Hidayatullah.com—Meskipun hasil pemilihan umum Tunisia pada Ahad kemarin belum diumumkan, namun kemenangan An-Nahda telah diakui oleh lawannya, Partai Progresif Demokrat (PDP).
Pemimpin PDP Maya Jibri, yang partainya diperkirakan akan berada di urutan kedua, Senin (24/10/2011), mengatakan bahwa partainya akan menjadi oposisi di parlemen yang nantinya akan menulis ulang konstitusi negara Tunisia. Dan ia menerima apa yang menjadi pilihan rakyat Tunisia.
Walaupun ada janji dari An-Nahda bahwa mereka tidak akan mengusung hukum syariah atau melenyapkan hak-hak wanita, tapi PDP dan partai sekuler lainnya mencurigai An-Nahda. Mereka mengatakan bahwa An-Nahda punya agenda tersembunyi untuk menerapkan hukum syariah di Tunisia.
PDP diperkirakan menempati urutan keempat dengan perolehan sekitar 15-20 kursi di parlemen. Ketiga CPR dengan 20-30 kursi dan Ettakol di tempat kedua dengan 25-40 kursi.
An-Nahda yang sedari awal yakin mendapatkan sedikitnya 40 persen suara, mengatakan kepada Arab News bahwa dengan berkoalisi bersama Partai Kongres Republik (PCR) mereka akan menguasai lebih dari 110 dari total 217 kursi di parlemen.
Jika An-Nahda menang, berarti ia memiliki kekuasaan untuk menunjuk presiden Tunisia yang baru dan pemerintahannya, serta mengamandemen konstitusi negara sesuai kehendaknya.
“Semua kartu sekarang ada di An-Nahda,” kata Nasaruddin Dargouth, yang gagal memperoleh kursi untuk PDP di daerah pemilihan Manouba, pinggiran ibukota Tunis.
Kemenangan An-Nahda juga mengisyaratkan Tunisia akan menerapkan demokrasi palementer dan bukan presidensial. Sebab An-Nahda menginginkan presiden dapat dikontrol dan ditunjuk oleh parlemen. Atau dengan kata lain, presiden utamanya hanya menjadi symbol negara, seperti yang diterapkan oleh Jerman dan Italia.*