Hidayatullah.com–Setelah digelar selama dua pekan, Iraq harus mengakhiri Baghdad International Book Fair pada hari Kamis (05/5).
Pameran itu adalah yang pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir.
Acara itu diikuti oleh lebih dari 200 penerbit dari 32 negara dan menampilkan 37.000 buku di sebuah gedung konferensi di Mansur, sebelah barat Baghdad.
Kebanyakan buku yang ditampilkan berbahasa Arab. Namun tidak sedikit yang berbahasa Inggris dan Prancis.
“Baghdad telah mendapatkan kembali tempatnya dalam peta peradaban dunia,” kata Safira Naji, salah seorang panitia Baghdad International Book Fair sebagaimana dilansir AFP.
Pameran semcam itu adalah yang pertama kalinya diorganisir oleh pemerintah.
Semua pameran buku sebelumnya dikelola secara privat atau lokal saja, kata Abdulwhab Al-Radhi, presiden persatuan penerbit Iraq.
Pameran buku terakhir yang pernah digelar di Iraq adalah tahun 1990, sebelum Saddam Hussein menyerbu Kuwait.
Di hari terakhir pameran, ratusan warga Iraq termasuk para wanitanya berbondong-bondong melihat buku-buku yang ditawarkan.
Salah satu di antaranya adalah Nur Abdullah, seorang pegawai bank beruia 28 tahun yang sengaja mengambil cuti untuk mengunjungi pameran itu.
“Saya tidak punya waktu untuk membaca semuanya sekaligus, tapi saya menyimpannya untuk (dibaca) nanti,” kata penggemar buku-buku psikologi itu.
Ali Shauna pegawai negeri berusia 53 tahun, mengeluhkan kondisi setelah invasi Amerika Serikat 2003 ke negaranya, “Iraq jatuh ke dalam kondisi koma intelektual, tapi sekarang negara ini perlahan-lahan bangkit.”
“Bisa dibilang warga Iraq sudah mulai membaca kembali,” katanya optimis.*