawah konstitusi federal, di mana hukum di tingkat federal mengakomodasi berbagai produk hukum internasional.
Lebih lanjut menurutnya, upaya amandemen itu hanya membuang-buang waktu dan energi saja.
Meskipun belum dilaksanakan, namun sepertinya penduduk Oklahoma telah menentukan sikap. Menurut survei yang dilakukan SoonerPoll pada bulan Juli silam, sebanyak 49% mendukung amandemen, sementara 24% menentang dan 27% lainnya tidak menentukan sikap.
Menurut Razi Hashmi, Direktur Eksekutif CAIR-Oklahoma, amandemen itu merupakan sesuatu yang sangat menggelikan.
“Segenap Oklahoma berjuang membawa masuk perusahaan-perusahaan besar ke dalam negara bagian Oklahoma, baik yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri. Jadi tindakan itu merupakan sesuatu yang benar-benar bisa membahayakan negara bagian kita,” kata Hashmi sebagaimana dikutip The National (9/10). Namun bagi kelompok anti-Islam, isu tersebut sangat baik untuk menarik suara pemilih dalam pemilihan umum.
Profesor Abdullahi Ahmed Al-Naim, tokoh Islam liberal dari Sekolah Hukum Universitas Emory mengatakan, “Syariah sama sekali bukan hukum, melainkan sebuah sistem normatif agama.”
“Dia tidak akan menjadi hukum sebuah negara, kecuali negara itu secara konstitusional atau legal membentuk sebuah sistem yang mengadopsi norma syariah sebagai bagian dari hukum negaranya.”
Ketika sebuah prinsip syariah diberlakukan dalam sebuah peraturan hukum, maka dia tidak lagi menjadi syariah, melainkan menjadi sebuah peraturan hukum, yang telah dilucuti dari ciri khas keagamaannya.
Ketika ditanya pengetahuannya seputar hukum syariah, Moore justru membanggakan ketidaktahuannya.
“Apa yang perlu saya ketahui tentang itu? Mengapa saya harus peduli?” katanya. “Ini negara paling besar di dunia dan sistem hukum yang paling hebat di dunia. Mengapa kita ingin mengubahnya?”
Meskipun banyak penentang Islam di Amerika Serikat yang menolak hukum syariah tidak tahu pasti apa syariah itu sebenarnya, namun mereka sering menggunakan isu hukum syariah untuk mendulang suara dan meraup dukungan. Fenomena ini tampak jelas, ketika mereka berkampanye di muka umum, terutama di musim-musim kampanye pemilu.[di/tn/hidayatullah.com]
Foto: Razi Hashmi (CAIR-Oklahoma)