Hidayatullah.com–Konferensi internasional membahas masa depan Afghanistan dibuka hari Senin (05/12/2011) di Bonn, Jerman.
Menurut penyelenggara, tujuan konferensi adalah untuk memperkuat komitmen internasional dalam jangka panjang terhadap pembangunan Afghanistan serta mendukung upaya-upaya memulihkan keamanan di negeri itu.
Banyak pengamat memandang komitmen jangka panjang terhadap Afghanistan sebagai syarat utama untuk penciptaan stabilitas di engara itu karena sejumlah kekuatan utama negara barat sudah meninggalkan negeri itu tahun 2014.
Sekitar 1.000 delegasi dari 100 negara dan organisasi internasional mengambil bagian dalam konferensi ini. Menlu AS Hillary Clinton adalah salah satu pejabat senior dari pemerintahan yang hadir.
“Tujuan kami adalah terciptanya Afghanistan yang damai yang tidak lagi menjadi tempat pelarian terorisme internasional,” kata Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle menjelang konferensi, dikutip BBC.
Konferensi ini diselenggarakan setelah setelah 10 tahun lalu digelar pula forum serupa, hanya berselang beberapa minggu setelah Taliban berhasil diturunkan dari tampuk kekuasaan.
Mantan utusan khusus PBB untuk Afghanistan, Lakhdar Brahimi, mengatakan 10 tahun lalu sudah menyerukan agar dilakukan pendekatan pada Taliban setelah organisasi bersenjata itu didepak mundur oleh kekuatan militer AS di Afghanistan tahun 2001.
Kini kepada BBC Brahimi mengatakan, “Kita harus mencari tahu kemana mereka pergi dan apa yang mereka pikirkan dan jika saja barangkali mereka tertarik kita bisa sertakan mereka (dalam negosiasi).”
Upaya mengajak Taliban terlibat dalam pembicaraan sedang berjalan namun belum ada hasil positif.
Upaya tersebut malah telah memakan korban bulan September lalu, dengan terbunuhnya mantan Presiden Burhanuddin Rabbani yang tengah mencoba menjembatanai upaya Kabul merundingkan perdamaian dengan kubu pemberontak.
“Saat ini kita tidak tahu dimana mereka tinggal. Tidak tahu mana pintu yang harus diketuk,” kata Dubes Afghanistan untuk AS, Eklil Hakimi, seperti dikutip kantor berita AP.
Namun pemain kunci dalam skenario ini, Pakistan, memboikot konferensi sebagai protes atas serangan NATO yang menewaskan puluhan warganya di perbatasan dua negara bulan lalu.
NATO sudah menyampaikan permintaan maaf terkait serangan udara tanggal 26 November yang menewaskan 24 tentara Pakistan itu.
AS dan sejumlah negara barat sudah lama menyimpan dugaan bahwa Pakistan menjadi sarang Taliban dan kelompok pemberontak lain, termasuk jaringan Haqqani yang diduga mendalangi serangan terhadap kubu Afghanistan di seberang perbatasan.
Sebagaian besar pertempuran paling mematikan dalam konflik 10 tahun terakhir ini bertempat di dekat perbatasan dengan Pakistan, di timur Afghanistan. Sepanjang tahun 2011 saja, lebih dari 500 tentara NATO tewas akibat perang di Afghanistan.*