Hidayatullah.com—Anggota Akademi Riset Islam, salah satu lembaga yang bernaung di bawah institusi Al-Azhar, mengatakan menolak rancangan undang-undang tentang sukuk (obligasi Islam) yang baru-baru ini disetujui kabinet Mesir.
Lembaga itu menolak RUU tersebut karena “tidak sesuai dengan aturan syariah dan membahayakan kedaulatan negara,” kutip Ahram Online (3/1/2013).
Kelimapuluh anggota lembaga tersebut juga mempermasalahkan pasal yang memberikan wewenang kepada presiden dan kabinet Mesir untuk mengurus dan mengelola aset dan tanah di wilayah Mesir tanpa batas. Mereka berpendapat wewenang ini seharusnya diberikan kepada parlemen sebagai perwakilan dari rakyat Mesir.
Para ulama Islam itu tidak memperbolehkan pemerintah mengeluarkan sukuk dalam mata uang pound Mesir atau mata uang asing lain yang ditawarkan kepada publik. Sebab sistem pembayaran bunga yang ada dalam struktur obligasi tradisonal Barat merupakan riba yang dilarang dalam Islam.
Obligasi itu menunjukkan sharing asset, properti dan usaha yang dijalankan dalam suatu proyek. Pihak yang mengeluarkan sukuk menjualnya kepada investor (yang bisa dari kalangan mana saja), yang kemudian menyewakan kembali sertifikat itu kepada pihak yang mengeluarkan dengan uang bunga sebagai imbalbaliknya. Pihak yang mengeluarkan sukuk juga membuat kontrak janji untuk membeli kembali surat hutang yang diterbitkannya tersebut di kemudian hari dengan nilai pokok sama.
Selain riba, Islam juga melarang jual-beli hutang (bukan barang) atau menggabungkan antara hutang dengan jual-beli dalam satu transaksi.*