Hidayatullah.com–Dewan Imam Nasional Australia (ANIC) memilih seorang tokoh Muslim dari Melbourne untuk menjadi mufti besar Australia yang baru, dalam sidang tahunan ANIC Sabtu (17/9).
Menurut pernyataan ANIC yang dirilis pada hari Ahad (18/9), Dr. Ibrahim Abu Muhammad, mendapat tugas memimpin umat Islam Australia menggantikan Fahmi Naji Al Imam, yang tidak ingin menjadi mufti kembali karena alasan kesehatannya yang memburuk belakangan ini.
Abu Muhammad adalah seorang lulusan Universitas Al Azhar, Kairo, dengan gelar PhD dalam bidang studi keislaman. Abu Muhammad telah menulis sejumlah buku tentang Islam dan masalah-masalah kontemporer.
Menjernihkan kesalahpahaman tentang Islam adalah salah satu tujuan utama Abu Muhammad sebagai mufti besar Australia.
Menurutnya, perdebatan yang ada selama ini dilingkupi dengan kesalahpahaman dan hanya berfokus pada hukuman dalam Islam yang dinilai ekstrim, seperti hukuman mati bagi mereka yang murtad.
“Tidak adil jika Anda hanya melihat satu elemen saja sementara ada ratusan elemen dalam syariat Islam, dan menjadikan (satu) elemen tersebut sebagai hal yang paling penting,” kata pria yang bermukim di Sydney itu.
“Kita melihat banyak nilai-nilai dan budaya Australia yang merupakan bagian dari hukum syariah kita.”
“Kebebasan adalah hukum syariah, menghormati orang lain adalah hukum syariah, keadilan adalah hukum syariah, pajak dan membayar pajak adalah kewajiban Anda yang juga dianggap bagian dari syariah, menghargai dan menghormati orang lain, semua itu hukum syariah,” papar Abu Muhammad.
Pria kelahiran Mesir itu menegaskan bahwa Muslim percaya sistem demokrasi. “Kita adalah bangsa demokratis dan apa yang menjadi pilihan mayoritas itulah yang berlaku.”
Menyinggung masalah kelompok garis keras yang menyeret pemuda Muslim ke arah ekstrimisme dan kekerasan, ia mengatakan bahwa “kejahatan selalu punya pengikut.”
“Ekstrimisme dan radikalisasi tidak hanya ada dalam Islam dan komunitas Muslim. Hal itu eksis di semua masyarakat dan komunitas,” tegasnya.
Keberadaan pasukan Australia di Afghanistan, menurut Abu Muhammad, juga menyulut kemarahan dalam masyarakat. Sebab adalah sifat alami manusia, jika melihat adanya penindasan terhadap bangsa manapun, maka emosi orang akan tergugah dan tergerak.*